Bagian 272 (Jarak)

1K 176 19
                                    

.

.

Kebohongan biasanya tak akan bertahan lama. Kebenaran selalu akan menemukan jalan untuk terkuak.

.

.

***

Erika menatap layar ponselnya dengan ekspresi sedih. Sebuah balasan pesan diterimanya dari Yoga.

Wa alaikum salam. Masakanmu enak. Terima kasih.

Reaksi yang tak diharapkannya. Walau Yoga menjawabnya dengan mengatakan bahwa masakannya enak, tapi pesan itu terlalu singkat. Seolah ada muatan kesal dan dingin di dalamnya.

Erika mendecak dan menjauhkan ponsel darinya. Matanya menerawang menatap rumput di halaman. Aneh, pikirnya. Setelah sekian lama, Yoga tiba-tiba merangsek masuk ke hidupnya. Dan kemarin mereka baru saja melakukan perjalanan ke rumah orang tua Erika. Bahkan Yunan dan Raesha ikut di dalam mobil. Mereka seperti keluarga kecil yang sedang silaturahmi ke rumah orang tua. Kedatangan Yoga disambut riang oleh Ibu Bapaknya, seolah Yoga anak mereka sendiri. Lalu Yoga tampak menikmati kebersamaan mereka, setidaknya sampai mereka tiba di rumah Erika lalu bicara sebentar, sebelum akhirnya Yoga pamit terburu-buru.

Ada apa sebenarnya? Erika mengernyitkan dahi. Berpikir keras, tapi tetap tak mengerti. Dia menghela napas lelah. Kenapa ya laki-laki suka begitu? Dulu Farhan juga begitu, setiap ada sikap Erika yang tak berkenan, Farhan diam saja. Diam tapi cemberut. Seringkali tidak menjelaskan duduk perkaranya. Sekarang Yoga ternyata begitu juga.

Heran aku tuh. Jelasin kek kalau memang aku bikin salah. Memangnya dia pikir aku bisa nebak-nebak kayak cenayang?

Pintu kamar Yunan terbuka. Anak itu muncul dari pintu dengan kemeja lengan putih panjang dan celana panjang putih. Terlihat sangat rapi.

Erika pangling melihatnya. "Kamu mau pergi?," tanya Erika heran. Sejak pagi tak ada tanda-tanda Yunan mau bepergian.

"Iya Bu. Aku pergi nanti agak siangan bareng Om Tama setelah Dzuhur," jawab Yunan, setengah ragu saat menyebut nama itu. Tama. Nama palsu dari Yoga. Nama pelariannya.

"Oh? Bareng Om Tama? Pengajiannya sudah mulai lagi?"

"Mm ... belum sih. Perginya bukan ke tempat pengajian. Tapi ke ... ," Yunan menggaruk belakang kepalanya, mukanya terlihat malu-malu.

"Ke ... mana?," desak Erika kepo. Jarang-jarang lihat ekspresi semacam ini dari Yunan.

" ... Ke ... rumah Arisa, eh ... temanku sejak kecil saat di rumah yang lama sebelum ke Panti Asuhan," jelas Yunan sambil tersenyum menundukkan pandangan.

Mata Erika berkedip sesaat, lalu sebuah memori akan percakapan saat Farhan masih hidup, muncul di pikirannya. Farhan pernah menggoda Yunan tentang ini. Dulunya Farhan memang sesekali mengantar Yunan ke rumah lamanya. Ternyata untuk menemui seorang gadis yang menduduki posisi istimewa di hati Yunan. Anak ini bisa kasmaran juga ternyata.

"OHH!! Gadis itu kah?? Yang dulu Ayahmu pernah cerita? Siapa tadi namanya? Arisa??," Suara Erika meninggi dan matanya melotot.

"I-iya. Namanya Arisa, Bu. Nanti kapan-kapan kukenalkan sama Ibu. Ibu jangan khawatir. Di sana ada orang tua Arisa, dan lagi, ada Om Tama juga. Soalnya kalau pergi sendiri, aku agak ... malu," jelas Yunan sambil tertawa pelan di akhir kalimat. Seolah ingin menegaskan bahwa dia dan Arisa tidak akan benar-benar berduaan saja.

Erika tersenyum sambil mengembuskan napas. "Hh ... kamu sudah besar ya. Nanti tiba-tiba kamu pergi deh ninggalin Ibu sama Raesha."

"Ah Ibu ... Itu kan masih lama. Aku lulus juga belum, Bu," kata Yunan dengan wajah tersipu.

ANXI 2 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang