Bagian 234 (Perpisahan)

838 165 56
                                    

.

.

Kematian tidak ada hubungannya dengan pergi jauh.

Matahari terbenam.

Dan bulan pun tenggelam.

Tetapi mereka tidak pergi.

~ Jalaluddin Rumi.

.

.

***

"Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah ... Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah ... Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah ... ,"  zikir terus berulang, mengisi ruang kamarnya. 

Begitu tiba di rumah tadi siang, dia segera mengambil air wudhu, salat sunnah wudhu dua rakaat, melanjutkan bacaan Qur'an dan mengambil tasbih. Entah apa yang terjadi hingga kegelisahan membuatnya tidak bisa fokus mengerjakan apa pun di kantor. Tapi kini dia berulang-ulang menanamkan pada hatinya bahwa tak ada yang bisa sampai padanya, kecuali atas izin Allah. Sesuatu yang jika diyakini dengan sungguh-sungguh, akan menghapus segala bentuk kegundahan.

Jarinya menyentuh ujung tasbih. Dia meletakkan tasbih kayu gaharu itu di atas sajadah. Kepalanya tertunduk. Tafakur.

Setengah jam menjelang Maghrib. Mungkin sebaiknya dia menemui Ayahnya. Tadi saat dia baru tiba di rumah, Dana terlihat keheranan. "Lhoo?? Bocah! Kenapa jam segini kamu balik lagi? Ada yang ketinggalan?"

Saat itu Yoga hanya menggelengkan kepala. "Enggak. Aku cuma ... enggak bisa konsentrasi di kantor. Aku mau sendiri dulu di kamar." Itu adalah isyarat agar Ayahnya tidak mengganggunya.

Dana bengong melihat anaknya yang pulang cepat dari kantor cuma karena alasan itu. Tidak bisa konsentrasi? Gagal fokus? 

Sekarang, setelah rangkaian ibadah, dia merasa hatinya lebih tenang, meski tetap seperti ada yang mengganjal, entah apa.

Yoga berjalan ke ruang tengah dan menemukan Ayahnya sedang duduk di depan televisi. Dia duduk di samping Dana. "Ada berita apa, Yah?"

Dana tampak fokus ke layar televisi. "Lihat. Kecelakaan beruntun, tak jauh dari bandara."

Yoga memindahkan perhatian ke layar. Breaking News itu dilaporkan secara langsung dari lokasi kejadian. Reporter pria itu berdiri di belakang mobil ambulans, berlatar cuaca hujan rintik-rintik.

"Ambulans sejak tadi berdatangan mengangkut para korban. Tabrakan beruntun yang melibatkan 11 mobil ini, ditengarai dipicu oleh licinnya jalan raya saat hujan deras mengguyur Jakarta sejak pagi hingga sore hari ini."

Layar berganti memperlihatkan para korban yang digotong. Beberapa tampak masih bernyawa.

"Total korban adalah dua puluh lima orang, dan sepuluh diantaranya tewas. Berikut adalah daftar nama korban yang telah teridentifikasi."

Muncul deretan nama korban luka-luka, lalu daftar nama korban tewas. Yoga mengernyitkan dahi saat melihat satu nama di antara mereka yang tewas.

Farhan Akhtar.

Jantungnya seolah terhenti sesaat. Mungkin hanya kesamaan nama, pikirnya. Walau setahunya, nama itu tidak terlalu pasaran.

"Dua dari jenazah korban telah dibawa ke luar kota oleh keluarganya. Dan selebihnya adalah domisili Jakarta. Berikut di layar adalah suasana di rumah duka salah satu korban, Farhan Akhtar."

Layar berganti. Memperlihatkan suasana kesedihan di sebuah rumah kompleks perumahan kelas menengah. Para pelayat mengenakan pakaian serba hitam. Lalu suasana berubah siaga, saat sebuah mobil jenazah datang. Dua orang tetangga dengan sigap menerima jenazah yang diturunkan dari pintu belakang ambulans. Di belakangnya, turun seorang anak remaja laki-laki berbaju putih.

ANXI 2 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang