Best Part

By mariaulfa17

1.3M 86.4K 5K

You're the one that I desire. Copyright©2016 #2 in relationship (13/09/16) #6 in relationship (19/06/18) #2... More

Prolog
Part 1 : Introduce
Part 2 : Chat
Part 3 : Canteen
Part 4 : The Same Thing
Part 5 : Cousin
Part 6 : Party
Part 7 : Liar
Part 8 : Mood Booster
Part 9 : Satnight
Part 10 : Accidentally
Part 11 : Little Things
Part 12 : Naufal's Girlfriend?
Part 13 : Another Girl
Part 14 : Break Up
Part 15 : Trying
Part 16 : Give Up
Part 17 : Voice Call
Part 18 : Jealous?
Part 19 : Dinner
Part 20 : Hurt
Part 21 : Drunk
Part 22 : Over Again?
Part 23 : Tell Everything
Part 24 : Just A Friend
Part 26 : Something Happen
Part 27 : Problem
Part 28 : With You
Part 29 : The Reason
Part 30 : The Other Side
Part 31 : Give Some Help
Part 32 : Take Care of Her
Part 33 : The Feeling
Part 34 : Back to School
Part 35 : Feel Worried
Part 36 : Realized
Part 37 : Somebody Else
Part 38 : Unexpected
Part 39 : Never Felt Like This
Part 40 : Regret
Part 41 : Changed
Part 42 : Let It Be
Part 43 : Should I?
Epilog

Part 25 : Fighting

24.3K 1.6K 43
By mariaulfa17

Hari Senin adalah hari yang tidak disukai oleh beberapa siswa karena malas untuk mengawali berbagai rutinitas yang sama disetiap minggunya yaitu, sekolah. Terlebih lagi, upacara bendera yang selalu diselenggarakan pada hari Senin menjadi hal buruk lainnya karena harus berdiam diri selama kurang lebih dua jam di bawah teriknya sinar matahari. Begitupun dengan Adella, berat rasanya untuk beranjak dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi.

Berbeda dengan pagi ini, Adella justru sangat bersemangat dan tidak ada kata malas sama sekali di dalam otaknya. Mungkin karena semalam Vino mengajaknya untuk berangkat bersama ke sekolah. Dan itulah yang menjadi alasan mengapa gadis itu tidak seperti biasanya.

Begitu Adella telah menghabiskan sarapannya, ia mendengar suara bel rumah berbunyi. Hal itu membuatnya buru-buru berjalan ke arah pintu rumah. Berhubung kedua orang tuanya telah pergi keluar kota, ia pun hanya pamit kepada Bi Tini sebelum bergegas ke sekolah.

Saat Adella membukakan pintu rumahnya, sosok yang ia rindukan kini berada di hadapannya dengan mengenggam sebuket bunga. Hal itu lah yang membuat Adella merasa beruntung memiliki kekasih seperti Vino. Karena laki-laki itu tau cara memperlakukan perempuan dengan baik.

"Pagi, sayang," ucap Vino dengan senyum yang sudah menghiasi wajahnya.

Gadis itu tersenyum balik pada Vino. "Pagi juga, Kak."

Vino menyerahkan bunga yang dibawanya pada Adella. "Ini buat kamu."

"Makasih, Kak," sahutnya sembari mengambil bunga dari tangan Vino.

Vino mengangguk singkat. "Berangkat sekarang?"

"Bentar, aku simpen dulu bunganya ya, Kak."

"Okay."

Setelah gadis itu menyimpan bunga pemberian Vino di kamarnya, ia segera berlari ke arah pintu untuk menghampiri Vino yang sedang menunggunya di sana.

"Kak, ayo berangkat sekarang."

Vino hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu, ia mengenggam lengan kekasihnya dan menuntun hingga gadis itu telah memasuki mobil hitam miliknya. Setelah keduanya berada di dalam mobil, laki-laki itu langsung saja menancapkan gasnya karena ia tak mau membuat gadis itu terlambat hanya karena ulahnya.

"Hari ini kamu pulang jam berapa?" tanya Vino sekaligus membuka pembicaraan dengan pandangan yang tetap fokus pada jalan raya.

Merasa dirinya diajak berbicara, ia pun menoleh ke arah Vino. "Kalo gak salah sekitar jam 2an, kenapa emang Kak?"

"Pulangnya Vino anter, ya?"

"Gak usah, Kak. Aku bisa pulang sendiri kok," sahut gadis itu.

"Udah gak apa-apa, Vino anterin aja."

"Tapi, aku gak mau ngerepotin Kak Arvin."

Vino terkekeh, lalu membalas ucapan kekasihnya. "Nggak lah, kamu kan pacar Vino sayang, jadi gak apa-apa."

"Yaudah deh, gimana Kakak aja."

"Okay," kata Vino. "Gimana bunganya suka, gak?"

"Suka banget," jawab Adella dengan antusias. "Makasih ya, Kak. Kakak itu selalu bisa bikin aku seneng."

"Itu kan gunanya pacar." Vino mengalihkan pandangannya sesaat ke arah Adella sebelum kembali fokus pada jalan raya. Lalu, satu tangannya digunakan untuk mengusap puncak kepala gadis itu dengan lembut. Sementara, satu tangan yang lain memegang kendali pada stir mobil.

Setelah menempuh perjalanan yang tidak terlalu macet, keduanya pun telah sampai di tempat parkir yang berada di luar sekolah. Vino memang menyimpan mobilnya di tempat yang sama dengan Naufal. Begitu mobil telah selesai diparkirkan, keduanya turun dan berjalan bersama untuk memasuki gedung sekolah.

Saat di depan gerbang, keduanya bertemu dengan Naufal yang diikuti oleh Ryan, Farel dan Rio di belakangnya. Adella mau pun Vino sempat heran dan bingung karena raut wajah Naufal yang sudah penuh dengan emosi dan tidak menghiraukan teriakan dari ketiga temannya itu.

Merasa ingin tahu dengan apa yang sedang terjadi, Vino pun menghampiri Farel. Karena tangan Adella masih berada di genggaman Vino membuat gadis itu mengikuti ke mana Vino melangkah.

"Naufal kenapa, Rel?"

"Biasa lah ada yang ngajak dia berantem, kalo gitu gue ke sana dulu ya," sahut Farel. Lalu, ia berlari meninggalkan Vino dan Adella yang masih tersimpan banyak tanda tanya di dalam benak masing-masing.

Setelah Farel berlari untuk mengejar Naufal, Vino mengajak kekasihnya itu untuk kembali berjalan tanpa menghiraukan hal yang dikatakan oleh Farel barusan. Lalu, Adella angkat bicara ketika keduanya sedang berjalan di koridor sekolah.

"Naufal sering ya Kak berantem gitu?"

"Tergantung, kalo ada orang yang ngajak berantem dan cari masalah duluan, dia pasti gak akan diem aja," jawab Vino.

Adella ber-oh panjang sebelum mengeluarkan suaranya lagi. "Kalo Kakak gitu juga?"

"Iya lah, keenakan orang yang ngajak berantemnya kalo Kakak diem aja."

"Kalo kalah? Terus berantem juga kan ngebahayain diri sendiri, Kak."

"Lebih baik kalah daripada gak berjuang sama sekali. Lagian, kalah itu biasa buat cowo," jawab Vino. "Tapi, harga diri lebih penting, Del."

Gadis itu hanya manggut-manggut seakan sudah tak ada yang ingin ditanyakan lagi. Lalu, keheningan menyelimuti keduanya karena satu sama lain merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Akan tetapi, itu semua tidak berlangsung lama mengingat Adella yang telah sampai di depan kelasnya.

**

"Fal, kita ikut, ya?" tanya Ryan dengan hati-hati mengingat emosi sahabatnya itu sedang tidak stabil.

"Gue bilang gak usah, gue bisa sendiri buat ngehabisin pecundang kaya gitu," balas Naufal menggebu-gebu.

"Seengganya kita jaga-jaga, Fal," kata Farel.

Rio mengangguk setuju dengan perkataan Farel barusan. "Bener kata Farel, Fal. Kita gak mungkin biarin lo pergi sendiri gitu aja."

Tanpa menghiraukan ucapan teman-temannya lagi, Naufal terus berjalan menuju tempat parkir untuk mengambil mobilnya. Lalu, ia segera menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya menuju salah satu SMA Negeri yang berada di Jalan Solontongan Bandung.

Tak membutuhkan waktu lama bagi Naufal untuk bisa sampai di sini. Lalu, ia menyimpan mobilnya secara asal di sebuah mini market. Belum sempat Naufal turun dari mobilnya, ia  mendapatkan sebuah pesan singkat di Line yang berisi tempat pertemuan antara dirinya dengan orang itu pindah ke Jalan Kinanti---letaknya tak jauh dari tempatnya berdiam diri.

Sesampainya Naufal di Jalan Kinanti, ia melihat sebuah warung kecil yang banyak siswa berseragam SMA di dalamnya. Berbeda dengan dirinya yang datang seorang diri, lawannya justru sedang bersama banyak orang---yang Naufal yakini teman satu komunitasnya. Namun, hal itu tak membuat Naufal mundur atau gentar sedikitpun. Justru yang dilakukannya menghampiri warung itu dengan emosi yang sudah menggebu-gebu.

Begitu Naufal menginjakkan kakinya di warung yang dijadikan sebagai tempat kumpulnya komunitas Joker---komunitas yang dibuat oleh salah satu SMA Negeri di Jalan Solontongan tersebut, Erza lah yang pertama kali menyadari kehadirannya. Karena sudah tak sabar untuk menghajar Erza, ia segera menghampirinya tanpa memperdulikan tatapan ataupun ucapan dari teman-teman Erza yang berada di situ.

"Lo kan yang namanya Erza?" tanya Naufal yang kini telah berada di hadapan laki-laki bernama Erza ini.

Erza tersenyum sinis saat menatap Naufal. "Gue gak nyangka lo berani datang sendirian."

"Karena gue bukan pecundang kaya lo," timpal Naufal.

"Harusnya gue yang bilang gitu."

"Eh anjing! Lo bener-bener ngajak ribut." Naufal maju selangkah lagi untuk bisa lebih dekat dengan Erza. Lalu, ia menarik kerah seragam yang sedang dikenakan oleh laki-laki itu. "Maksud lo apa ngejelek-jelekkin gue di depan komunitas lain?"

"Gue ga ngejelek-jelekkin, itu kan fakta," jawab Erza santai.

Sudah tak kuat menahan emosinya lebih lama lagi, Naufal langsung melayangkan sebuah pukulan tepat di wajah Erza. Erza meringis kesakitan karena pukulan yang diberikan oleh Naufal tidak bisa dibilang pelan. Lalu, ia menarik lagi kerah baju Erza agar laki-laki itu bertatapan langsung dengan wajahnya.

"Lo punya masalah apa sama gue? Hah?"

Yang ditanya tidak langsung menjawab melainkan terdiam sesaat karena sedang berusaha mengatur napasnya yang tidak beraturan itu. Hingga Naufal mengeluarkan suaranya lagi karena tidak mendengar sepatah kata pun yang keluar dari mulut Erza.

"Jawab, anjing!" teriak Naufal membuat Erza sedikit terperangah.

Erza berusaha untuk membalas ucapan Naufal. "Gue benci sama tingkah lo yang playboy itu."

"Urusan sama lo apa, brengsek? Hidup-hidup gue! Lo ngerasa pernah dimainin sama gue juga?" tanya Naufal dengan senyum miring yang telah menghiasi wajahnya. "Alasan lo gak masuk akal."

Giliran Erza lah yang memukul Naufal sebagai balasan untuk pukulan yang tadi. Setelah itu, ia menjawab ucapan laki-laki yang berada di hadapannya, "Bukan gue, tapi Viola! Dan gue gak suka lo seenaknya mainin cewe kaya gitu, anjing!"

Setelah mendengar penuturan Erza barusan, Naufal menautkan alisnya seakan masih kurang puas. "Emang lo siapanya Viola? Sampe ikut campur sejauh ini."

"Gue mantan dia."

"Tapi, lo salah besar udah berani cari gara-gara sama gue," ujar Naufal dengan tatapan yang sangat tajam pada Erza disertai senyuman sinisnya. "Harusnya lo berpikir dua kali kalo mau berurusan sama gue."

"Ada juga gue yang ngomong gitu," balas Erza disertai tawanya. "Lo kelas 11, gue kelas 12. Seharusnya, lo bisa sedikit hormat sama gue."

"Gue gak nanya dan gak peduli mau lo kelas berapa pun." Naufal menatap Erza sengit. "Terus mau lo apa? Berantem?"

"Kenapa nggak? Udah lama juga gue gak mukul orang, apalagi cuma anak kelas 11," ujar Erza sambil terkekeh pelan.

Tanpa banyak berkata-kata lagi, Naufal melayangkah sebuah pukulan bertubi-tubi pada Erza. Erza yang mendapatkan serangan secara mendadak sedikit tersentak sekaligus meringis kesakitan. Namun, tak mau terlihat lemah di hadapan lawannya. Erza pun berusaha sekuat mungkin mengumpulkan tenaganya dan membalas pukulan Naufal secara bertubi-tubi juga.

Tiba-tiba salah satu teman Erza yang bernama Raka menghampiri keduanya berusaha untuk melerai sebelum pertengkaran menjadi lebih parah. Raka melakukan ini semua karena tak mau sahabatnya dipermalukan oleh Naufal. Tentu saja, ia sudah bisa menebak jika Naufal pasti akan mengalahkan Erza terlihat dari kemampuan bertengkarnya.

"Za, udah Za," ucap Raka yang berusaha memposisikan agar dirinya berada di tengah-tengah Naufal dan Erza.

Naufal mendorong teman Erza itu hingga posisinya tidak lagi berada di tengah sehingga ia dapat leluasa untuk memberikan pukulan lagi pada Erza. "Minggir lo, anjing!"

Naufal hanya tersenyum miring karena pukulan yang diberikan oleh Erza tidak ada apa-apa baginya. Ia pun segera menendang tubuh Erza hingga laki-laki itu terjatuh. Lalu, ia menduduki tubuh Erza dan memberikan pukulan terakhir. Karena ia sudah memutuskan untuk secepatnya pergi sebelum masyarakat mulai menyadari dan resah akan pertengkaran ini.

Saat ini, memang belum ada yang menyadari mengingat waktu masih menunjukkan pukul 8 pagi. Sementara, pemilik warung hanya diam saja karena salah satu teman Erza memintanya untuk membiarkan pertengkaran tersebut. Namun, sebelum benar-benar pergi dari tempat itu, Naufal berbicara lagi.

"Gue tau gue emang brengsek, tapi lo gak perlu nambah-nambahin biar diri gue makin keliatan lebih brengsek di depan komunitas lain. Itu gak akan bikin lo keliatan baik juga, jadi gak usah buang-buang waktu. Dan cara lo buat ngejatuhin gue terlalu banci," jelas Naufal dengan senyum miring yang selalu menghiasi wajahnya menambah kesan galak dan angkuh. "Kemampuan lo cuma segitu? Hah? Kalo cuma segitu, jangan berani-beraninya cari masalah sama gue, anjing!"

Lalu, Naufal beranjak dari tempatnya---yang tadi menduduki tubuh Erza dan berjalan menuju mobilnya agar bisa pergi dari tempat tersebut. Lagipula, Naufal juga sudah puas melihat lawannya tak berdaya.

Tanpa Naufal sadari, ketiga temannya sedang melihat sekaligus mengawasinya dari jauh. Bukannya tidak mau membantu Naufal, tetapi laki-laki itu akan sangat marah besar jika seseorang sudah mencampuri urusan yang bisa diselesaikan oleh dirinya sendiri.

Dan ketiga temannya pun cukup yakin jika Naufal tidak mungkin akan membiarkan lawannya kalah. Seperti saat ini, ketiga temannya sudah menduga jika Naufal pasti memenangkannya terlihat dari Erza yang sudah tak berdaya.

**

A/n:
Menurut kalian, naufal itu kaya gimana sih? Jangan lupa kasih pendapat kalian ya. I wanna know your opinion guys, thank u! -maria

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 341K 76
#VERNANDOSERIES 4 👸🏻 Dalam hidup, Aresh tak pernah menyesali semua pilihan yang telah dipilihnya. Kalau pun salah memilih, ia pasti berusaha mengat...
422 77 36
(vote dari kalian buat aku semangat menulis) Kenyataannya, dia berbohong. Tapi aku tahu itu bukan salahnya. Karena nyatanya, aku hanyalah salah satu...
1.8K 123 82
EPHEMERAL Sejenak beralih dari ~Don't Leave Me~ dan ~Psychopath Doctor~, Ucu Irna Marhamah kembali menulis novel romance di tahun ini. Hope you like...
57.5K 8K 23
Zeke Ercrest. Seorang anak manja yang berkelimpahan kasih sayang, harta, dan juga popularitas. Anak manja yang selalu mendapatkan apa yang ia inginka...