27. Tidak adakah kesempatan kedua?

4.7K 221 0
                                    

Hana menatap wajah Angga dengan tatapan sendu. Sudah hampir 3 hari Angga belum sadarkan diri. Kedua orang tua Angga sampai harus dibuat cemas. Dan sudah hampir 3 hari Davit mendiamkan dirinya. Dia hanya datang menjenguk Angga, lalu setelahnya dia pergi begitu saja.

Tiga hari lalu juga dia hampir membuat orang tuanya putus asa mencarinya. Karena Hana sama sekali tidak memberi tahu kedua orang tuanya bahwa dia sedang berada di rumah sakit. Jika saja kakaknya tidak pulang, mungkin orang tuanya sudah melaporkan dirinya atas kasus kehilangan anak ke polisi .

Air mata Angga meluncur begitu saja ketika Hana selesai membaca ayat suci Al- Qur'an. Mata lelaki itu masih terpejam erat, tapi air matanya tidak kian berhenti.

Hana ragu menyentuh tangan Angga. Bagaimana jika dia marah? Bagaimana jika Angga masih membencinya? Bagaimana jika Angga tidak nyaman dengan kehadirannya? Hana sangat ragu untuk mengusap air mata Angga. Walau dia masih Sah menyandang sebagai istri lelaki itu.

Air mata Angga terus menetes. Mau tidak mau Hana harus mengusapnya. Baru kali ini dia bisa memegang wajah tampan suaminya. Tidak bisa di pungkiri, ada rasa hangat yang singgah di hatinya.

Perlahan demi perlahan kelopak mata Angga terbuka. Matanya sedikit mengerjab. Dia sedang menyesuaikan matanya dengan sinar cahaya yang berada di dalam ruang inapnya.

"Maaf, aku sudah lancang memegang wajah Mas Angga." Hana terlihat sangat ketakutan. Dia benar-benar tidak punya pilihan lain selain membantu Angga mengusap air matanya.

"Aku akan menelepon Kak Davit agar dia segera kesini. Aku akan segera pergi, maaf sudah membuat Mas Angga tidak nyaman dengan kehadiranku disini." Hana bersiap untuk pergi, namun pergelangan tangannya di tahan oleh Angga.

"Te_tetaplah disini." Pinta Angga, sambil menatap penuh permohonan kepada Hana. Dia menatap Hana dengan tatapan memohon supaya Hana tidak pergi dari sini.

"Apa tidak mengganggu Mas Angga?" Tanya Hana, ragu. Angga sangat anti jika berduaan dengan dirinya. Karena dia sadar, hati suaminya hanya milik Meli sepupunya.

"Kamu istriku. Apa yang membuatmu berfikir seperti itu?" Ucapan yang keluar dari bibir Angga, sontak langsung membuat jantung Hana ingin lancat dari tempatnya.

"Maaf, tapi bukannya Mas Angga tidak suka kepadaku? Lalu untuk apa aku ada disini?" Pertanyaan yang keluar dari bibir Hana, membuat relung hati Angga terasa di cambik-cambik.

"Akan aku jelaskan setelah aku sembuh." Angga tersenyum kepada Hana, sebuah senyuman yang tulus, bukan sebuah paksaan atau drama. Hana hanya diam sambil duduk di kursi samping Angga.

Ceklek...

Angga dan Hana menatap pintu ruang inap dengan kompak. Seorang lelaki bertubuh tegap masuk kedalam ruangan Angga dengan wajah dingin. Davit!! Lelaki tampan itu menatap Angga dan Hana bergantian.

"Sudah sadar, Ngga?" Pertanyaan yang Davit lontarkan terdengar aneh di telinga Angga dan Hana.

"Aku kira kamu akan mati, dan Hana bisa hidup bersamaku." Davit menyunggingkan senyuman sinisnya. Dia menyugar rambutnya kebelakang dan melepas jas yang melekat di tubuhnya.

"Kamu ngomong apasih kak?" Bentak Hana, sambil membuang nafas kesal. Pasalnya ucapan kakak iparnya itu sangat tidak bisa di logika oleh otak. Bagaimana mungkin seorang kakak bertanya perihal kematian kepada adik kandungnya yang baru saja siuman setelah koma hampir 3 hari?

"Dia menyia-nyiakanmu, membuangmu, berlaku buruk terhadapmu, dan aku...." Davit menjeda kalimatnya. Tatapan lembut dia arahkan kepada Hana.

"Aku menerima apa yang ada di hidupmu tanpa syarat. Aku menerimamu apa adanya Han. Apa kamu masih meragukan perasaanku?" Davit mendekat kearah Hana.

Derita Cinta Pernikahan ( Complite)Where stories live. Discover now