Bagian 290 (Konfrontasi!)

888 174 49
                                    

.

.

Memang benci dan cinta itu tipis bedanya

.

.

***

Yoga dan Yunan melambaikan tangan pada Rizky. Baru saja Yunan mencium tangan pria itu sebelum mereka saling berpamitan.

Kedua pintu depan mobil sedan hitam milik Yoga tertutup berbarengan. "Seat belt" kata Yoga singkat pada Yunan. Anak itu mengangguk patuh dan memasang sabuk pengaman. Mobil melaju perlahan. Mata Ratih tak lepas barang sedetikpun dari mereka. Segera dia menyalakan mesin dan membuntuti dengan tetap memberi jarak aman.

Yoga terdiam memandangi jalanan di malam hari. Tampak tenang, tapi sebenarnya beragam pikiran bergelayut di otaknya.

"Kita langsung pulang atau mampir ke toko seperti biasa?" tanya Yunan hati-hati.

Pria yang ditanya tersadar dari lamunannya. "Oh? Iya, kita mampir ke toko sebentar, beli yoghurt dan kue. Terus ... " kalimatnya terputus.

"Terus?" tanya Yunan dengan senyum menyelidik.

Tangan Yoga mengusap bibir. Tampak ragu, tapi akhirnya melengkapi kalimatnya, " ... terus, ke toko bunga di seberangnya. Mau beli buket bunga mawar," jawabnya dengan ekspresi malu yang berusaha disembunyikan di balik ke-sok cool-annya.

Yunan mengulum senyum. "Bunga mawar ... buat siapa ya?" tanya anak itu dengan lirikan menggoda.

Yang ditanya membuang pandangan ke jalanan. "Ck. Pakai tanya segala. Buat siapa lagi? Ya buat Ibumu yang tidak sensitif itu!"

Yunan terbahak. Jawaban itu sekaligus curhatan yang selama ini dipendam. Itu adalah penyebab Yoga menghindari Erika. Karena di akhir pertemuan Yoga dan Erika, Erika menyebut Farhan dengan sebutan 'suamiku.' Tepat pada saat Yoga akan melamarnya.

Sikap dingin Yoga setelahnya, tak dipahami Erika, tentunya. Apa bisa dikata, dalam kesensitifan perasaan, mereka memang berbeda karakter.

Tangan Yunan menghapus air mata di ujung pelupuknya, setelah lama tertawa lepas. Dia jarang tertawa sampai seperti ini. Hanya Om Yoga yang bisa membuatnya begini. "Om ... Om. Sudah tahu tidak sensitif, harusnya Om kasih kode yang jelas dong. Biar Ibuku paham."

Yoga meraup rambutnya dari depan dengan tangan kanan dan setengah menjambak rambutnya sendiri di belakang kepala. Membayangkan rasa jengkel akibat sulitnya mengekspresikan perasaan pada wanita itu. Cuma satu wanita padahal, tapi mampu menjungkirbalikkan hatinya. Wanita aneh bernama Erika. Gemas sangat! "Hhhss ... tau deh. Bawaannya kesal kalau bahas dia. Sudahlah gak usah dibahas."

Yunan menghela napas lelah. "Hh ... memang benci dan cinta itu tipis bedanya ya Om."

"Au ah gelap" jawab Yoga dengan muka datar. Membuat Yunan cekikikan.

.

Ratih menatap sedan hitam itu yang agaknya mengarah tidak langsung ke rumah Erika. Alisnya berkerut penasaran.

Ke mana dulu mereka? Aku harus selidiki. Setidaknya sampai mereka mengarah pulang ke rumah Erika, baru aku bisa pulang ke rumahku dengan damai.

Sepuluh menit kemudian ...

Ratih memarkir mobilnya di samping pohon semak di tepi jalan. Di seberang sebuah mini market. Toko 24 jam itu tampak terang benderang dengan lampu-lampu putih memanjang di dalam ruangan. Tampak seperti kotak bersinar di malam hari. Dari tempatnya menguntit, Ratih bisa melihat Yoga dan Yunan berjalan di dalam interior toko, lalu berhenti persis di depan lemari kaca pendingin berukuran besar. Memilih-milih sesuatu.

ANXI 2 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang