Bagian 364 (Genting)

468 122 44
                                    

.

.

Jika ada hal yang membuat sakit hati akibat ulah pasangan jadi terlupakan sejenak, maka tagihan kredit adalah salah satunya.

.

.

***

Keringat dingin mengalir di dahi Erika. Sore ini sepulang dari kantor, ia mampir ke ATM, bermaksud ingin mengambil uang tunai beberapa ratus ribu. Wajahnya pucat saat melihat deretan angka di layar mesin ATM.

Uang tinggal segini, padahal gajian masih lama? Ah ya. Dia ingat kalau kemarin lalu, lumayan banyak biaya terkuras untuk perbaikan mobilnya.

Wanita berhijab merah muda itu, menggigit bibirnya. Menarik napas, berusaha menenangkan debar getir di dadanya.

Bagaimana ini? Padahal belum bayar tagihan, batin Erika.

Tenang ... tenang, ulang Erika dalam hati. Kartu ATM-nya keluar dari mesin. Ia masuk ke mobilnya dan sepanjang jalan menuju rumah, otaknya bagai benang kusut.

Jika ada hal yang membuat sakit hati akibat ulah pasangan jadi terlupakan sejenak, maka tagihan kredit adalah salah satunya.

Sementara, lupakan dulu Yoga Pratama. Masalah yang ini lebih genting

.

"Assalamualaikum," sambut Yunan di muka pintu, tersenyum dengan celemek yang talinya melingkari pinggang.

"Wa alaikum salam," balas Erika, berusaha agar senyumnya nampak natural.

"Harusnya gak perlu masak, Yunan. Nanti kamu kecapean," kata Erika.

"Gak cape' kok. Kulihat di kulkas ada telur, jadi aku bikin bumbu sambal balado. He he. Biar hemat maksudnya. Kalau keseringan beli di luar, 'kan boros, Bu," jawab Yunan, terdengar terlalu baik di telinga Erika. Anak lelaki seusianya umumnya lebih memilih main kelayapan di luar dengan teman-teman sebayanya. Tapi Yunan selepas pulang sekolah malah pakai celemek dan memasak.

"Ya ampun. Pantesan baunya enak banget," ujar Erika saat mengendus aroma dari dapur.

"Oh ya, Bu. Tadi kata Mbak Surti, ada surat." Yunan menyerahkan amplop putih.

Dalam sekali lirik, Erika segera tahu itu surat tagihan utang. Ia memaksa dirinya tersenyum. "Oh oke," gumamnya sambil memasukkan amplop itu ke dalam tas, lalu masuk ke kamar.

Yunan menyiapkan piring di meja. Nampak tenang, tapi sebenarnya dia mengenali ekspresi di wajah ibu angkatnya itu. Dia mencium gelagat goncangan finansial di rumah ini. Dan sebenarnya menunggu ibunya bicara langsung padanya.

.

Di kamarnya, Erika menatap nanar amplop tagihan kartu kredit. Ingin rasanya membakar amplop itu beserta isinya, tapi tidak mungkin, 'kan? Kenyataan pahit tetap harus dihadapi.

Ia merobek salah satu ujung amplop dan membacanya. Debar jantungnya sekarang, jelas bukan debar kasmaran. Erika menarik sebanyak-banyaknya oksigen agar dirinya tetap waras.

Masih dengan setelan kerjanya, wanita itu mengempaskan tubuhnya di atas kasur.

Ini gawat, pikirnya. Tabungan yang dulu dikumpulkannya dengan Farhan, tinggal tersisa untuk pendidikan Raesha. Dia tidak berani mengutak-ngutiknya. Sebab itu adalah pesan almarhum Farhan padanya.

Erika menutup matanya. Nanti setelah membayar tagihan dan membayar gaji Mbak Surti, di minggu ketiga, mungkin Erika akan terpaksa pinjam uang, untuk bertahan sampai gajian. Tapi ke siapa?

.

Hari demi hari berlalu. Akhirnya saat itu tiba juga. Saat uang di rekening Erika tandas. Dengan sangat terpaksa, Erika meminjam uang pada orang tuanya.

ANXI 2 (SELESAI)Where stories live. Discover now