Bagian 327 (Drama)

542 105 12
                                    

.

.

Ini curhat model apa? Curhat atau pemaksaan?

.

.

***

Sabtu pagi yang cerah ...

Seperti biasa, kebersamaan pagi hari di rumah Erika diawali dengan sarapan. Pagi ini mereka makan lebih awal. Sebab hari ini bersejarah. Hari pagelaran drama pertama Raesha!

Raesha sedang duduk di lantai mewarnai bukunya dengan krayon, saat tubuhnya mendadak diangkat paksa.

"Ayo makan! Ini anak gimana sih?? Malah santai-santai mewarnai! Bentar lagi kan mau mentas jadi Tama!" omel Erika yang menggendong paksa putrinya.

"Aah Ibu! Gambarku tanggung, dikit lagi!" keluh Raesha protes.

"Gak! Makan sekarang!" tegas Erika setelah mendudukkan anaknya di kursi makan.

Yunan yang duduk di samping Raesha, menyuapi adiknya tanpa diminta. "Rae, ayo 'aaa'," ujarnya tersenyum seraya membuka mulut, mencontohi Raesha.

Gadis cilik itu membuka mulutnya malas-malasan, mengunyah roti selai srikaya, selai buah kesukaannya.

Saat Raesha sibuk mengunyah, adalah kesempatan bagi Yunan untuk melahap potongan rotinya. Erika meneguk tetes terakhir teh lemonnya, sebelum cangkir kosong diletakkan di meja.

"Ibu sudah selesai makan. Kamu makan aja rotimu, Yunan. Ibu bisa lanjut nyuapin Rae," kata Erika pada Yunan.

"Biar aku suapi Rae, Bu. Aku makan insyaallah cepat kok. Ibu mandi duluan aja," jawab Yunan segera.

Erika bangkit dari duduknya. "Ya sudah kalau gitu Ibu mandi dulu. Rae, nurut sama Kakak ya. Ingat, kita harus berangkat jam sembilan teng!" kata Erika dengan sembilan jari tangan diacungkan ke udara.

Bocah yang diajaknya bicara, mengangguk pelan dengan bibir manyun dan pipi bergoyang mengunyah roti. Lucu sekali. Erika buru-buru berbalik badan dan memasuki pintu kamarnya, sebelum dia ketahuan tersenyum geli. Tidak heran bocah ciliknya itu bisa terpilih jadi pemeran utama drama. Keimutan Raesha memang menjadikannya mencolok di antara teman-teman sebayanya. Terbayang gimana Raesha menirukan tingkah Tama. Tama kucing, bukan Tama yang satu lagi.

.

.

Gito bertopang dagu di meja. Saat ini, di sekelilingnya adalah taman mawar putih milik keluarga Danadyaksa. Tampang Gito datar, menatap seorang pria berambut sebahu yang kini duduk di depannya.

Yoga masih mengenakan kimono tidur hitamnya, tersenyum saat menuang kopi ke cangkir, dari corong sebuah alat pembuat kopi french press. 

Kicauan burung terdengar bercuitan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kicauan burung terdengar bercuitan. Karena luasnya halaman, selalu ada saja burung-burung bertengger di dahan pohon.

Setelah menuangkan kopi ke dua buah cangkir berwarna gelap, Yoga meletakkan perlahan frech press-nya di tatakan anyaman kayu.

ANXI 2 (SELESAI)Where stories live. Discover now