Bagian 296 (Tuan dan Nyonya?)

859 150 37
                                    

.

.

Kamu tidak akan sanggup menjalani keduanya bersamaan : Pengajian dan pacaran.

Itu dua hal yang nilainya bertolak belakang.

Salah satunya akan mengambil alih.

.

.

***

Mata Yoga terpaku melihat sebaris jawaban di layar ponselnya. "YES!!" ucapnya sembari mengepalkan satu tangan pertanda kemenangan.

Kening Gito berkerut melihat tingkah temannya. Dia meletakkan secangkir minuman di tatakan. "Kenapa yas yes yas yes?" tanya pria itu tanpa basa-basi.

Mereka masih di kafe teras, dengan dua piring kosong dan sedikit minuman tersisa.

"Aku harus segera pulang" ucap Yoga segera, tangannya meraih gelas dan meneguk sisa minuman pesanannya.

"Buru-buru sekali. Ada janji?" tanya Gito memendam kekepoan.

"Iya. Mau jalan bareng Erika malam ini" jawab Yoga sumringah.

Gito melotot mendengarnya. "Tuh 'kan. Kalian balik lagi kayak dulu. Pacaran lagi 'kan? Ingat Yoga, kalian sudah sama-sama dewasa sekarang. Dan sudah mapan. Sudahlah. Kenapa sih harus ditunda-tunda segala? Nikah sana cepat!" ujarnya gemas.

"Iya iya. Kamu kayak ayahku saja. Arahnya insyaallah ke pernikahan lah. Memangnya sejak kapan aku main-main sama Erika?" sahut Yoga dengan cengiran nakal. Membuat Gito senewen melihatnya.

"Tsk. Jangan pegang-pegang anak orang, oke? Ingat : BELUM HALAL!" ancam Gito dengan mata memicing.

"I won't. Gak berani" jawab Yoga dengan kedipan mata.

Gito menghela napas lelah. "Bandel. BANDEL! Kubilangin guru ngajimu nanti!"

"Wah, jangan dong" bujuk Yoga dengan muka memohon. Sedetik kemudian, dia berdiri dari kursinya. "Okay. Got to go now." Tangannya meletakkan uang selembar seratus ribu di meja. "My treat. Kutraktir, karena aku sedang hepi gak ketulungan. He he" ujarnya cengengesan.

"Woi kebanyakan tuh duitnya" tukas Gito.

"Kasih aja kembaliannya buat pelayan yang bersihin meja kita, oke? Aku pergi dulu. Bye! Assalamualaikum" terburu-buru, Yoga membelakangi Gito dan melangkah setengah berlari, menuruni anak tangga setelah mencapai tepi dek kayu.

"Wa alaikum salam" sahut Gito agak lesu. Dia melihat punggung Yoga sambil menghela napas sekali lagi. "Hei, Yoga!" panggil Gito.

Temannya berhenti berjalan dan menoleh. "Yaps?" sahut Yoga masih dengan wajah sumringah. Wajah orang yang sesaat lagi akan kencan dengan mantan pacarnya saat SMA. Mantan yang sekarang sudah resmi menjadi-apa namanya itu-calon istri, baiklah, pikir Gito.

"Kamu tidak akan sanggup menjalani keduanya bersamaan. Pengajian dan pacaran. Itu dua hal yang nilainya bertolak belakang. Salah satunya akan mengambil alih" ucap Gito tegas.

Hening. Untuk sesaat, senyum di bibir Yoga mengendur. Meja makan mereka agak jauh dari pengunjung lain, lebih dekat ke area parkir. Tak ada yang mendengar petuah itu, yang Yoga yakini, keluar tulus dari hati Gito, murni karena dia peduli. Bukan karena tidak suka melihat kebahagiaan Yoga saat ini.

Sedetik kemudian, Yoga kembali tersenyum. "Aku tidak akan menyentuhnya. Janji. Seujung jari pun tidak akan."

Gito memberinya tatapan datar. Keras kepala, pikirnya. "Aku masih tidak mengerti. Kencannya 'kan malam. Kenapa kamu harus buru-buru pulang sekarang?"

ANXI 2 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang