Bagian 342 (Bahaya)

562 108 26
                                    

.

.

Masalahnya bukan pada Erika. Tidak pernah pada Erika.

Masalah ada pada dirinya sendiri.

Selalu begitu dari dulu.

.

.

***

Mieke tersenyum pada atasannya yang baru tiba dari makan siang di luar kantor. Balasan senyum bosnya, seperti biasa selalu bisa membuatnya kesengsem. Siapa yang tak akan kebat-kebit kalau disenyumi oleh pria yang ketampanannya bisa disejajarkan dengan model kelas internasional? Bebek betina bisa-bisa auto-bertelur kalau disenyumi Yoga, demikian sekelebatan pikiran ngaco Mieke.

"Sudah kembali, Pak?" tanya Mieke basa-basi. Jelas-jelas sudah kembali. Memangnya yang di hadapannya ini arwah Yoga?

"Ya. Tolong ke ruangan saya sebentar," kata Yoga sambil menunjuk pintu ruangannya.

"Baik, Pak," jawab Mieke. Kok sebentar? Lama juga boleh, Pak, batinnya sambil cekikikan dalam hati.

Yoga masuk ke ruangannya dan menyampirkan jas di sandaran kursi. Di saat bersamaan, ponselnya bergetar. Ia merogoh ponsel di kantung kemeja. Pupil matanya mengecil saat melihat notifikasi pesan masuk dari seseorang. Jantungnya serasa melonjak. Bahagia dan sedih bersamaan.

"Ada apa, Pak?"

Pertanyaan Mieke mengejutkannya. Yoga meletakkan ponsel di meja, lalu tersenyum kaku pada sekertarisnya.

"Saya tadi mau ngomong apa, ya?" tanya Yoga dengan cengiran.

Mieke tertawa. "Mana saya tahu, Pak."

"Maaf saya lagi gak fokus. Sebentar ... ," kata Yoga dengan mata terpejam."Oh ya. Minggu ini saya ada meeting?" tanya Yoga setelah teringat yang ingin dia cek.

"Ada, Pak. Besok dan Kamis," jawab Mieke lancar tanpa perlu menyontek notesnya.

"Tolong re-schedule kedua jadwal rapat itu. Minggu ini saya perlu tenang. Ada yang perlu saya urus sebelum --" Hening.

"Sudah. Itu saja. Terima kasih," ucap Yoga menyudahi percakapan.

"Baik, Pak. Emm ... anu, Pak. Sehubungan dengan hari H pernikahan Bapak, lalu mungkin akan ada ehem, bulan madu, lalu resepsi minggu depannya, apa Bapak akan meliburkan diri, mungkin?" tanya Mieke dengan nada sedikit menggoda bosnya.

Tapi di luar dugaan, reaksi Yoga nampak jengah.

"Soal itu, jangan dipikirkan. Nanti saya akan kabari kalau memang saya perlu libur," jawab Yoga menghindari tatapan langsung dengan sekertarisnya.

"Baik, Pak. Permisi," sahut Mieke sebelum keluar ruangan dan menutup pintu.

Heh?? Kok lesu gitu responnya si bos??

Di luar pintu, Mieke memicingkan mata curiga. Reaksi normal Yoga setiap digoda tentang calon istrinya adalah malu-malu. Yang barusan itu, lebih seperti bermuram durja. Pasti sesuatu yang buruk telah terjadi, tebaknya.

Mieke menyentuh kedua pipinya.  Jangan-jangan ... si bos batal kawin?? Aaarghh!! Tidaak!! jeritnya dalam hati. Pasalnya, kebaya dan kain batiknya sudah selesai dijahit. Dia bahkan sudah membeli baju pesta berwarna senada untuk suami dan anak-anaknya.

Lebih dari itu, Mieke tak sanggup rasanya melihat bosnya kembali menjomlo. Kalau sampai pernikahan Yoga batal, alamat dia tak punya kesempatan untuk melihat bosnya di pelaminan, sebab Mieke sudah mendekati akhir masa kerjanya.

ANXI 2 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang