RIVALOVA: Should I Marry My F...

By ohputrianandass

18.1K 4.2K 1K

Sese Couple feat NCT Genre: Romance Comedy Released: April, 12th 2021 Rate: 16+ Blurb: "Kagak usah sok keren... More

INTRO
PROLOGUE
1. Tamu Dadakan
2. Warteg Mas Tarno
3. Nasib Buruk
4. Mabok
5. Insiden Semalam
6. Akad
Rivalova is Back!
7. Sebuah Kesalahan
8. Jadi, Apa yang Perlu Kita Bicarakan?
9. Kesepakatan
10. Echan dan Pertanyaan Brutalnya
11. Pagi yang Canggung
12. Pos Satpam
13. Perasaan Tulus
14. Urusan Gue Bukan Lo
15. Gadis yang Tertawa
16. Kelewatan
17. Merah Menyala
18. Terciduk
19. Pagi yang Berisik
20. Something Wrong With Him
21. Sebuah Permintaan
22. Jangan Takut
23. Tumben
24. Bahagia atau Kecewa?
25. Garis Akhir yang Bagaimana?
26. Album Foto
27. Video Masa Kecil
28. Gerah
29. Bersin-bersin
30. Kemenangan Telak
31. Perasaan Aneh
32. Drama Depan Pintu
33. Siklus yang Sama
34. Tante Usil Menyebalkan
35. Tidak Suka
36. Akan Indah Pada Waktunya
37. Mengakulah!
38. Lo Yang Bisa Bikin Dia Berhenti
39. Lakon
40. Tuntutan Opung
41. Satu Kosong
42. Satu Sama
43. Sama-sama Keras Kepala
44. Ledakan Amarah
45. Kado Anniversary
46. Ayo Pergi!
47. Full Booked
49. 'Bukan'
50. Ketar-ketir
51. Panas
52. Bingung
53. "Kesalahan"
54. You Are Safe Now
55. Makan Malam dan Hal yang Mengejutkan
56. Menembus Hujan
57. Kenapa Dia Melakukan Semua Ini?
58. Lepas Kendali
59. Ketahuan
60. Kalian Harus Melakukannya
61. Satu Pelukan Saja
62. Hati-hati Di Jalan
63. Biar Gue Jemput
64. Renovasi
65. Ceroboh
66. Sungguhan atau Kepura-puraan?
67. Sean Lagi
68. Kenyataan Pahit
69. Pulang Sendiri
70. Panas dan Impulsif
71. Urusan Masing-Masing
72. Gossip
73. Tumpah Ruah
74. Disappointed
75. Hal-hal yang Berakhir Melukai
76. Berhari-hari
77. Mimpi atau Kenyataan?
78. Permohonan Maaf
79. Pengakuan
80. Keraguan dan Pertemuan
81. Perjanjian Pernikahan
82. Confess
83. Pertanyaan yang Bikin Emosi
84. Ya, Gue Juga Mau
85. Jangan Bilang Sean Setan Lagi
86. Lo Jangan Aneh-aneh, Nanti Gue Laporin Polisi
87: You Hate Her But You Like Her More
Chapter 88. A Wedding Gift
Chapter 89: Obat dari Segala Kesakitan
Chapter 90: Too Hot to Handle

48. Tumben Nurut?

128 38 12
By ohputrianandass

As usual, give vote and comments yaaaa

Extra bed yang dipesan sudah ditata sedemikian rupa ke dalam kamar hotel Sean dan Seje. Kamar mereka memang cukup luas, namun sisi yang cukup untuk diisi oleh sebuah extra bed hanyalah sisi yang berada tepat di sebelah kasur utama. Alhasil, mau tak mau, Seje yang semula sempat keberatan itu pun menurut saja kala staf hotel menjelaskan dan menyatakan bahwa kasur tambahan yang mereka bawa tidak bisa diletakkan di tempat lain selain di situ.

Karena itulah, Seje yang kini tampak sibuk membongkari barang-barang bawaannya itu tak henti-hentingnya memberi peringatan pada Sean yang sedang rebahan di atas extra bed yang berukuran pas-pasan badannya tersebut.

"Pokoknya gue peringatin ya, lo jangan lewatin batas itu!" tegas Seje untuk ke sekian kali, seraya mengarahkan telunjuknya pada sebuah scarf panjang miliknya yang ia jadikan pembatas di lantai yang membelah kasurnya dan kasur Sean seluas tak lebih dari 20 senti meter tersebut.

Sean yang mendengarnya lantas menghela napas panjang. Lalu ia bergerak meletakkan ponselnya dan bergerak bangkit dari baringannya. Berjalan ke arah lemari pakaian yang ada di depan kasur Seje.

"Tenang aja, gue gak sebrengsek itu kok buat ngapain-ngapainin lo," ucapnya sembari melepaskan jaket yang sedari tadi masih dipakainya itu.

Melihat gerak-gerik Sean tersebut, Seje pun spontan salah fokus.

"Itu lo mau ngapain?!" tanyanya galak.

"Buka jaket."

Seje mengerutkan dahinya dalam-dalam.

"Tenang aja. Gue gak mungkin telanjang di sini."

"Of course not! Gue teriakin lo kalau sampai—"

"Pssttt! Lo lupa kita di mana? Udah. Gue gak mungkin ganti baju di sini."

Seje diam seketika. Merasa aman setelah mendengar jawaban Sean tersebut.

"Lo makanya jangan kebanyakan baca komik. Imajinasi lo jadinya liar banget kan."

Dikomentari demikian, tentu saja Seje agak tak terima. Menurutnya, tak ada korelasi antara apa yang menjadi bacaannya dengan sikapnya. Membaca komik tak membuatnya jadi seperti yang Sean bilang. Situasi barusan memang terlihat ambigu, makanya wajar jika Seje bereaksi demikian. Setidaknya itu yang diyakini gadis itu.

"Dih, apaan sih." Seje pun merespon sewot.

"Ya kan bener. Lo mikirin apaan tadi coba? Lo pasti ngira gue mau shirtless di sini sekaya karakter-karakter yang sering lo baca di komik itu kan?" Sean tanpa ragu-ragu langsung menyeringai. Tampak begitu menyebalkan di mata Seje.

"Sorry, tapi gue gak semurah itu untuk ngumbar badan bagus gue di hadapan sembarang orang."

Sumpah demi apapun, Seje tak bisa percaya pada kepercayaan diri seorang Sean yang selangit itu. Dih, boro-boro memikirkan hal semacam itu benar-benar akan terjadi, membayangkannya saja Seje tak ingin.

Jadi, dari pada gadis itu meneruskan balasan demi balasan yang hanya akan mengundang kata-kata menggelikan lainnya dari Sean, Seje pun memutuskan untuk mendecih sarkas saja lalu diam. Kembali melanjutkan aktivitasnya merapikan pakaian-pakaiannya sebelum nantinya akan ia masukkan ke dalam lemari.

Sepanjang melakoni aktivitasnya tersebut, Seje terlihat begitu senang. Ia bahkan sampai bersenandung kecil, seraya menari-nari ringan ketika mengangkati pakaian-pakaiannya ke dalam lemari kayu tebal yang tadinya sempat dibuka oleh Sean itu.

Sean yang kini sudah kembali duduk ke atas kasurnya itu lantas dibuat penasaran dengan tingkah Seje tersebut.

"Lo seneng banget kayanya?" ia pun bertanya pada sang gadis. Enggan menelan rasa ingin tahunya sendiri.

Seje yang sadar pertanyaan tersebut diajukan padanya pun menoleh sebentar pada Sean. Tampa ia sadari, hatinya yang sedang girang membuat kedua sudut bibirnya terangkat samar. Gadis itu tersenyum tipis.

"Ya seneng lah, soalnya mau ke Disneyland," jawabnya kemudian.

"Lo emang sepengen itu ke Disneyland?"

"Ho oh!" Seje menganggukkan kepalanya sembari melipat sisa pakaiannya yang tinggal sedikit. "Soalnya belom pernah," katanya lagi.

"Loh bukannya pas SMP dulu lo ikut ke Singapur?" tanya Sean heran. Bukan apa, sepengetahuannya dulu, ketika mereka masih sama-sama duduk di bangku SMP, keluarga mereka pernah melaksanakan jalan-jalan keluarga ke Singapura dengan Sean yang memilih untuk tidak pergi karena kakinya yang masih sakit karena keseleo main basket.

"Iya, tapi gue gak ikut pas ke Disneylandnya." Mendadak, Seje yang mengenang itu dibuat sedikit murung.

"Kenapa?"

"Gue demam."

"..."

Sean yang diam menemui Seje tersenyum kecil sesaat kemudian. Sebuah senyum yang entah mengapa membuat Sean terhenyak sesaat.

"Sayang banget, padahal waktu itu gue udah nyiapin segala macem buat pergi. Tapi pas malamnya, gue malah drop. Besoknya gak jadi pergi deh."

Sean masih terus menyimak, tak memberi komentar apa-apa.

"Emang gitu ya, apa yang udah direncanain terkadang berjalan gak sesuai dengan yang diharapin."

"Tapi pada akhirnya lo bakal pergi sekarang."

Seje kini mengarahkan wajahnya pada Sean yang baru saja berujar.

"Walau dulu, apa yang lo harapin gak terkabul. Minimal saat ini, walau itu udah bertahun-tahun kemudian, keinginan lo bakal terkabul."

Mendengarnya, entah mengapa Seje merasa ada sesuatu yang hangat membasuh benaknya. Ia tak bisa memungkiri bagaimana sepasang mata Sean yang memandangnya teduh itu telah berhasil membuat segala gundah yang tadinya bersarang di benaknya menguap begitu saja.

Lalu, tanpa bisa ditahan, senyum tulus Seje menguar begitu saja.

Untuk ke sekian kalinya menyihir Sean yang kini dibuat terdiam. Tak bisa memikirkan apa-apa selain sosok perempuan berambut panjang yang duduk tak jauh darinya itu, tengah menganggukkan kepala seraya tersenyum dan menyalipkan anak rambutnya di belakang telinga.

Tidak tahu mengapa, pemandangan itu terasa begitu indah di mata Sean.

Ia hanyut dalam senyum Seje tersebut, sampai akhirnya ia kembali pada kenyataan setelah pandangannya tanpa sengaja bertemu dengan sepasang mata Seje yang secara tiba-tiba menatap ke arahnya.

Bagai pencuri yang tertangkap basah, Sean pun buru-buru mengalihkan matanya ke arah lain. Sempat kikuk dan salah tingkah, tapi ia yang pintar mengelola ekspresi dan sikapnya itu, berhasil meminimalisir debaran di jantungnya yang tak tahu kenapa membuatnya sempat kesulitan berpikir jernih.

"Oh iya, di tiket yang dibeli opung. Ke Disneylandnya tanggal berapa?" tanya Seje masih dengan binar-binar antusias di sepasang matanya.

Sean yang memang tak sempat memperhatikan tanggal di tiketnya itu pun buru-buru mencari backpacknya untuk mengeluarkan dua tiket yang dimaksud dari dalam salah satu kantung tasnya.

Setelah membaca tanggal yang tertera di dua lembar kertas itu, Sean pun kembali mengarahkan tatapnya pada Seje.

"Tanggal 15," katanya pelan.

"Wah, hari terakhir dong." Seje berujar dengan nada datarnya. Tapi di balik wajahnya yang berupaya terlihat baik-baik saja itu, Sean bisa menangkap rona agak kecewa di sana.

"Kayanya opung tahu kalau lo emang sepengen itu ke Disneyland," kata Sean kemudian.

"Maksud lo?"

"Ini sengaja tiketnya dibeli buat hari terakhir kita di sini. Mungkin tujuannya biar lo bisa puas-puasin di satu hari itu. Dan juga, biasanya kan yang paling spesial itu selalu diletakin di akhir. Opung gue prinsipnya kaya gitu."

Mendengarnya, seketika wjaah Seje cerah lagi. Setidaknya ia sangat sepakat dengan bagian akhir dari kalimat Sean tersebut. Sesuatu yang paling penting, memang paling tepat diletakkan di bagian akhir. Seje juga tipikal orang yang akan melakukan hal seperti itu.

"Bener sih, gue setuju." Tukasnya kemudian. "Btw, gue masih amazed sih sama opung. Bisa-bisanya ya sedetil itu nyiapin semuanya."

"Siapa dulu dong cucunya..." penyakit over confident Sean kumat lagi.

"Dih!"

"Kenapa sih sewot banget?"

"Ya abis kepedean lo gak ada habisnya."

"Namanya juga gue."

"Dih malah bangga!" Seje kesal, tapi entah kenapa kini ia merasa tak ingin marah beneran. Ia malah berupaya menahan gelak tawanya yang sudah ingin meledak kala melihat ekspresi Sean yang entah mengapa tampak lucu di matanya.

"Eh tapi gue gak habis pikir sih sama opung." Mendadak nada bicara Sean serius lagi.

"Kenapa?"

"Bisa-bisanya dia ngeprint semua tiketnya padahal sekarang bisa pake e-ticket doang?"

"Ya namanya kakek-kakek."

"Iya sih."

"Yaudah, gih. Mandi lo duluan, abis itu giliran gue. Gue masih mau beberes sedikit lagi."

Untuk kali pertama dalam sejarah, Sean menuruti kata-kata Seje tersebut. Tanpa bantahan sekata atau setitik pun. Laki-laki itu bahkan sudah bangkit dari posisinya, berjalan menuju lemarinya dan mengambil beberapa potong pakaian serta handuk dan alat mandinya.

Lantas, Seje yang dibuat terheran-heran dengan sosok yang sudah melenggang ke kamar mandi itu pun melongo sebentar dengan kedua tangan yang masih berada di tengah-tengah sesi melipat pakaiannya.

Tumben nurut?

Batinnya lalu tertawa kecil.

****

Continue Reading

You'll Also Like

77.6K 6.3K 76
Ini hanya sebuah fiksi dan jangan sangkut pautkan kepada real life. Selamat membaca. Jangan lupa untuk votenya.
STRANGER By yanjah

General Fiction

258K 28.9K 34
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...
482K 3.8K 16
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
589K 56.1K 45
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...