Perasaan Yang Timbul Tenggelam

1K 78 0
                                    

Aku yang membuatmu pulih, tapi justru orang lain yang kamu pilih.

🌫🌫🌫

Desir angin yang membelah dingin malam itu hanya Salma biarkan datang. Hening yang berkepanjangan juga sengaja ia ciptakan diam-diam. Mata kosong cewek itu terus menyusuri jalan di depannya yang semakin terasa panjang. Salma lelah. Lelah dengan pilihan yang ia perjuangkan.

Memang, ada kalanya apa yang kita korbankan harus diikhlaskan untuk tidak jadi kenyataan. Seperti perasaannya pada Kiki, misalnya.

Wajah pucat Salma kini sudah tidak berarti apa-apa. Seluruh rasanya terasa seperti membeku tiba-tiba.

"Aku lupa. Selamanya, ternyata aku memang bukan siapa-siapa." Lirih rendah nada suaranya bahkan tidak mampu di dengar oleh siapapun. Hanya ada luka di seluruh kata-katanya.

"Kamu nggak salah. Aku yang salah karena udah cinta, tapi apa nggak bisa sekali aja kamu lihat aku di sini? Sebagai seseorang yang mencintai kamu?"

Sakit.

Bahkan, hening malam yang semakin mengheningkan tidak mampu meluruhkan rasanya pada cowok itu.

"Aku udah pindah sekolah. Buat kamu, tapi kamu malah semakin nggak mau lihat aku."

Lagi, detik jam yang kian berlalu juga tidak cukup untuk mengembalikan rasanya yang kini semakin pilu.

"Nayla memang punya sejuta cara untuk buat kamu jatuh cinta, tapi aku bisa jamin kalau aku punya lebih banyak rasa dibandingkan dia."

Memang, tidak semua apa yang kita inginkan akan jadi kenyataan, tapi Tuhan juga tidak pernah salah. Barangkali, di balik semua ini ada hal baik yang ingin ditunjukkan untuk hamba-Nya. Tapi, entah kenapa untuk saat ini Salma masih belum mau percaya akan hal itu. Ia menolak yakin atas kepercayaannya pada sang pemilik alam semesta.

Wajah Salma semakin sendu. Di sana, cewek itu berhenti sejenak. Mendongak. Menatap jutaan bintang  di langit yang seakan menertawakan dirinya. Dada Salma rasanya semakin sesak saja. Detik ini, ia benar-benar kehilangan alasan untuk tetap bertahan. Ia kehilangan seluruh rasanya untuk tetap berada di dunia.

"Sekali aja. Apa nggak bisa kamu lihat aku di sini?"

"Nggak bisa."

Pejam mata Salma semakin dikuatkan. Sesak di dadanya juga semakin sulit untuk di samarkan. Ada yang bilang, saat seseorang merasa sedih harus ada orang lain yang menemani, tapi untuk saat ini ia benar-benar ingin sendiri. Ia ingin menikmati lukanya sendiri tanpa orang lain yang tahu akan sakit ini.

"Kenapa datang?" tanya Salma pada sosok di sampingnya yang entah sejak kapan ada di sana. Berdiri menatap lurus ke dapan lengkap dengan senyum samar di bibirnya.

"Bahkan, hidupmu nggak akan berakhir meski nggak sama dia."

Hening.

"Jangan terlalu sedih, Sal" Cowok itu menoleh pelan, mengangkat tangan kanannya lantas menepuk-nepuk dadanya. Mata teduh itu terus sama menjelajah ke dalam manik sendu Salma. Semakin lama, sorotnya terasa semakin tenggelam di sana. "Aku selalu di sini kapanpun kamu ngerasa sendiri."

"Reza—"

"Aku nggak akan pernah pergi."

"Jangan ngomong lagi—"

152 Hari MELUPAKANMU ✔Where stories live. Discover now