27. TANGIS KAYLA

55 15 4
                                    

“Kamu tuh gimana sih per-ekonomian kita tuh lagi turun bisa-bisanya malah cuti 6 bulan” omel Gara pada istrinya itu.

“Mas tapi, ini kan demi anak-anak. Mas sadar gak sih selama ini tuh kita terlalu acuh” jelas Reta.

“Tapi saya gak sanggup nge-hendel ekonomi sendirian””

“Tapi kasian anak-anak mas”

“Lebih kasian mana, kalo ekonomi kita semakin buruk, terus anak-anak gak bisa makan? ” tanya Gara dengan nada yang semakin meninggi.

Reta hanya bisa diam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan suaminya itu. Menurutnya keduanya sangat penting, anatara kebahagiaan anaknya dan kebutuhannya.

“Mereka pasti ngerti, mereka udah besar” lanjut Gara lagi.

“Pokoknya saya gak setuju kamu cuti selama itu! cukup, 3 hari atau 7 hari aja” tegas Gara.

Retapun mau tak mau harus menurut. Suaminya ada benarnya tapi, ia berat untuk meninggalkan anak-anak lagi. Wanita paruh baya itu tertunduk dan menghela napas panjang. Ia pasrah saja.

Kemudian pintu rumah merekapun terbuka menandakan seseorang masuk. Belum saja gadis itu memberi salam, Gara sudah berbicara lebih dulu.

“Dari mana kamu jam segini baru pulang?” tanya Gara dengan ekspresi kesal.

“Mass” relai Reta mencoba menenangkan suaminya.

Kayla menatap mereka penuh arti lalu, menarik napas dalam-dalam.

“Kayla ga minta mamah buat cuti selama itu kok, Kayla cuman butuh semalem aja padahal itu udah lebih dari cukup” ungkap Kayla.

Suaranya bergetar, jantungnyapun degdegan. Ia sebenarnya takut berbicara seperti ini. Tapi, ia sudah tidak tahan lagi. Ia tidak ingin membebankan mereka atas nama kesepian.

“Kayla juga gapapa kalo kalian kerja terus tanpa perhatiin aku” lanjutnya.

“Papah gak usah marahin mamah kaya gitu, Kayla terlalu banyak nuntut terlalu banyak mau”

“Papah bener, Kayla udah gede, Kayla juga bisa ngerti kok. Jadi gapapa mah, pah fokus kerja aja”

“Akan ada yang nemenin kayla terus kok” ucap Kayla setenang mungkin. Ia sebenarnya sudah menahan tangis tapi, ia tidak ingin nangis di sini rasanya memalukan.

Kemudian Reta manaikan halis satunya bingung.

“Siapa yang akan nemenin kamu ?” tanya Reta.

Kayla memohon pada dirinya sendiri ketika kata ini terucap tolong air matanya jangan dulu keluar. Dengan segala keberanian ia memberitahu ibunya.

“Sepi” jawab Kayla. Kata yang paling ia benci selama ini. Reta dan Garapun dibuat diam oleh jawaban Kayla. Reta mengerti anaknya berusaha mengerti tapi, ia tahu sulit untuk berusaha menerima semuanya.

Kaylapun berbalik dan keluar dari rumah. Air matanya sudah mau keluar. Garapun berteriak pada Kayla “Kayla mau kemana kamu?!”

Namun, percuma saja Kayla semakin jauh berjalan. Sementara, Reta ia tertunduk lesu di sofa bingung harus berbuat apa.

Kayla terus berjalan sembari menangis. Ia sebetulnya tidak mau menangis tapi air matanya terus saja jajuh. Tangannya sampai pegal terus mengusap air itu di pipinya. Di jalan hanya satu nama yang ia pikirkan. Yang ia anggap bisa jadi tempat untuk pulang selain rumahnya yang selalu sepi itu.

Kayla mempercepat jalanya dan pergi menuju tujuanya.

***

Kaylapun sampai di sebuah rumah besar dengan cat berbwarna krem. Kayla mencoba masuk kedalam lewat gerbang yang tak terkunci. Lalu, ia mulai memencet bel rumah itu.

Someone in the viewfinderOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz