Bagian 354 (Kenali)

530 125 26
                                    

.

.

Kalau kamu masih ingin menikahinya, kamu harus mengenalnya dengan baik.

Kenali apa yang membuatnya kesal.

Apa yang membuatnya sakit hati?

Apa yang membuatnya bahagia?

Kenali.

.

.

***

Sabtu. Hari yang (semestinya) bersejarah bagi Yoga dan Erika. Semestinya ...

Erika keluar bersama Raesha dari kamar mandi. Rambut basah Raesha dan tubuhnya dibalut handuk. Belakangan, Raesha tidak mau lagi mandi di teras belakang, dan lebih memilih mandi di kamar mandi.

"Sudah mandinya?" tanya Yunan yang sedang meletakkan hidangan nasi goreng dengan telur mata sapi di atas masing-masing piring.

"Sudah. Habis ini Ibu atau kamu duluan yang mandi?" kata Erika sambil mengeringkan kepala Raesha dengan handuk. Baju piyama Erika separuh basah saat memandikan putrinya tadi.

"Aku belakangan saja. Habis makan," jawab Yunan, kali ini sambil mengaduk teh. Yunan luar biasa, pikir Erika. Anak itu cekatan dan bisa mengerjakan banyak hal sekaligus.

"Ya sudah. Ibu pakein Raesha baju dulu, mandi, terus kita makan. Sebenarnya udah lapar banget, tapi ini baju sudah basah kuyup. Gak enak banget rasanya," keluh Erika sambil berjalan menggiring Raesha ke kamarnya.

"Iya Bu," sahut Yunan saat ibunya akan menutup pintu kamar. Pintu kamar Erika tertutup.

Sorot mata Yunan nampak tenang saat mengaduk gula yang melarut di dalam teh melati yang wanginya terasa bagai terapi baginya. Sedikit banyak menjadi penawar bagi emosi yang sebenarnya masih belum reda di dalam dada.

Apa pun yang dikerjakannya, Yunan terus teringat peristiwa cekcoknya dengan Om Yoga di kantor pria itu. Pria yang mestinya hari ini menikahi ibunya. Mestinya.

"Please jangan begini. Aku khilaf. Maafkan aku," ucap Yoga siang itu dengan ekspresi memelas, masih terbayang jelas di ingatannya, seolah Om Yoga sedang mengatakannya persis di depannya.

Khilaf katanya. Gampang sekali dia bicara begitu, batin Yunan. Kalimat itu sebagai penjelas bahwa Om Yoga mengakui dirinya berselingkuh. Dia sungguh tak menyangka. Jika laki-laki lain, mungkin Yunan tak akan terkejut. Tapi ini Om Yoga, orang yang di matanya serius dengan jalan hijrahnya. Rajin hadir pengajian. Bahkan Yunan sendiri pun, karena diajak Yoga, jadi rutin hadir pengajian itu tiap minggu bersamanya.

Peristiwa ini sungguh pukulan telak bagi mereka semua. Bukan hanya bagi Erika, tapi juga baginya. Kenapa harus Om Yoga? Bagaimana bisa?

Yunan bersyukur, sepulang dari mendamprat Yoga di kantornya, dilihatnya ibunya sudah bisa tersenyum, walau masih agak dipaksakan. Sembab di mata Erika, perlahan mengecil. Mungkin Erika berusaha keras menerima kenyataan ini, bahwa dirinya telah dikecewakan oleh calon suaminya sendiri, dan hubungan pasangan itu, kini tengah berada di ujung tanduk.

Tring ... tring ... denting sendok berbunyi tiap mengenai permukaan cangkir keramik.

"Yunan?"

Suara Erika memecah lamunan Yunan.

"Kok diaduk terus? Gulanya sudah larut kok," kata Erika menahan tawa geli.

"O-oh iya." Yunan meletakkan sendok teh di atas tatakan cangkir, lalu duduk di kursi. Raesha yang sudah berpakaian rapi, menyusul duduk di seberangnya.

ANXI 2 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang