Best Part

By mariaulfa17

1.3M 86.4K 5K

You're the one that I desire. Copyright©2016 #2 in relationship (13/09/16) #6 in relationship (19/06/18) #2... More

Prolog
Part 1 : Introduce
Part 2 : Chat
Part 3 : Canteen
Part 4 : The Same Thing
Part 5 : Cousin
Part 6 : Party
Part 7 : Liar
Part 8 : Mood Booster
Part 9 : Satnight
Part 10 : Accidentally
Part 11 : Little Things
Part 12 : Naufal's Girlfriend?
Part 13 : Another Girl
Part 14 : Break Up
Part 15 : Trying
Part 16 : Give Up
Part 17 : Voice Call
Part 18 : Jealous?
Part 19 : Dinner
Part 20 : Hurt
Part 21 : Drunk
Part 22 : Over Again?
Part 23 : Tell Everything
Part 24 : Just A Friend
Part 25 : Fighting
Part 26 : Something Happen
Part 27 : Problem
Part 29 : The Reason
Part 30 : The Other Side
Part 31 : Give Some Help
Part 32 : Take Care of Her
Part 33 : The Feeling
Part 34 : Back to School
Part 35 : Feel Worried
Part 36 : Realized
Part 37 : Somebody Else
Part 38 : Unexpected
Part 39 : Never Felt Like This
Part 40 : Regret
Part 41 : Changed
Part 42 : Let It Be
Part 43 : Should I?
Epilog

Part 28 : With You

25.5K 1.8K 113
By mariaulfa17

Gadis itu keluar dari ruang UKS dengan rasa kesedihan yang begitu mendalam. Hanya sekitar lima menit berada di dalam ruangan itu, namun mampu merubah segalanya bagi Adella. Sebelumnya, ia tidak pernah merasakan sakit hati yang separah ini, termasuk dengan Gio sekali pun.

Mungkin karena dengan Vino, ia bagaikan gadis paling beruntung karena selalu diperlakukan dengan spesial. Mungkin juga karena dengan Vino, ia harus putus di saat keadaan hubungannya sedang tidak ada masalah apapun. Terlalu banyak berbagai kemungkinan yang muncul di benaknya saat ini.

Baru saja ia menutup pintu ruang UKS, seseorang menarik lengannya. Hal itu membuat tubuh Adella berputar ke belakang dan menghadap kepada seseorang yang tadi telah menarik lengannya. Dan orang itu adalah laki-laki yang tadi menghajar Vino hingga babak belur. Belum sempat Adella mengeluarkan sepatah kata pun, tiba-tiba Naufal merengkuh tubuh gadis itu ke dalam dekapannya.

"Kalo lo emang pengen nangis, nangis aja gak usah di tahan-tahan," ucap Naufal karena sadar gadis itu belum meneteskan air matanya sedikitpun sejak ia memeluknya.

Tak lama dari ucapan Naufal itu, Adella mulai menangis dan sedikit demi sedikit membasahi seragam yang dikenakan oleh Naufal. Lalu, laki-laki itu mengelus-elus rambut dan punggung Adella dengan lembut. Naufal membiarkan keheningan menyelimuti keduanya karena ia tahu yang gadis itu butuhkan hanya lah seseorang untuk bersandar bukan berbicara.

Setelah tangis Adella mulai reda, ia melepaskan pelukan yang berlangsung selama beberapa menit itu. Lalu, ia mendongakkan kepalanya agar bisa menatap mata Naufal mengingat laki-laki itu lebih tinggi.

Adella mengukir senyum manis di wajahnya. "Makasih, Fal."

"Kaya baru kenal kemarin aja pake bilang makasih segala." Naufal menghapus sisa air mata yang masih tertinggal di wajah Adella dengan menggunakan kedua tangannya. "Udah jangan nangis lagi, nanti cantiknya ilang."

Gadis itu memukul lengan Naufal pelan. "Apaan sih, Fal. Gue kan emang udah jelek."

"Kalo yang gini jelek, yang cantiknya kaya gimana coba? Udah diem pokoknya lo cantik," ujar Naufal. "Mau Naufal anterin ke kelas?"

Sebenarnya, Adella malas untuk kembali ke dalam kelas karena pikirannya sedang kacau. Ia sangat yakin otaknya tidak akan bisa mencerna materi apa pun karena terlalu malas bekerja akibat perasaannya yang sedang tidak baik. Yang dibutuhkannya saat ini adalah hiburan bukan pelajaran, tapi ia tak bisa berbuat banyak selain menerimanya. Karena tak ada hal lain yang bisa dilakukan, terlebih bel pulang baru akan berbunyi sekitar 3 jam lagi.

Melihat gadis itu yang tidak kunjung membalas ucapannya membuat Naufal sadar jika yang Adella inginkan bukan lah kembali ke dalam kelas. Kebetulan sebuah ide terlintas di otaknya.

"Kalo kita ke Lembang, mau?" tanya Naufal lagi.

"Hah? Kok jadi ke Lembang?"

"Gue tau lo gak mau balik ke kelas, jadi kalo ke Lembang aja gimana?"

"Maksud lo kita bolos gitu?" tanya Adella berusaha meyakinkan ucapan Naufal.

Naufal mengangguk semangat, lalu ia menoleh ke arah gadis yang kini telah berada di sampingnya itu. "Sekali-kali bolos gak apa-apa lah, gak akan bikin lo jadi bego juga," ujarnya. "Gimana mau, gak? Penawaran terakhir nih."

"Kalo ketauan guru gimana?"

"Masalah ginian, gue jagonya. Lo gak usah khawatir," ujar Naufal dengan bangga. Lalu, ia menarik lengan gadis itu dan membawanya menuju gerbang sekolah.

Begitu sampai di gerbang sekolah, di sana terdapat dua orang satpam yang sedang berjaga. Namun, dengan mudahnya Naufal memberikan beberapa lembar uang pada dua orang satpam itu untuk membukakan pintu gerbang agar mereka berdua bisa keluar dari sekolah.

Dari tempatnya berdiri, ia melihat Naufal sedang sedikit berbincang dengan kedua satpam itu---mungkin melakukan semacam kompromi atau hal lainnya. Lalu, Naufal meghampiri ke arahnya dan berkata bahwa keduanya sudah diberi izin untuk bisa keluar dari sekolah.

Namun, ada satu hal yang membuat gadis itu bingung karena Naufal membawanya bukan ke tempat parkir mobil melainkan ke tempat parkir motor.

"Kalo perginya naik motor gak apa-apa, kan?" tanya Naufal.

Sebenarnya, tidak masalah bagi Adella pergi menggunakan kendaraan apa pun. Namun, ia hanya tak percaya laki-laki yang notabenenya anggota komunitas FNE tidak gengsi membawa motornya ke sekolah.

"Gak apa-apa lah, emang kenapa kalo naik motor?"

"Ya, kali aja lo gak mau," ledek laki-laki itu.

"I'm not type of girl like that."

Naufal tertawa cekikikan, lalu ia mengambil salah satu motor Vespa keluaran terbaru yang telah bertransformasi menggunakan mesin matic dan berwarna sama dengan mobil Mercedez Benznya yaitu, abu-abu. Setelah itu, ia memerintahkan Adella untuk segera menaiki motornya dan duduk di jok belakang.

Motor Vespa yang dikendarai oleh Naufal telah keluar dari gerbang sekolah dan sedang menyusuri jalan raya yang belum dipadati oleh banyak kendaraan. Hal ini dikarenakan semua orang sudah pasti sedang sibuk dengan kegiatan rutinitasnya, entah itu di kantor atau di sekolah. Terlebih ini bukan hari libur, jadi sudah tidak aneh jika hanya terdapat beberapa kendaraan saja yang sedang melaju di jalan raya.

"Fal, gue mau nanya deh."

Naufal menoleh ke arah gadis itu melalui kaca spion sebelah kanan. "Tanya aja kali, Cal. Gratis kok gak bayar."

Adella terkekeh pelan. Belum sempat ia bertanya mengenai hal yang ingin ditanyakan pada Naufal, ia lebih dulu teringat akan barang-barangnya yang masih berada di sekolah. Ia pun menepuk jidatnya dengan keras seakan gerak reflek karena dirinya baru mengingat sesuatu hal.

"Gue baru inget kalo tas gue kan masih di sekolah."

"Oh itu sih gampang, gue udah suruh Ryan tadi."

Gadis itu menghembuskan napasnya dengan lega karena sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Kali ini, ia benar-benar bertanya mengenai hal yang tadi ingin ditanyakannya, namun sempat tertunda.

"Ini motor emang punya lo, Fal?"

"Iya cuma tadi lagi dipinjem Dean," balas Naufal.

Gadis itu mengerutkan dahinya seperti sedang kebingungan. "Kok bisa? Emang mobil Dean ke mana?"

"Mobil dia lagi dibengkel dan baru dianterin ke sekolahnya tadi pagi."

Adell ber-oh ria sebelum kembali bertanya pada Naufal, "Terus nanti mobil lo dibawa siapa?"

"Itu sih gampang, lo tenang aja. Anak buah gue kan banyak," jawab Naufal yang kemudian diiringi dengan tawanya.

"Tau deh yang punya banyak anak buah," ledek Adella. "Kok tumben milih naik motor, Fal?"

"Kan biar kaya Dilan sama Milea," balas Naufal sambil tertawa cekikikan.

Adella sedikit terkejut dengan ucapan Naufal barusan, hal itu membuat kedua bola matanya terbelalak secara sempurna. "Lo tau novel Dilan?"

"Tau doang sih, nggak dibaca juga. Abis cewe dikelas pada ngomongin Dilan terus," ujar Naufal. "Lo suka novel itu juga?"

Adella mengangguk dengan antusias. "Suka banget," balasnya. "Oh iya, sebenernya, kita mau ke mana sih?"

"Kan mau ke Lembang."

"Iya gue tau kalo itu, maksudnya ke Lembangnya tuh ke tempat apa?"

"Gue sih ngusulinnya ke kebun teh, tapi kalo lo mau ke tempat lain sih boleh aja."

"Nggak kok, gue mau ke kebun teh," kata gadis itu. "Lagian, udah lama juga gue gak ke sana."

Selama di perjalanan, keduanya banyak berbincang mengenai hal penting hingga yang tidak penting sekali pun. Hingga tak terasa bahwa kini motor yang dikendarai oleh Naufal telah memasuki kawasan Dago Atas. Dari sana, hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit---karena jalanan yang sedang tidak macet untuk bisa sampai ke kebun teh Sukawana yang terletak di bagian selatan Gunung Tangkuban Perahu.

Saat motor milik laki-laki itu telah memasuki kawasan kebun teh Sukawana, Naufal langsung saja mematikan mesin motornya. Motor Naufal tepat berhenti di depan perkebunan teh yang menghampar cukup luas dengan suasananya yang masih asri dan segar. Selain itu, Gunung Burangrang juga menjadi nilai tambah karena telah melatari perkebunan teh ini.

Baik Adella mau pun Naufal begitu menikmati suasana yang seperti ini---di mana keduanya jauh dari hiruk pikuk kota. Bahkan, bagi Naufal sendiri, ini bukan lah sekedar kebun teh dengan pemandangannya yang indah saja. Namun, kebun teh yang akan menjadi saksi bisu di mana dirinya dapat menjadi penghibur di kala gadis itu sedang galau.

Naufal menoleh ke arah gadis cantik yang selalu membuat jantungnya berdegup lebih cepat. "Jadi, gimana? Masih galau, gak?"

"Nggak lah," serganya cepat. Lalu, ia menyunggingkan senyumnya pada Naufal. "Makasih ya, Fal."

Laki-laki itu menganggukkan kepalanya. "Apa sih yang nggak buat lo," jawabnya. "Oh iya, lo laper, gak?"

"Nggak sih, cuma pengen minum yang anget."

"Yaudah kita ke sana, yuk?" tanya Naufal dengan sebelah tangannya menunjuk ke sebuah mobil Land Rover---yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka berada. Lalu, ia melihat gadis itu mengangguk pertanda setuju dengan ajakannya.

Setelah Adella memberikan persetujuan mengenai ajakannya, ia segera melajukan motornya ke sebelah utara kebun teh untuk menghampiri sebuah mobil Land Rover yang beralih fungsi menjadi semacam food truck.

Dan dugaannya kali ini benar karena memang mobil Land Rover tersebut menjual berbagai macam minuman hangat yang terkenal di Nusantara. Tak jauh dari mobil Land Rover tersebut, terlihat beberapa orang yang sedang menikmati minumannya di sebuah kursi kayu.

Setelah menyimpan motonya secara asal, Naufal dan Adella berjalan ke salah satu meja kayu yang kosong. Seseorang---yang diyakini oleh keduanya sebagai pelayan menghampiri mejanya untuk memberikan menu. Setelah melihat menu tersebut, keduanya langsung saja memesan minuman sesuai dengan selera masing-masing.

Begitu pesanan keduanya datang, baik Naufal mau pun Adella langsung menyeruput minuman hangat masing-masing dalam keheningan. Hingga suara gadis itu memecahkan keheningan yang terjadi di antara keduanya sekaligus membuka topik pembicaraan.

"Fal," panggil Adella.

Naufal menoleh ke arah gadis yang duduk disampingnya itu. "Apa, Cal?"

"Makasih udah bisa jadi sandaran gue di saat gue lagi butuh seseorang untuk itu," balas gadis itu dengan senyum manis yang sudah terukir di wajahnya.

Naufal mengangguk singkat, lalu ia tersenyum kembali pada gadis yang berada di hadapannya itu. "Samasama, cantik."

Gadis itu menyeruput minuman hangat yang sudah dipesannya terlebih dulu sebelum kembali berbicara. "Makasih juga karena lo udah nepatin janji yang tadi lo bilang di depan ruang BK."

"Santai aja lah, kalo masalah berantem gue pasti paling depan," ujar Naufal. "Apalagi berantemnya buat lo."

"Lo emang yang terbaik."

Naufal tersenyum senang karena setidaknya kata teman tidak diucapkan oleh Adella untuk kali ini. "Gue harap lo gak buang-buang air mata lo lagi cuma buat Vino. Karena gue gak mau liat cewe yang gue sayang nangis, apalagi gara-gara cowo lain."

Adella sedikit tertegun dengan penuturan Naufal barusan, ia tak menyangka jika hingga detik ini Naufal masih memiliki perasaan untuknya. Perasaan bersalah mulai menggerogoti hatinya karena sudah menyakiti Naufal---berpacaran dengan Vino walau secara tidak langsung.

"Kenapa lo mau buang-buang waktu buat sayang sama gue? Di saat cewe lain di luar sana banyak yang mau sama lo dan lebih dari gue."

Naufal buru-buru menyimpan Arabika Lintongnya setelah mendengar perkataan gadis itu. "Iya, emang banyak cewe di luar sana yang lebih dari lo. Tapi, gue maunya yang kaya lo dan itu cuma ada satu, lo doang."

Gadis itu terdiam sesaat berusaha untuk membuat otaknya berpikir mengenai jawaban apa yang pantas diucapkan pada Naufal. Belum sempat Adella mendapatkan jawabannya, laki-laki itu sudah lebih dulu kembali berbicara.

"Gak usah dipikirin, Cal. Gue gak bermaksud nambah beban pikiran buat lo."

Bukannya mengalihkan pembicaraan, gadis itu justru kembali bertanya, "Tapi kalo emang lo sayang sama gue, kenapa lo malah biarin gue jadian sama Kak Arvin? Kenapa lo gak berusaha perjuangin gue biar gue gak pacaran sama Kak Arvin?"

"Kenapa gue harus lakuin itu semua di saat gue tau kalo lo suka sama dia? Gue cuma gak mau ngehancurin kebahagiaan lo, gue cuma pengen liat orang yang gue sayang itu bahagia walaupun bukan sama gue. Mungkin kedengerannya itu sedikit munafik karena di satu sisi perasaan pengen lo jadi milik gue itu pasti ada. Entah gue yang udah beranjak dewasa atau karena sayang sama lo bisa ngebuat gue jadi sedikit dewasa, tapi dari situ gue jadi tau satu hal kalo gak semua yang gue pengen itu bisa jadi milik gue," tutur laki-laki itu.

Adella sedikit tertegun dengan penuturan yang keluar dari mulut Naufal barusan, benar-benar tak menyangka jika laki-laki seperti Naufal bisa berbicara seperti itu. Sebelum membalas ucapan Naufal, ia menghembuskan napasnya dulu.

"Gue gak nyangka lo bisa ngomong kaya gitu, Fal. Rasanya aneh denger cowo yang biasa mainin cewe bisa berpikir sejauh itu. Jujur ya, dari awal, gue selalu ragu sama perasaan lo buat gue karena gue tau kalo lo itu playboy. Makanya gue gak terlalu nanggepin omongan lo tiap bilang suka atau sayang sama gue karena gue pikir lo cuma lagi main-main doang."

Naufal menatap gadis di hadapannya lekat-lekat, lalu ia menggenggam kedua lengannya. "Denger gue, Cal. Gue emang playboy, tapi perasaan gue buat lo itu gak pernah main-main. Kalo gue main-main, gue gak mungkin peduli sama lo. Gue juga gak mungkin galau dan sakit hati pas lo jadian sama Vino. Dan gue janji sama diri gue sendiri kalo mulai detik ini, gue akan berubah dan buktiin semuanya sama lo supaya lo gak perlu ragu lagi sama perasaan gue buat lo."

"Berubah?"

"Berubah kalo gue gak akan jadi playboy lagi," balas Naufal. Lalu, ia mengambil Arabika Lintongnya dan kembali menyeruput minuman hangat tersebut sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Karena gue cuma mau fokus perjuangin lo doang sebelum lo diambil orang lagi."

**

Continue Reading

You'll Also Like

7.5K 718 68
Araya hanya ingin melewati masa SMA dengan tenang, tapi tampaknya hal itu tidak akan ia dapat dengan mudah setelah terlibat dengan 5 cowok yang diseb...
422 77 36
(vote dari kalian buat aku semangat menulis) Kenyataannya, dia berbohong. Tapi aku tahu itu bukan salahnya. Karena nyatanya, aku hanyalah salah satu...
377K 9.5K 10
Cover by : @dreamilea .: ++ :. Muda, tampan, kaya, perfeksionis, namun dingin. Itulah gambaran yang paling tepat untuk Dylan Pradipta Lafewa. Namun...
8.9M 855K 44
Damian Manuel Regata dan Daniel Manuel Regata, mereka kembar. Namun meskipun begitu, keduanya memiliki sifat yang saling bertolak belakang. Tak han...