Suara Hati Reza

2.2K 123 13
                                    

Ternyata sakit juga, ya, diabaikan oleh orang yang selama ini selalu membela kita.

🌫🌫🌫

Sebelum ditinggal sang Ayah. Hidup Reza bahagia dengan hal-hal sederhana.

Semenjak Ayah pergi meninggalkannya. Kebahagiaan Reza perlahan berkurang.

Namun, setelah Mama menikah lagi, dengan Ayah Hansel, kebahagiaan Reza yang sebelumnya sempat berkurang kini terus-terusan bertambah. Meski tidak sebanyak saat ayah kandungnya masih ada. Terlepas dari itu semua Reza sangat bersyukur keluarganya kembali lengkap, bahkan kini bertambah.

Ayah Hansel baik, tapi Ayah kandungnya selamanya adalah yang terbaik. Tidak akan ada yang dapat menggantikan sosoknya di hidup Reza. Seperti ada ruang rahasia di dalam sana yang akan selalu Reza jaga demi sang Ayah.

Kadang, sore hari menjelang petang begini Reza selalu duduk di belakang rumah sederhana bersama Ayah. Ditemani dua gelas teh hangat serta pisang goreng buatan Mama. Jujur saja sekarang Reza sedang rindu Ayah. Reza rindu senyum tulus lelaki itu. Reza rindu peluk hangat lelaki itu. Reza rindu kalimat-kalimat sederhana yang lelaki itu selalu ucapkan padanya. Reza rindu kehadiran Ayah di sisinya.

Saat-saat seperti ini Reza merasa sosok ayahnya tengah hadir menemaninya duduk di pinggir tempat tidur, Reza seakan merasakan dekap erat sosoknya yang begitu nyata.

Dan, detik ini juga sekali lagi Reza rindu Ayah.

"Za, jangan pernah jadi orang jahat. Siapapun yang meminta bantuan, kalau kamu sanggup. Bantu dia. Jangan menjadi manusia yang punya mata, tapi seakan buta. Jangan menjadi manusia yang punya telinga, tapi seolah nggak bisa mendengar apa-apa."

Hari itu Reza baru saja pulang dari kegiatan OSIS di SMP tempatnya sekolah. Reza hanya bisa mengangguk seraya menatap lekat wajah setengah baya Ayah yang semakin menua dengan tatapan kagum tiada kira.

"Kamu harus menjadi bermanfaat untuk semua orang, Za. Kalau nanti Ayah udah nggak ada jangan pernah lupakan petuah-petuah yang Ayah ajarkan ke kamu."

Reza masih ingat jelas kalimat singkat ayahnya sore itu. Terdengar ambigu namun cukup membuat Reza terpaku. Antara kagum dan merasa pilu.

"Reza akan selalu ingat, tapi… memangnya Ayah mau ke mana?'

Reza juga masih ingat. Itu adalah pertanyaannya yang bahkan sampai detik ini belum diberi jawaban oleh sang Ayah. Dan Reza yakin, selamanya pertanyaannya itu hanya akan tetap menjadi pertanyaan belaka.

"Jangan pernah sakiti hati Mama kamu. Ayah nggak sanggup lihat Mama kamu sedih."

"Reza nggak bisa janji. Reza masih kecil. Jadi, kadang Reza sering buat Mama marah dan sedih."

"Mau kamu masih kecil atau udah besar sekalipun, kamu harus tetap jaga Mama. Jangan buat Mama kecewa."

Detik itu juga Reza semakin mengeratkan dekapannya pada pigura foto sosok lelaki setengah baya tengah tersenyum sendu memeluk seorang anak lelaki di ayunan sederhana. Jantung Reza rasanya seperti ditusuk pilu oleh sembilu. Dadanya ikut sesak saat ingatan itu kembali terputar di kepalanya.

Seandainya Ayah masih di sini. Reza ingin memeluknya, menceritakan segalanya yang ia lalui tanpa Ayah. Kenangan-kenangan yang ada saat sosoknya sudah tak nyata. Reza ingin bercerita, tapi Reza tidak punya ruang untuk mencurahkan semuanya.

"Jadi orang baik, ya? Janji?"

Reza menggeleng saat suara Ayah dulu kini masih sangat jelas terekam oleh ingatannya.

152 Hari MELUPAKANMU ✔Where stories live. Discover now