41. AWALAN MANIS

15 2 0
                                    


Gino langsung meletakan sendok dan garpunya dengan keras, menatap Kenza tajam.

“Kenza kamu makin kelewatan!” tegas Gino.

“Dia yang kelewatan pah” balas Kenza tak mau kalah. Sementara, Eva masih diam duduk santai dengan ekspresi yang sangat tak disukai oleh Kenza.

“Kelewatan gimana? kasih Papah alasan yang masuk akal buat tinggalin mamah kamu”.

Gino semakin tak mengerti dengan Kenza yang begitu membenci Mamahnya sendiri. Setahunya Eva adalah wanita yang baik.

“Kalo Papah ngerti dan percaya sama Kenza, Papah gak akan minta alasan itu ke Kenza atau bahkan dari awal Papah gak harus nikahin dia”

“IYA! Papah emang ga ngerti kamu Za, Papah ga ngerti kenapa kamu sangat benci dia, kasih Papah alasan biar Papah ngerti”.

Kenza terdiam beberapa saat, ingin rasanya ia bicara yang sebenarnya tapi, mengapa ini begitu sulit? Apakah ia sanggup dan siap untuk melihat ekspresi kecewanya karena dikhianati?.

Jawabannya tentu saja tidak dan mungkin diam saat ini jadi jawaban yang terbaik.

Gino menghela napas kasar, jengah dengan Kenza iapun segera bangkit dari tempat duduknya dan bergegas untuk berangkat kerja.

“Papah kerja dulu udah siang” pamitnya.

“Pah, papah! DIA BUKAN CEWE BAIK-BAIK PAH” teriak Kenza pada Ayahnya yang mulai menjauh.

Gino berbalik dan menatap Kenza tajam “ Dan kamupun bukan anak yang cukup baik”.

Gino pergi begitu saja meninggalkan Kenza dan Eva di meja makan. Eva tersenyum puas lalu bangkit dari tempat duduknya.

“Saya sudah bilang, kalo Papah kamu tuh sangat mencintai saya. Saya yakin kesalahan apapun yang saya buat gak akan mampu buat Papah kamu lepasin saya” ucap Eva sembari tersenyum lalu pergi begitu saja.

Kenza mengepalkan kedua tanganya menahan emosi, jangan sampai tonjokannya mengenai wajah wanita jelek itu.

“Bangsatt!” teriak Kenza seraya menonjok meja makan.

***

Kenza sengaja memilih hari sabtu untuk bermain agar nantinya ia bisa sekalian malam mingguan di luar. Agenda hari ini ada 3 semuanya dibuat oleh Kayla. Yang pertama ia ingin memotret di jalan braga, jalan yang menurutnya astetik dan menyimpan banyak makna.

Mereka berjalan menelusuri trotoar yang penuh dengan pedagang lukisan. Kaylapun dibuat heran karya sebagus itu seharusnya ada di pameran ternama tapi banyak sekali yang menjualnya dengan harga yang bisa dibilang tidak sebanding dengan hasil karyanya yang luar biasa.

“Za lo bisa melukis?” tanya Kayla tiba-tiba.

“Kalo di kanvas gue gak bisa”

“Terus bisanya dimana?”

“Di wajah lo mungkin”

“Kalo di wajah gue lo mau ngelukis apa?”

Kenza tersenyum gemas melihat Kayla yang dari tadi terus bertanya.

“Lengkungan senyum” ucap Kenza berusaha sedatar mungkin. Ia sebenarnya tidak mau terlalu terlihat merayu Kayla. Ia jadi geli sendiri.

Kayla lalu tiba-tiba berhenti berjalan, ia memegang dadanya dan melemaskan tubuhnya seolah-olah akan kehilangan keseimbangan.
Kenza terkejut, dengan sigap ia segera memegang lengan kayla.

“Eh.. eh”

“Aduh jantung gue” ucap Kayla sembari tersenyum.

Kenza lalu melepaskan genggamannya “Alay lo”.

Someone in the viewfinderWhere stories live. Discover now