Bagian 34. Kembali Berjuang

839 178 15
                                    

Lembayung yang memonopoli langit sore ini nampak sangat cantik, apalagi dihiasi burung burung yang beterbangan bebas di atas sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lembayung yang memonopoli langit sore ini nampak sangat cantik, apalagi dihiasi burung burung yang beterbangan bebas di atas sana. Sabtu ini, bagi sebagian orang terasa lebih hangat dari biasanya. Suasana yang mendorong manusia supaya tetap betah di rumah, atau sekadar duduk duduk santai di balkon―ditemani kopi untuk menambah rasa hangat nan romantis.

Tapi, suasana hangat nan romantis seperti diatas tidak berlaku untuk dua orang cowok yang duduk bersebelahan menatap kebun mawar yang tersaji di depan mereka. Memang mereka ditemani kopi, namun bukannya hangat, atmosfer di sekitar mereka malah dingin, beku.

Wonu sedari tadi canggung bukan kepalang karena Fero―sebagai orang yang mengajaknya bertemu, hanya diam saja sambil sesekali menyeruput kopinya.

Mereka saling diam, entah memikirkan apa. Tak ada obrolan sedikit pun sejak sepuluh menit yang lalu, tepatnya setelah cowok tinggi berkaos coklat polos ini masuk menyusulnya ke dalam ruangan dan memberinya segelas kopi.

"Tempat ini...bersejarah banget ya Won, buat kita"

Wonu yang baru mau menyeruput kopinya jadi terhenti, tidak jadi minum. Dia meletakkan kembali cangkir putih itu ke dalam pangkuannya.

"Lo inget nggak, kalau awal kita ke sini itu gara gara kabur dari Rumah Impian karena kita takut disuntik cacar?" tanya Fero masih tetap memandang ke depan.

Wonu terkekeh pelan dan mengangguk. "Lo yang ngajak kabur kan?"

Fero berdeham lalu melanjutkan,"Waktu itu, lo bilang ke gue. Kenapa kita harus takut? Sedangkan kita udah pernah merasakan sakit yang lebih hebat dari sekedar ditusuk jarum suntik?"

Kekehan Wonu berubah menjadi senyum segaris begitu ia teringat masa kecilnya. Ia kembali pada masa masa paling menyakitkan, dimana ia dibuang, dituduh pembunuh, lalu dikucilkan. Ah, luka itu lagi lagi berhasil membuat perih hatinya kembali terasa.

Lalu Wonu menoleh ke arah Fero yang nampak berat juga ketika mengingat masa sulit sepuluh tahun lalu itu. Fero si anak orang kaya. Begitu dulu julukannya. Wonu masih sangat ingat ketika Fero kecil yang bertubuh gemuk itu memanggil dirinya 'Anak Monster', tepat di hari ulang tahun Serena.

Anak gendut sok jagoan yang ternyata lebih rapuh dari sebatang kayu tua.

Fero tiba-tiba terkekeh bahkan tertawa pelan.

"Kenapa?" tanya Wonu heran. Padahal baru saja mau melow mengingat masa lalu, nih anak main ketawa aja.

Fero berusaha menghentikan tawanya, "Gue ngerasa lucu aja gitu hahaha... Dulu gue ngatain lo anak monster karena nggak mau ngomong" lalu cowok ini tertawa lagi. Membuat Wonu ikutan tersenyum lebar karena ketularan ketawanya Fero. "Inget banget gue, mana lo itu dulu kurus banget, pendiem, jarang ngomong...haduh kok ada orang idup kayak lo hahaha".

"Ini lo lagi nostalgia ngebully gue apa gimana?" Wonu memberi tatapan kesal, tapi setelahnya ikut tertawa.

"Tapi ya, Nu. Gue lupa kapan kita mulai akrab dan jadi temen. Kayaknya sejak lo mergokin gue nangis terus meluk gue deh.."

Adorably || Wonwoo & Joy ✔✔Where stories live. Discover now