46. KEPUTUSAN

18 4 1
                                    

Mata Gara membelalak, terkejut dengan keputasan sang istri. Ia kebingungan sekaligus tak mengerti, ia yakin bahwa Kayla tidak akan membocorkan soal ini lebih dulu pada ibunya. Lalu Reta tahu dari mana?.

“Maksudnya apa?” tanya Gara tak mengerti.

Reta berdiri dari duduknya, menatap Gara kesal.

“Kok nanya? Harusnya kamu tau dong, kamu pintar bohong harusnya soal seperti ini juga kamu pintar mengartikannya”.

“Kamu tau dari mana?”

“Gak penting, sekarang beresin barang-barang kamu terus, itu di kulkas ada beberapa bekal makanan, saya juga udah nyewa apartement buat kamu nanti saya share lock”.

Gara buru-buru merubuh posisi duduknya menjadi di lantai. Ia berlutut dan memohon untuk mencabut keputusannya. Sungguh, bukan ini yang diharapkan Gara.

Ia hanya ingin bersenang-senang sebentar, faktor pekerjaan yang semakin membuatnya sibuk tak bisa dipungkiri bahwa iapun ingin ditemani sementara, sang istri sama sibuknya dengan dia.

Tapi, tetap saja ada cara bermain yang lebih aman dari perselingkuhan. Tidak ada satu orangpun yang tidak kecewa ketika kepercayaannya dihancurkan, hanya saja bentuk cara memaafkanya berbeda-beda. Ada yang tetap dengan bertahan ada yang ingin semuanya selesai.

“Saya minta maaf, saya nyesel saya bakal perbaiki semuanya” sesal Gara.

Reta tetap diam tak menjawab. Berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia tahu ini keputusan yang sangat sulit tidak mudah untuk Reta membuat keputusan ini ia harus memikirkan anak-anaknya juga.

“Saya mohon Reta jangan cerai” mohon Gara sembari menggenggam tangan istrinya itu.

Reta melepaskan genggaman Gara “Maaf mas keputusan saya sudah bulat, tolong jaga diri baik-baik”

“Ngga kamu gak mungkin tega sama saya, kamu masih sayang kan sama saya? Buktinya kamu perhatian?”

Reta mentap gara penuh makna. Kata-katanya sangat menancap hati. Bagaimana perasaannya bisa berubah hanya dalam semalam? Setelah belasan tahun mereka bersama?.

“Saya emang masih sayang kamu mas tapi, bertahan bukan pilihan saya”

Gara ikut berdiri dan mencoba menahan istrinya
“Reta”

“Jaga diri baik-baik mas, kamu harus tetep sehat dan hidup untuk merasakan karmamu” pesan Reta dan bergegas pergi menuju kamarnya.

Gara termantung di situ. Jantungnya seperti berhenti berdetak, bangunan yang ia namakan sebagai keluarga itu yang ia bangun selama belasan tahun lamanya kini, terpaksa roboh atau entah sengaja ia robohkan.

Ia tukar bangunan itu demi sebuah bangunan kecil yang bahkan pondasinya belum ada. Gara menyesal, teramat sangat. Sekarang dua bangunan itu sudah tidak ada. Sudah tidak ada tempat untuk pulang.

Reta menangis tanpa suara di kamarnya, akan kah anak-anaknya menerima keputusan ini?. Reta takut jika keputusan yang ia ambil akan memperburuk keadaan.

Reta tak ingin mempertahankan bangunan yang sudah roboh, bangunan yang selama ini ia jaga dan rawat. Ia lebih baik menjadikanya sebuah ladang besar dari pada harus membangun bangunan itu sendirian. Karena ia tahu bahwa sebuah pondasi yang bernamakan kepercayaan sudah tidak ada lagi.

***

Kayla pov

Pas jam istirahat gue mau ke kantin sama Nadila. Pikiran gue bener-bener kosong gue pengen istirahat sejenak buat nenangin pikiran gue tapi, Nadila malah buat isi otak gue penuh hanya dengan menyebutkan satu nama aja.

Someone in the viewfinderOnde histórias criam vida. Descubra agora