DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)

By Nisaka18

269K 13.4K 729

Kamila tak pernah menyangka harus membagi waktunya sebagai seorang istri dari Daffa Alhusayn. Dirinya masih a... More

PART 1: TIGA BULAN LALU
PART 2: SENTUHAN PERTAMA
PART 3: LEBIH DEKAT
PART 4: TENTANG DAFFA
PART 5: BONTANG-SAMARINDA
PART 6: TIDAK BETAH
PART 7: UNTUK PENGANTIN BARU
PART 8: PENASARAN
PART 9: PAGI BERSAMA KAMU
PART 10: KAMAR KITA
PART 11: KAMILA MUAL
PART 12: SAKIT
PART 13: BERBOHONG
PART 14: BUKU DAN PAKAIAN TAK SENONOH
PART 15: KEGUSARAN DAFFA
SS: BELAJAR MELAYANI SUAMI
PART 16: MIMPI ITU, RENGKUHANMU DAN KECUPANKU
PART 17: KEMBALI BERTENGKAR
PART 18: KONTRAKAN ITU
PART 19: TERKEKANG
PART 20: KABUR
PART 21: TELEPON DARI SEORANG PEREMPUAN
PART 22: RAGA YANG TAK BEBAS
PART 24: BERHENTI MEMANGGIL 'KAKAK'
PART 25: BUNTUT KEBOHONGAN KAMILA
PART 26: LEPAS KENDALI
PART 27: ENGGAN BERSAMAMU
PART 28: CACIAN TAJAM
PART 29: KILASAN PERISTIWA MALAM ITU
PART 30: BERHENTI MENGHINDAR
PART 31: TAK DIINGINKAN
PART 32: YANG DISEMBUNYIKAN
PART 33: DOKTER KARTIKA
PART 34: SUASANA YANG BEKU
PART 35: OMONGAN TETANGGA
PART 36: ADA KABAR BAHAGIA
PART 37: GARA-GARA MANGGA!
PART 38: NIAT BURUK
PART 39: DALAM BAHAYA
PART 40: DALAM BAHAYA (2)
PART 41: RASA KALUT
PART 42: BELUM INGIN
PART 43: SELEMBAR FOTO
PART 44: BAYANGAN DIA
PART 45: CEMBURU
PART 46: SULIT MENJAUH
PART 47: MAKAM
PART 48: CINCIN
PART 49: MEMILIH PERGI
PART 50: MENGALIHKAN PIKIRAN
PART 51: MEMINTA BERPISAH
PART 52: PETUAH AYAH
PART 53: MERINDU
PART 54: MUAK
PART 55: BERTEMU?
PART 56: CARA BERKOMUNIKASI
PART 57: BERSUA MENEBUS RINDU (SELESAI)
EKSTRA PART 1: 'SEBUAH NASIHAT'
EKSTRA PART 2: 'MOMEN MANIS'
EKSTRA PART 3: 'PILLOW TALK'
SPECIAL PART: 'BUAH CINTA'

PART 23: TELEPON DARI MAMA MERTUA

2.2K 151 2
By Nisaka18

Hargai tulisan ini dengan vote dan komen

🌸Terima kasih🌸

Kafe Renjana, milik Daffa tidak termasuk dalam jaringan restoran besar seperti milik para artis ibu kota. Namun, keberadaan kafe itu berhasil diperkenalkan oleh Rasya. Adiknya itu gencar mempromosikan kafe miliknya. Tanpa Daffa minta. Perlahan Renjana mengibarkan namanya, bersaing dengan kafe yang punya nama besar.

Relasi Rasya dengan para selebgram ibu kota sangat membantu usaha Daffa. Kunjungan Rasya ke Renjana bersama teman-temannya, tak lupa mengabadikan moment di sana dan membuat banyak orang tertarik untuk datang menguntungkan.

Hari ini adalah hari terakhir Daffa di bandung. Daffa bersama Laden, manajer kafe Renjana cabang kota ini melakukan pertemuan dengan seorang copywriter dan desainer grafis. Pertemuan itu membahas terkait pembuatan daftar menu yang menarik dan pembaruan daftar menu yang dilakukan setiap enam bulan sekali. Mereka banyak membicarakan layout dan desain yang baik untuk pembaruan kali ini, jangan sampai tata letak desain menu tampak membosankan. Seusai pertemuan itu, Daffa mengeluh pada Laden ketika mendapati pemasaran mereka melalui media sosial menurun.

"Oh iya kemarin pak Rasya ke sini, nyari bapak." Daffa masih mengabaikan semua panggilan Rasya dan menolak bertemu pria itu.

"Kalau dia nanti datang, bilang aja kalau saya sudah pulang ke Samarinda." Daffa curiga Vega yang memberitahu Rasya jika dirinya saat ini berada di Bandung.

"Baik pak." kata Laden.

"Laden, kembali ke topik kita. Siapa yang pegang instagram kafe Renjana?" ujar Daffa.

"Naila pak." Daffa menghela napas panjang. Dia menumpukan kedua sikunya ke meja sembari memaku pandangan pada layar laptop.

"Kita gak bisa hanya mengandalkan Rasya, kamu tahukan saya tidak pernah membayar jasa Rasya? Dia selalu menolak. Kalau kalian hanya mengandalkan promosi dari dia, begini jadinya. Masa medsos orang lain lebih gencar dibanding medsos kita? Jangan andalkan promosi dia, karena tentu kita juga bisa optimal mempromosikan kafe ini. Lain kali jangan diabaikan." Tegur Daffa dengan suara serius, lalu menyandarkan punggungnya ke senderan kursi.

"Jangan lupa tegur Naila." Sambung Daffa.

"Baik pak."

Lelaki dengan kemeja motif kotak-kotak itu pun pamit, Laden keluar meninggalkan Daffa seorang diri. Pikiran Daffa teralihkan ketika merasakan ponselnya bergetar. Layar ponsel itu menampilkan nama si pemanggil. Mama, Ibu mertuanya. Dengan rasa enggan ia mengangkat panggilan itu.

"Assalamualaikum Ma." Sahut Daffa

"Walaikumsalam, kamu masih lama di Bandung?"

"Besok insha Allah pulang ma."

"Ya, seharusnya begitu. Kamu gak boleh tinggalin Kamila lama-lama. Apalagi sendiri, kamu tau sendiri pergaulan mahasiswa sekarang banyak yang melewati batas. Mama gak mau dia terbawa arus dan merusak dirinya sendiri." Jujur Daffa enggan mendengar suara ibu mertuanya, dia seolah menjadi suami yang tidak becus dan sangat butuh arahan.

Jemari Daffa gemetar mendengar rentetan kalimat mama barusan. Ucapan itu kembali dia dengar. Dia pernah, dia pernah mendengar perkataan itu. Perkataan yang membuatnya dikuliti rasa bersalah dan amat tertekan.

"Iya ma, Daffa besok pasti pulang."

"Oke, Daffa karena kamu sudah menikahi anak mama. Tanggung jawab Kamila sepenuhnya ada di tangan kamu. Kamu tentu tau risiko hidup di kota besar bagaimana, dan kamu tau Kamila tidak besar di kota besar itu dan belum pernah tinggal jauh dari mama. Tolong jaga anak mama, kehormatannya sebagai istri dan perempuan ada di wajah kamu. Kamu boleh bertindak memaksa dia, jika itu memang yang terbaik. Sekali lagi tolong jaga anak mama, jaga istrimu."

Beberapa menit usai panggilan itu terputus dengan salam, Daffa memijat pelan pelipisnya. Dia mengulang tiap perkataan mama mertuanya dalam benak. Hingga Daffa kembali dikungkung oleh rasa bersalah, rasa bersalah yang telah lama terkubur itu kembali menekannya.

***

Kamila benar-benar ingin mengumpat sekarang! Dina melupakan makalah kelompok mereka, sedangkan hari ini mereka harus maju presentasi. Harusnya Kamila tidak menitipkan makalah itu pada Dina jika perempuan itu teledor begini. Pukul delapan pagi kelas akan dimulai dan kelompok mereka yang bertugas memaparkan materi. Solusi satu-satunya adalah Dina harus pulang mengambil makalah itu. Masih ada 60 menit sebelum kelas pertama dimulai. Kamila pun menemani Dina kembali ke rumah dengan gocar.

Kamila tak menyangka Dina beberapa hari ini menginap di hotel yang dekat dengan kampus mereka. Katanya dia bertengkar dengan orang tuanya hingga enggan untuk pulang dan memilih menginap di hotel. Gaya bertengkar orang kaya sungguh berbeda dan memakan duit! Biaya menginap semalam saja bisa setara dengan uang jajan Kamila dalam seminggu, Kamila merasa Dina hanya menghambur-hamburkan uang saja.

Sekarang Kamila duduk di lobi menunggu gadis itu, untungnya jarak hotel yang dekat tidak membuang banyak waktu. Meski begitu Kamila tetap cemas dan harus terburu-buru kembali ke kampus sebelum dosen mereka lebih dulu tiba di kelas. Dina pun muncul dengan langkah tergesa-gesa membawa makalah itu.

"Kamu gak papah?" tanya Kamila yang melihat wajah Dina yang pucat.

"Hm? Gak, aku gak papah. Yuk buruan pesan gocar."

Mereka tiba di kampus dua puluh menit sebelum kelas pertama dimulai.

"Makalahnya ada kan?" Marisa mendekati Kamila dan Dina yang berjalan menuju kelas.

"Ada kok." Kata Kamila.

Merasakan lengannya digandeng erat oleh Dina, perempuan itu menengok dan mendapati wajah Dina yang masih pucat. Dina menyentuh perutnya dan melepaskan tangan Kamila.

"Aku ke toilet bentar ya." Ujarnya. Kamila hanya mengangguk dan ikut masuk ke kelas bersama Marisa.

"Kalian kok cepet? Rumah Dina deket sini La?" tanya Marisa yang mengulurkan tangan meminta makalah itu.

"Gak tau, kami ini dari hotel depan."

"Hah? Ngapain?" lipatan di dahi Marisa semakin dalam, tak mengerti maksud perkataan Kamila.

"Dia nginap di hotel." Kamila sungkan bercerita pada Marisa, alasan Dina tinggal di hotel untuk waktu sementara. Dia tidak berhak menceritakan itu.

"Kok ngi-nginap di hotel?" bisik Veni, dia penasaran setelah mendengar obrolan Kamila dan Marisa.

"Ya mana aku tau, kali aja dia anak yang punya hotel?" balas Kamila. Mencoba membawa pikiran temannya untuk berhenti bertanya.

Begitu Dina masuk kelas dan duduk di sebelah Marisa, Kamila menyodorkan air mineral ke perempuan itu. Marisa menatap khawatir ke wajah Dina yang tidak merona seperti biasanya. Dia takut anggota kelompoknya itu tumbang saat kelompok mereka presentasi di depan.

Bersambung



Continue Reading

You'll Also Like

176K 8.1K 30
Zia Jovita adalah seorang wanita berusia 21 tahun. Zia adalah seorang Caddy atau pramugolf di Diamond Golf Course yang berada di sudut kota Bogor. Se...
240K 12.5K 32
Ketika Arini dipaksa untuk menggantikan posisi kakaknya untuk Romeo. Lalu ketika Romeo terpaksa menikahi Arini, yang benar-benar sangat membuatnya be...
10.9K 212 76
Sinta menyukai Adit yang ternyata sudah memiliki kekasih.
129K 7.5K 13
Jenar sudah memikul beban cemoohan dari para tetangganya di kampung akibat mempunyai badan gemuk, dan tidak memiliki paras cantik. Dan lebih parah ma...