Bagian 270 (Pertemuan)

Start from the beginning
                                    

Yoga tampak malu. Menyadari kalimatnya bisa disalahartikan. "O-eh ... maksudku, kembali bertamu di rumah ini. Ha ha," dia melengkapi kalimatnya sambil menahan malu.

Yunan yang sedang berlagak membaca koran, menghela napas. Percakapan dua orang yang sedang kasmaran memang melelahkan.

"Kamu terlihat berbeda, Yoga. Aku tidak pernah membayangkan kamu akan jadi seperti ini sekarang," kata Erika sambil tersenyum.

Yoga terdiam sesaat. " ... Berbeda? Maksudmu ... ?," tanya Yoga dengan alis berkerut.

"Aku melihatmu di televisi dan majalah. Kamu memutus kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang usahanya dinilai tidak halal. Aku tidak pernah membayangkan, Yoga yang dulu kukenal melakukan itu," jelas Erika, dengan pandangan tertunduk menatap rerumputan yang tertiup angin.

Lawan bicaranya tercenung. Hening meliputi mereka. Yoga sudah menyadarinya sebenarnya. Dulu sekali, di puncak bukit Sumatera Barat. Bibirnya melengkungkan senyuman. Mengingat momen penting dalam hidupnya. "Mungkin ini terdengar aneh. Tapi, perubahanku, secara tidak langsung, disebabkan oleh kamu, Erika."

Wanita itu kini menoleh padanya dengan ekspresi keheranan. "Aku? ... Kenapa bisa aku? Tapi ...  kita kan sudah lama tidak bertemu."

Senyum Yoga semakin merekah. "Aku rasa, justru karena kita lama tidak bertemu," jawab Yoga dengan binar di matanya yang tak mampu diartikan Erika.

"A-aku tidak mengerti," kata Erika, masih dengan tanda tanya di wajahnya.

Yoga tertawa pelan. "Tidak apa-apa. Kamu tidak harus mengerti." Erika mengernyitkan dahi, tapi memutuskan tidak bertanya lagi.

Mereka duduk berdua. Percakapan beberapa patah kata itu telah mencairkan suasana canggung antara keduanya. Angin semilir membelai kulit. Keduanya menatap tanaman yang dedaunannya bergoyang diembus angin. Suara embusannya menutupi debaran jantung mereka, yang sejak tadi ribut berdegup.

Erika melirik pria yang duduk di sampingnya. Yoga memang tampak beda sekarang. Pasti banyak hal yang telah dia lalui. Hal yang dirinya tidak pahami.

Yoga perlahan mengembuskan napas. Melepas rasa yang sulit untuk digambarkannya saat ini. Momen kebersamaan ini akan diingatnya. Terlepas dari berjodoh atau tidaknya mereka berdua, momen ini akan diingatnya dan disyukurinya dengan sepenuh hati.

Kamu tidak harus mengerti, sayang. Seberapa besar cintaku padamu.

Yoga merapatkan bibir. Menahan gejolak yang nyaris membuat matanya basah. Syukurlah ada Yunan di ruang tengah. Jika tidak, dia mungkin sudah merangkul Erika dalam pelukannya. Kerinduan dan cinta ini sudah ditahannya terlalu lama. Terlalu lama.

Yunan diam-diam tersenyum di balik lembaran koran.

***

Ashar berkumandang. Yunan membangunkan Mbah Kakung, sementara Erika membangunkan Mbah Putri di lantai atas. Mereka kembali salat berjamaah. Dan lagi-lagi, Yoga didesak menjadi imam.

"Kamu saja, Yunan," kata Yoga, berbisik dengan nada setengah memaksa.

Yunan menggelengkan kepala. "Enggak ah. Aku kan masih kecil," jawab Yunan sok imut.

"Sekarang kamu ngaku anak kecil. Biasanya juga ngomongnya kayak kakek-kakek," kata Yoga dengan muka cemberut. Yunan cekikikan. Erika heran melihat interaksi keduanya yang sangat akrab. Sungguh ajaib. Kenapa dia bisa baru tahu sekarang kalau Yunan sedekat itu dengan Yoga? Sepertinya dirinya memang lemot akut.

Akhirnya Yoga mengalah. Dia berdiri di sajadah yang terhampar di baris terdepan. Yoga mengecek ke belakang. Mbah Kakung dan Yunan berdiri bersebelahan di belakangnya. Dan di belakangnya lagi, berdiri Erika beserta Ibunya. Erika, menjadi makmumnya. Lagi, hatinya dipenuhi haru.

ANXI 2 (SELESAI)Where stories live. Discover now