Bagian 241 (Reuni Kecil)

780 166 43
                                    

.

.

Orang tua adalah pintu surga paling tengah.

Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya.

~ Hadits Riwayat Ahmad

.

.

***

Ilyasa sudah berdiri di samping meja mereka. Menatap keduanya bergantian dengan ekspresi penasaran. "Ada apa ya? Kok suasananya jadi sedih?" tanya anak itu dengan mata terbuka lebar. Yunan memang agak murung karena dengan Yoga baru saja membahas Erika yang tak hadir di acara kelulusannya.

Pemandangan imut itu membuat Yunan tertawa. "Enggak kok. Enggak ada yang sedih."

Yoga memicingkan mata, lalu memeriksa Ilyasa dari ujung rambut ke ujung kaki. "Nah kan benar! Bajumu basah kan? Harusnya Om bantuin kamu di wastafel! Sini duduk. Biar Om keringkan pakai tisu!"

Ilyasa cemberut menahan malu. Manut duduk di kursinya. Yunan tampak heran. "Kamu cuma mau cuci muka 'kan? Kenapa basahnya sampai ke baju?"

Yoga menjawab sambil sibuk mengeringkan baju Ilyasa. "Dia memang begitu. Kalau cuci tangan, airnya nyiprat ke mana-mana. Haduh ... mana kamu enggak bawa baju ganti. Nanti kita beli kaus baru saja." 

"A-aku enggak perlu dibelikan kaus baru."

"Harus! Kalau tidak, nanti kamu bisa masuk angin! Apa kata Bapak Ibumu nanti kalau kamu sakit setelah pulang jalan-jalan bareng Om dan Kak Yunan?"

Yunan tertawa geli. Ilyasa tampak pasrah sekaligus malu. Sementara Yoga terlihat seperti baby sitter.

***

Yulia berjalan di tepi trotoar. Matanya tertunduk ke perkerasan jalan. Pikirannya berkecamuk bising.

Aku sungguh tidak mengerti. Yoga tiba-tiba datang ke Pesantren menemui Pak Kepala, lalu menitipkan beasiswa untuk Yunan. Saat itu, Farhan masih hidup. Dan menurut Pak Kepala, Farhan juga terkejut. Yoga menggunakan nama samaran. Sekiranya Farhan tahu, dan jika Farhan tahu bahwa Yoga adalah mantan Erika sewaktu mereka masih SMA, bisa jadi Farhan akan menolak beasiswa itu.

Tak ada yang tahu apa alasan Yoga melakukan itu. Tapi sepertinya bukan karena Erika. Sebab jika tujuannya adalah Erika, maka semestinya Erika adalah orang pertama yang dia beritahu.

Tangannya mengurut dahi. Cenat-cenut. Dia menghela napas. Bagaimana pun dipikirkan, dia tetap tidak mengerti.

Kepalanya ditegakkan. Dia sudah tiba di perempatan jalan raya. Tangannya meraih ponsel di dalam tas. Bermaksud akan memesan taksi online. Tapi kemudian perhatiannya teralihkan ke sebuah restoran masakan Jepang. Gambar sebuah menu yang dipajang di papan iklan mereka, tampak menggiurkan. Irisan daging sapi bercampur dengan sayur tumisan dan dituangi saus kecokelatan yang panas. Mendadak perutnya berbunyi.

Kruyuuk ...

Yulia mengecek waktu di layar ponselnya. Masih ada waktu empat puluh menit sebelum Dzuhur. Mungkin sebaiknya dia makan dulu.

***

Mata Yunan terbelalak. "Ilyasa mengajari Om Yoga fiqih??"

Yoga merangkul Ilyasa yang duduk di sampingnya, mengacak rambut anak itu. "Iya benar. Biar mukanya imut begini, anak ini paham ilmu fiqih lebih banyak dari Om. Itu karena, ilmu Om memang di bawah garis ke-miss queen-an. Ha ha!"

Muka anak itu tersipu malu. "E-enggak! Mukaku enggak imut!" Imut bukanlah kesan yang ingin dia tampilkan sebenarnya. Kadang kalau melihat teman-teman laki-laki di sekolahnya yang tampak lebih macho darinya, dia merasa iri. Setiap bercermin, yang dilihatnya adalah wajah putih mulus dengan bibir tipis berwarna agak merah muda. 'Mirip artis K-Pop,' komentar orang-orang.

ANXI 2 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang