Bab 32◾Kalut◾

19 3 1
                                    

Havi terduduk di samping ranjangnya sembari menatap foto dirinya dengan Rey. Foto itu mengingatkan cerita pahit pada masa lalunya yang membuat ia meremas foto di tangannya itu.

Havi membuang foto itu ke tempat sampah. Ia meraih bola basket lalu memantul-mantulkannya ke dinding kamarnya. Ia tak peduli dengan suara berisik yang berasal dari HPnya akibat pesan masuk yang dikirimkan Nanda.

Semakin lama Nanda semakin banyak mengirimkan pesan, membuat Havi mulai kesal dan memantulkan bola basket dengan keras hingga mengenai fotonya dengan Nanda yang terletak di meja belajarnya. Foto tersebut pun jatuh dan akhirnya pecah.

"Nanda.." lirih Havi.

----------------------------------------------

Nanda sesekali melirik HPnya menunggu pesan masuk dari Havi namun nihil, sama sekali tak ada balesan.

Nanda mendengus kesal. Ia merasa setelah ia pulang dari rumah Havi, Havi nampak berbeda dari biasanya. Ini sungguh membuat Nanda tidak nyaman.

"Apa nyokapnya gak suka ya sama gue?" gumamnya merasa insecure.

"Tapi tadi baik banget kok. Gak, Nan. Nyokap Havi baik banget, malahan nyokapnya minta lo manggil Mama juga. Ayo semangat. Udah dapet lampu ijo gak boleh seuudzon." gumamnya sembari menyemangati dirinya sendiri.

"Terus kenapa Havi gini?" tanyanya lagi.

"Pusing kepala Belle."

"Gak gak, bukan Belle. Havi cakep gitu mana bisa disetarain sama Beast."

"Yang cocok mah Asep, kalo gak Bang Ariel."

"Lo indigo ya, ngomong sendiri gitu. Sejak kapan? Emejing banget! Adek gue emang WeOWe, banyak dapet mirekel dari yang di atas." cerocos Rey dari balik pintu, hendak masuk ke kamar Nanda.

"LO! BEAST! DI LARANG MASUK, PATUHI BATAS SUCI!" teriak Nanda lalu segera menutup paksa pintu kamarnya lalu menguncinya.

"NAN AYOLAH BUKA! GUE ADA PERLU." rayu Rey dari balik pintu. "WOI OTAK GUE KETINGGALAN DI DALEM, PLIS BUKA! " alibi Rey di balik pintu.

"EITSS--ANDA BERBOHONG. ANDA KAN GAK PUNYA OTAK. " balas Nanda dari balik kamarnya.

"GUE TABOK MULUT LO YA. ENTENG BANGET REHENG LO." balas Rey lagi.

Valdo hanya melirik ke lantai dua, menyaksikan kakak-kakaknya seperti itu, hampir setiap hari.
"Terima kasih Tuhan telah menguatkan mental hamba sampai saat ini." gumamnya.

Setidaknya kelakuan Rey dan Nanda bisa menghidupkan keluarga ini yang hampir tidak nampak seperti keluarga lagi.

----------------------------------------------

Pagi ini Nanda bertekad untuk menanyakan langsung apa yang terjadi sebenarnya dengan Havi. Hal apa yang membuatnya menjadi berubah seperti ini.

Ia berjalan sepanjang lorong sekolah, berharap agar bertemu dengan kekasihnya. Benar saja, dari arah berlawanan Havi nampak berjalan menuju Nanda.

Nanda tersenyum manis saat Havi menatapnya. Namun tatapan itu berubah. Tatapan yang dulunya hangat sekarang nampak begitu dingin, membuat senyuman Nanda luntur.

Nanda melambai kepada Havi, Havi membalas lambaian itu. Membuat Nanda menjadi tersenyum kembali. Langkah Havi semakin dekat dengan Nanda.

Namun, entah mengapa, Havi melewatkan Nanda begitu saja dan tak melirik sedikit pun kepadanya.

Nanda membalikkan badannya, ternyata lambaian Havi bukan untuknya melainkan untuk Reza.

Nanda tersenyum pahit. Perasaannya semakin sakit saat Havi dan Reza melewatinya tanpa menyapa, sekedar melirik pun tidak.

"Mampus dicuekin Havi kan lo cabe." sahut Ashila dari belakang Nanda. /Ingat kan dengan Ashila? Kalau lupa mari flashback ke bab 21/

"Makanya kalo udah punya Rey gak usah sok cantik deketin Havi!" sindir salah satu dayang Ashila.

"Maklum Shil, kelakuan cewek murah kan emang gitu, kayak gak tau aja." lanjut dayang Ashila lainnya.

Ashila bersama kedua dayangnya mendorong Nanda ke dinding tembok sekolah dengan kasar membuat Nanda terpantuk dan terjatuh, Nanda hanya bisa tertunduk. Bukan, bukannya ia lemah, ia hanya sibuk berpikir tentang sikap Havi, tak peduli dirinya akan diapakan oleh ketiga siluman di depannya ini.

"Drama banget gue." gumam Nanda tersenyum pahit lalu mengusap air matanya masih belum bangkit berdiri.

Havi melihat semua itu dari pinggir lapangan dan hanya diam menyaksikan. Berusaha untuk bersikap seolah tak melihatnya.

----------------------------------------

Netta menancapkan garpu ke meja kantin
"Berani-beraninya tuh ondel-ondel ya!"

"Are u okay?" tanya Syra menatap Nanda.

Nanda hanya tersenyum paksa.

"Izy gak tega liatnya." ujar Izy kepada Netta.
"Nan, kita bales aja ya, jangan didiemin. Belum tau aja tu mereka siapa lo sebenarnya."

"Iya woy, kalo aja tau, gue taruhan 10 juta mereka betiga bakal malu semalu-malunya. Greget gue." cerocos Netta menggebu-gebu.

"Makan." ujar Syra ke Nanda setelah menyodorkan semangkok mie ayam kepada Nanda.

Nanda tersenyum. "Makasih."

Nanda gagal menyuapkan sesendok mie ayam ke mulutnya saat mendengar gebrakan meja yang juga mencuri perhatian para murid di kantin.

"LO SEMUA UDAH KELEWATAN!" bentak Rey kepada Ashila dan teman-temannya.

"Eh, Rey. Kamu kenapa marah-marah gini?" tanya Ashila dengan lembut sembari meraih tangan Rey.

Rey menepiskan tangan Ashila. "Jangan pikir gue gak bakalan berani ngasarin lo karena lo cewek!"

"Siapa yang ngasih tau abang gue?" tanya Nanda kepada ketiga sahabatnya itu dengan tatapan mengintimidasi.

Netta menyengir. "Maaf Nan. Gue gak bisa nahan lagi."

Nanda mendengus kesal dan beranjak dari kursinya lalu segera mendatangi Rey yang sedang meluapkan emosinya itu.

Ashila bingung bukan main karena tak pernah melihat Rey bereaksi seberlebihan ini saat ia mengusik perempuan lain yang sempat mendekati Rey.

"Jangan pernah berani nyentuh Nanda!" bentak Rey yang membuat Ashila diam seribu bahasa.

"Lo gak perlu marah-marah ke orang lain kalo emang faktanya gitu. Lo sama Nanda kan emang ada hubungan di belakang gue."

"Havi!" bentak Nanda yang mendengar ucapan Havi itu, ia terkejut bukan main. Bisa-bisanya Havi mengatakan hal seperti itu seolah-olah Nanda mengkhianatinya padahal jelas-jelas Havi tau Rey adalah kakak kandung Nanda.

Semua murid menyaksikan perseteruan itu. Perseteruan antara Havi dan Rey yang sudah lama sekali tidak disaksikan oleh mereka setelah kejadian masa lalu itu.

"Maksud lo apa hah?!" bentak Rey sembari menatap tajam Havi.

Havi menatap balik dengan tatapan sinis. "Gak bisa berhenti ngusik hidup gue? Dulu Anisa, sekarang Nanda."

Havi tersenyum miring. "Sampah lo berdua."

Perasaan Nanda seperti ditusuk beribu jarum saat mendengar ucapan Havi.

Rey semakin tak bisa mengontrol amarahnya saat mendengar ucapan Havi itu.

"NANDA ADEK GUE, BANGSAT." teriak Rey di depan wajah Havi lalu melayangkan pukulan ke wajah Havi.

Semua murid yang menyaksikan itu terkejut dengan pengakuan Rey.

Teman-teman Rey dan Havi berusaha melerai keduanya namun begitu sulit hingga akhirnya Nanda segera menarik Rey pergi dari tempat itu.

Havi hanya tersenyum miring lalu mengusap darah dari bibirnya yang sedikit sobek akibat pukulan Rey.

TBC
Lemak ku belum hilang - Netta
Keknya gigi gue nyangkut cabe - Izy
Cuti dulu ya, lagi tegang - Ibu kantin

Havinand [ON GOING] Where stories live. Discover now