Tentang Kamu dan Rindu โœ…

By lailiazzda

25.7K 1.6K 307

Ini adalah cerita tentang aku yang tak bisa seumur hidup dengan seorang lelaki yang sudah jelas seumur hidupn... More

Bagian 1 - Aku
Bagian 2 - Sebuah Rencana
Bagian 3 - Sebuah Mimpi
Bagian 4 - Terdiam
Bagian 5 - Rumah Makan Padang
Bagian 6 - Begadang
Bagian 7 - Sekolah Damara
Bagian 8 - Danau Talang
Bagian 9 - Jam Gadang
Bagian 10 - Kepergok!
Bagian 11 - Pelukan Pertama
Bagian 12 - Seribu Rumah Gadang
Bagian 13 - Homestay
Bagian 14 - Video Call
Bagian 15 - Seribu Rumah Gadang (2)
Bagian 16 - Puncak Bangun Rejo
Bagian 17 - Puncak Pinang Awan
Bagian 18 - Kebun Teh Liki
Bagian 19 - Lubuak Paraku
Bagian 21 - MOS
Bagian 22 - Cekcok
Bagian 23 - Rancak Bana!
Bagian 24 - Penolakan
Bagian 25 - Hadiah
Bagian 26 - Hamil?!
Bagian 27 - Melahirkan
Bagian 28 - Hilang
Bagian 29 - Masalah
Bagian 30 - Kejutan atau Trauma?
Bagian 31 - Kalimantan Selatan bersamamu
Bagian 32 - Berantem
Bagian 33 - Bullying
Bagian 34 - Fitnah
Bagian 35 - Merantau
Bagian 36 - Kuliah
Bagian 37 - Sisi Lain
Bagian 38 - Janggal
Bagian 39 - Sedikit Diriku Untukmu
Bagian 40 - Jujur
Bagian 41 - Harta Karun
Bagian 42 - Pulang
Bagian 43 - Mungkin Saja
Bagian 44 - Tempat Pulang
Bagian 45 - Album Foto
Bagian 46 - Khusus Buatmu, Dam.

Bagian 20 - Berpisah dengan Sumatera Barat

122 22 11
By lailiazzda


...Adil bukan berarti setara.

---


Malamnya di rumah Damara, kami berempat ngobrol banyak mulai dari adat Minangkabau dan adat Banjar hingga akhirnya Kak Radit yang ngajakin main Jelangkung tengah malam.

"Main jelangkung, yuk!" ajak Kak Radit yang kelihatannya gak takut sama sekali.


"Ini udah tengah malam woi, g*la kau!" kata Meida.


"Gapapa, kan, ada Damar," kata Kak Radit lagi.


"Dih males, kalo cuman kita cowok bertiga mainnya gapapa. Takutnya kenapa-kenapa pas main sama cewek," Damara langsung menolak.


"Yahh.. gak asik banget!" Kak Radit cemberut.


"Lebih baik sekarang kalian berdua tidur di kamarku, kasian Anin besok dia, kan, pulang. Jangan lupa kunci pintunya kalo ni buaya satu tiba-tiba lepas dari kandang terus masuk ke kamar kalian," kata Damara pada aku dan Meida sambil menunjuk Kak Radit.


"Jangan sampe gua laporin lu ke Polisi atas tuduhan pencemaran nama baik, deh," kata Kak Radit ke Damara.


"Palingan lu yang ditangkep sama Polisinya," kata Kak Ega.


"Bener banget, mukanya emang muka kriminal," kata Damara. Sebelum aku melihat pergelutan untuk kesekian kalinya, aku dan Meida langsung berpamitan buat tidur pada mereka bertiga.


"Yaudah, yuk, tidur, Nin. Aku ngantuk juga nih," ajak Meida.


"Oke, kami duluan, ya! Jangan gak tidur kalian!" kataku pamit pada Damara, Kak Radit, dan Kak Ega.


"Oke, met tidur yach kalyan bidadari surga aqueh!" kata Kak Radit. kami berdua melambaikan tangan sambil menuju ke kamar Damar di lantai dua.

~~~

"Aku kunci pintunya gapapa, Nin?" tanya Meida setelah sampai ke kamar Damara.


"Iya, kunci aja gapapa, kok," kataku.


"Oke." Meida pun mengunci pintu kamar Damara dan langsung merebahkan diri ke kasur Damara. Sedangkan aku memperhatikan sekeliling.


Mataku berkeliling mengitari setiap sudut kamar Damara. Kamarnya berwarna coklat cerah, gak terlalu luas dibandingkan kamar tamu. Ada satu lemari besar tingkat 3 tanpa pintu yang menyimpan banyak koleksi merchandise anime, dari action figure, manga, dan yang lainnya. Sepertinya Damara suka banget sama anime. Menurutku, sih, dia sudah golongan wibu.

Di paling atas lemari itu tersusun banyak piala. Aku melihat dengan saksama piala-piala itu. Dari lomba yang berbau Jepang dan yang paling mendominasi adalah piala seputar teknologi. Di sebelah lemari itu terdapat meja komputer, speaker warna hijau dengan berbagai peralatan pendukungnya yang super lengkap. Bisa dibilang waktu itu komputer jarang yang punya dan masih mengandalkan warnet meskipun teknologi sudah cukup berkembang.

Di sebelah meja komputer itu ada kaca besar dan gantungan baju. Di seberangnya adalah kasur besar sekaligus lemari pakaian di bawahnya dengan sprei berwarna navy sedangkan lantainya diselimuti oleh karpet bulu warna coklat tua. Kamarnya wangi. Wangi itu mungkin berasal dari parfum yang biasa Damara pakai dan kamarnya rapi karena baru saja Damara bersihkan setelah kedatangan kami. Secara keseluruhan, kamarnya amat baik untuk kategori kamar seorang lelaki.

"Kamu udah sering ke rumah Damar?" tanyaku ke Meida setelah selesai mengamati kamar Damara.


"Hmm... gimana ya? Kalo kataku, sih, lumayanlah. Dia orangnya gak terlalu suka kalo ngumpul sama temen-temen cewek kecuali temen deket. Jadi karena aku temen deket dia, aku lumayan sering ke sini," jawab Meida.


"Ooo... emang biasanya kalo ke sini selain kamu ceweknya, siapa lagi?" tanyaku semakin penasaran tapi aku buat seolah itu hanya pertanyaan basa-basi.


"Damara punya dua temen akrab cewek, aku sama yang satu lagi namanya Juli. Tapi Juli lagi sibuk karena dia lagi lomba jadi tadi gak ikut."


"Aku titip salam nanti sama Juli, ya, Mei!" kataku tersenyum, "oh iya, kalian sampe sekarang satu sekolah sama Damar?" tanyaku lagi. Aku ingin mengobati rasa penasaranku sampai tuntas dan kamu harus maklum padaku karena gini-gini aku ini juga cewek.


"Dulu waktu SMP kami satu sekolah, sekarang enggak lagi karena aku dan Juli milih SMK yang sama meskipun jurusannya beda. Cuman Radit sama Ega doang yang masih tetep satu sekolah sama Damar," jelas Meida. Dalam hatiku, aku tentu bisa bernafas lega meskipun cuman dikit.

"Kamu sendiri udah dari kapan kenal Damar?" kini Meida yang gentian mengintrogasiku.


"Baru aja, pas aku ke Sumbar pertama kali ini. Ibu dia temen Ibuku waktu kuliah dulu dan sampe sekarang," kataku singkat. Gak ada sesuatu yang spesial karena aku baru saja mengenal Damara, berbeda halnya dengan Meida yang sudah dicap sebagai teman akrab Damara.


"Keren juga, sih, baru ketemu udah disukain sama Damar," kata Meida sambil menatap langit-langit kamar Damara tanpa memperhatikanku.


"Hah? Kata siapa coba," kataku bingung karena aku baru saja bertemu dengan Meida dan Damara kayaknya gak pernah bercerita tentangku sama sekali ke siapa pun.


"Beberapa hari lalu Radit dan Ega ngumpul sama aku dan Juli, tapi tumben banget Damar gak ikut, aku tanya ke mereka dan kata mereka Damar lagi PDKT sama orang Kalsel. Aku kaget dong karena selama ini dia jarang ngerespon cewek untuk suatu hubungan yang cukup serius bahkan yang satu sekolah sekalipun. Meskipun aku akuin dia orangnya baik banget ke semua orang makanya banyak yang suka sama dia. Tapi kalo dia dipaksa, dia bakalan gak suka sama sekali ke orang itu," jelas Meida.


Ternyata aku baru tahu kalo Damara sebenernya adalah orang yang baik ke semua orang. Aku mengira awalnya dia adalah orang yang cuek dan agak kasar, ternyata ada alasan mengapa dia sampai kasar ke cewek bernama Dinda yang dulu aku temui di sekolahnya. Ya. Karena dipaksa. Aku merasa berkecil hati, menebak sikapnya pun, aku salah.

"Kamu kaget, ya?" tanya Meida, "Aku yakin kamu kaget karena Damar ternyata di luar ekspektasi kamu. Gapapa, kok. Namanya juga baru kenal," katanya lagi. Sekarang dia menatapku.


"Iya, aku kira dia orangnya cuek,"


"Dia cuek, kok. Tapi kalo kamu minta bantuan ke dia, dia pasti mau bantu. Cuek bukan berarti antipati ke orang lain, kan? Singkatnya, dia baik banget di balik sikap cueknya itu. Makanya sekali lagi aku bilang, dia banyak disukain cewek."


Ya. Wajar Meida banyak tahu tentang sikap Damara karena dia sudah lama berteman dengannya. Aku jadi mikir, mungkin selama ini Damara baik ke aku karena aku adalah tamu yang wajib diberi pelayanan dengan baik.


"Iya gitu? Berarti termasuk kamu, dong?" pertanyaan itu mengalir begitu saja dari mulutku. Aku kaget bisa-bisanya keceplosan. Meida tersenyum padaku.


"Siapa yang gak suka sama cowok kayak Damar coba?" Meida menatapku dengan datar. Hatiku langsung sesak mendengarnya tetapi segera Meida melanjutkan pernyataannya, "tapi kalo Damarnya suka sama kamu, ya gapapa, aku liat kamu juga orang baik. Cocok sama Damar." Meida kemudian tersenyum padaku.


Kini aku merasa bersalah. Aku seperti menjadi perusak hubungan orang karena hadirnya aku mungkin cukup mengganggu hubungan Meida dengan Damara yang sudah lama dekat dan mungkin juga sudah saling suka. Aku gak bisa bereaksi apapun dan hanya terdiam.

"Gak usah dipikirin, tidur aja, yuk. Besok, kan, kamu balik. Takutnya kecapekan," segera Meida membalikkan badannya dan mengambil posisi untuk tidur. Rasanya kala itu, atmosfer bener-bener gak nyaman buatku. Aku merasa terpaksa tidur di sampingnya dengan perasaan campur aduk. Lama aku memejamkan mata, tetap saja rasa kantuk gak kunjung menghampiriku.


"Maaf, Mei. Gara-gara aku semuanya jadi kacau," kataku pelan. Ternyata Meida pun belum tidur, dia mendengar suaraku itu dan berbalik ke arahku lalu tertawa.


"Apaan sih, kamu, Nin! Jangan merasa bersalah gitu, dong, santai aja, aku suka dia karena kagum dia orang yang begitu adanya, baik, siapa yang gak suka sama orang baik? Kamu pacaran sama dia pun, aku gak masalah, aku setuju, kamu sama baiknya kayak dia, kayaknya, sih." Meida lalu memelukku, "jangan merasa bersalah, ya, maaf kalo kata-kataku tadi bikin kamu kepikiran. Lagian aku liat Damara emang beneran suka sama kamu. Kayak dia udah kenal lama banget sama kamu, lebih lama dari pertemanan aku dan dia." Meida melepas pelukannya. Lagi-lagi aku hanya diam, gak tahu harus bereaksi bagaimana. Perasaanku gak bisa dibohongi, aku bener-bener lega mendengar itu, tapi aku juga tetap merasa bersalah.

~~~

"Anin! Bangun, makan! Makanannya udah siap, ayo makan," kata Meida dari luar. Sudah pagi ternyata padahal rasanya aku baru saja tidur.


"Ah, maaf baru bangun, oke." Aku cepat-cepat bangun dan Kami pun menuju ke ruang makan. Sesampainya di ruang makan, aku lihat makanan sudah tersusun rapi. Nampaknya semua ini disiapkan oleh Kak Ega, Kak Radit, dan Meida. Di sana juga sudah ada Damara, Mama, dan Mandeh.


"Karena gak bisa nganter kamu ke bandara, kami cuman bisa masakin ini sebelum kami pulang dan kamu berangkat," kata Kak Ega, "ayo langsung dimakan aja jangan malu-malu, Tante-Tante sekalian juga, ya!" lanjutnya lagi.


"Keren banget, cowok bisa masak makanan sebanyak dan seenak ini!" Mama takjub.


"Biasalah Tante, Ega suka makan soalnya," kata Kak Ega. Kami makan dan ngobrol sebentar dengan mereka bertiga, Damara mengenalkan teman-temannya itu ke Mama dan teman-temannya pun bersikap sopan. Akhirnya setelah cukup dan melihat waktu, mereka bertiga berpamitan dengan Mama, Mandeh, dan aku.


"Kalo gitu kami pamit dulu, ya, Tante. Maaf selalu ngerepotin kalo ke sini terutama Radit," Kak Ega meminta maaf buat Kak Radit. Kak Radit tersenyum masam.


"Gapapa. Tante seneng kalian sering ke sini nemenin Damar, tiap hari juga boleh," kata Mandeh.


"Radit mau tinggal di rumah tante aja boleh, gak? Jadi kakaknya Damar," kata Kak Radit.


"Ogah!" tangkis Damara. Kami semua tertawa.


"Buat Anin dan Tante Ann, hati-hati di jalan, ya, semoga selamat sampai rumah! Kami di sini cuman bisa bantu doa," kata Kak Ega.


"Iya makasih, Kak. Kakak-kakak juga semangat tandingnya hari ini, ya!" kataku. Mama tersenyum dan mengangguk.


Sebelum mereka bener-bener pamit, Meida tiba-tiba memelukku dan berbisik pelan, "Anin, aku harap kita bisa ketemu lagi dan soal yang kemaren malem gak usah dipikirin, ya," habis bilang begitu, Meida tersenyum dan bergegas menuju motor Kak Ega. Setelah itu, perlahan motor mereka menghilang dari pandangan kami.


Kini aku bersiap buat ke bandara. Rasa sedih tiba-tiba muncul dalam benakku. Beberapa jam lagi aku bakalan meninggalkan Mandeh, Damara, dan segalanya mengenai Sumatera Barat. Aku bener-bener seneng mampus di sini dan ngerasa beruntung dipertemukan dengan Mandeh, Damara, juga teman-temannya.

Kelak, Sumatera Barat bakal selalu aku ingat sebagai destinasi favoritku yang selalu menciptakan candu juga sedikit rasa bersalah karena persoalan kemarin malam bersama Meida. Meski begitu, secara total aku seneng dan sebenernya masih ingin lama-lama di sini. Salah satu faktor utamanya adalah karena adanya Damara. Orang yang dua minggu ini hampir 24 jam denganku. Ku simpan dalam-dalam rasa sedih itu karena aku yakin nanti kami pasti akan bertemu lagi. Segera setelah semuanya siap, kami bergegas memasukkan barang-barang ke begasi mobil.

"Eh itu ada satu lagi barang kamu, Nin," kata Damara ketika Mandeh dan Mama sudah memasuki mobil. Damara bergegas masuk ke dalam rumah, aku mengikutinya, "nih," Damara memberi aku buku yang kemarin dijanjikannya sewaktu di Puncak Bangun Rejo. Ya, buku tentang Mitologi Yunani.


"Kamu beneran mau kasih aku ini?" kataku.


"Kan, aku udah janji ngasih, masa aku ingkarin," kata Damara.


"AKU SUKA BANGET! MAKASIH DAMAR!!!" Aku tersenyum sembringah.


"Yah. Abis ini kayaknya rumahku bakalan sepi lagi." Damara tersenyum tapi terlihat dari raut wajahnya, itu adalah raut yang cuman menutupi kesedihannya.


"Kan, temen-temen kamu nanti juga pada ke sini lagi," kataku.


"Rasanya beda kalo ada kamu di rumahku," Damara lalu ngelepasin jaket yang dikenakannya dan berkata lagi, "karena kamu gak mau dipeluk, boleh gak kamu peluk jaketku aja?" Aku langsung mengangguk dan mengambil jaketnya lalu memeluk jaket itu. Setelahnya aku kembalikan ke Damara.

"Nanti kalo aku ke Kalsel, kamu wajib ada di sana, ya?" pertanyaan itu seperti memastikan.


"Hubungin aja, sesibuk apapun aku nanti, aku bakalan ajak kamu jalan-jalan," kataku berjanji padanya.


"Abis ini jangan lupain aku, ya? Aku pastiin kita selalu terhubung." Pertanyaan dan pernyataan itu membuat hatiku semakin berat untuk ninggalin Sumbar tapi walau bagaimana pun, itu tetap harus karena aku juga merindukan keluargaku di Kalsel.


"Iya." kataku singkat, "yaudah, berangkat sekarang, yuk, Dam?" Damara mengangguk, kami lalu menuju mobil dan berangkat.


Di perjalanan aku hanya diam melihat setiap jalan yang aku lalui yang menunggu detik saja segera aku tinggalkan dan cuman jadi sebuah kenangan. Aku kuatkan hatiku untuk pergi meninggalkan semuanya. Nampak Damara pun merasakan kesedihan yang sama. Kami berdua hanya dibiarkan berdiam-diaman oleh Mama dan Mandeh hingga sampai di bandara. Detik-detik aku menuju ke ruang tunggu, aku akhirnya angkat bicara.

"Damara Hussein, Mandeh! Makasih banyak dua minggunya! Anin seneng banget di Sumbar dan rasanya gak mau pulang. Tapi Anin juga kangen sama keluarga di Kalsel. Kalo nanti Damara sama Mandeh ke Kalsel wajib hubungin, ya!" kataku tersenyum. Ekspresi Damara datar dan segera menghampiriku.


"Tolong janji abis ini kita tetep kayak sekarang!" Damara mengacungkan jari kelingkingnya tanda sebuah perjanjian yang harus aku buat dengannya.


"Aku janji!" kataku lalu mengikatkan jari kelingkingku ke jari kelingking Damara. Terlihat jelas raut wajah Damara yang merasa seperti kehilangan, aku lalu menenangkannya, "Kamu gak usah sedih, ya. Nanti kita pasti ketemu lagi!" Aku memegang tangannya erat-erat dan mengelus rambutnya. Mandeh yang melihat itu langsung memelukku erat.


"Anin nanti ke sini lagi, ya?" kata Mandeh, raut wajahnya pun menunjukkan kesedihan.


"Nanti Mandeh juga ke Kalsel, ya? Gantian," kataku tersenyum. Mandeh mengelus rambutku. Setelah itu aku dan Mama berpamitan dengan Damara dan Mandeh, mengucapkan rasa terimakasih juga permintaan maaf karena sudah merepotkan mereka. Damara menatapku dari belakang hingga akhirnya aku bener-bener masuk ke ruang tunggu dan Damara sudah gak terlihat dari pandanganku.


Gak lama menunggu, kami berangkat dan meninggalkan Sumatera Barat menuju Kalimantan Selatan. Di pesawat rasa kehampaan mulai menikamku secara perlahan. Suasana membahagiakan di Sumbar kini telah usai dan aku akan bersiap menyiapkan keperluanku di jenjang sekolah yang baru. Liburan berakhir, pikiranku memasuki tahap cemas dan mungkin kini ada seseorang yang mulai memasuki hatiku. Namanya Damara Hussein. Tapi kamu gak boleh bilang-bilang kalo aku sudah menyukainya!

Akhirnya, aku kembali ke Kalimantan Selatan dengan keadaan yang relatif normal karena aku telah menatanya selama di pesawat. Berkali-kali juga aku sudah menghela nafas panjang. Di Bandara Syamsudin Noor kami cuman dijemput Papa yang banyak tanya gimana keadaan kami selama di Sumbar dan Papa juga cerita gimana Kak Lisa sudah menemukan kampus impiannya lalu memutuskan untuk tetap di Malang sampai ia libur kuliah. Semua harusnya berjalan dengan lancar, namun jauh dalam hatiku aku merasa kehilangan. Aku gak mau ngucapin selamat tinggal, tapi aku bakalan ngucapin sampai jumpa lagi buat Damara dan Mandeh.

Continue Reading

You'll Also Like

3.8M 48.5K 38
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
1.2K 431 8
Yuk follow dulu โ˜บ Vote dan komen kalian sangat berharga โœจ Ku kira dia cinta pertama sekaligus cinta terakhirku, tapi ternyata dia hanya sebatas cinta...
5.7M 306K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
329 110 32
Haiiii selamat datang di ceritaku. Ini adalah project 30 Days writing challenge with Sassie project ร— Semesta Rasi. โ™คโ™คโ™ค Kisah ini singkat. Sesingkat...