Dia yang Tidak Lagi Melangkah ke Arahku

1.2K 86 13
                                    

Kenapa keadilan tidak pernah ada untukku yang membutuhkannya?

🌫🌫🌫

Sebuah perumpamaan yang menyedihkan jika selama ini Reza benar-benar memuakkan. Awalnya Reza biasa saja dan tak mau mendengar dengan serius saat Kiki kembali memakinya di dapur beberapa menit lalu. Kepingan kebersamaan bersama Ayah lantas kembali hinggap di kepalanya. Dadanya terasa begitu sesak jika disuruh mengingat lagi perkataan menyakitkan Kiki.

"Berapa kali gue bilang, lo nggak berguna. Hidup lo bikin orang lain susah. Ayah lo nggak pernah ngajarin tentang tata krama? Hp gue rusak gara-gara lo jatuhin. Lo nggak tahu kan seberapa penting hp itu bua gue? Kenapa sih lo harus lahir ke dunia? Bikin hidup orang menderita aja."

Harusnya, saat Kiki mulai berkata demikian. Reza segera pergi saja. Masa bodoh tentang anak itu yang marah-marah. Reza hanya tidak ingin hatinya terluka lebih lama. Jika boleh memilih, Reza juga tidak ingin ada di sini. Reza ingin hidup sendiri tanpa membebani hidup Kiki, tapi pada kenyataannya dia hanyalah anak remaja yang tidak bisa apa-apa.

Reza tidak ingin berlama-lama, tapi dia juga tidak punya kuasa atas takdirnya.

Di sudut kamar, anak itu meringkuk bersandar di pinggir tempat tidurnya. Memeluk lutut seraya menyeka air matanya. Hati siapa yang tidak sakit saat mendapat penghinaan? Bohong  jika Reza merasa biasa-biasa saja selama ini jika dari awal menginjakkan kaki di rumah ini ia sudah berpikir bahwa kehadirannya tidak pernah diharapkan ada.

Sementara cowok di sebelahnya hanya melirik kaku. Diam-diam jadi mengambil napas banyak seraya mendekat. Tangannya lantas terulur bebas menepuk-nepuk punggung Reza pelan.

"Saat pertama kali gue dapat kabar kalau Ayah mau nikah lagi, hati gue hancur. Gue seakan nggak tahu harus ngapain lagi. Gue kehilangan semesta gue asal lo tahu."

Alunan nada sendu itu bukannya membuat hati Reza merasa lega, justru malah sebaliknya. Nyeri di dada cowok itu semakin terasa nyata.

"Gue marah, Za. Gue nggak terima Ayah gitu aja melupakan mendiang Mama. Mama nggak seharusnya mendapat kebencian dari Kiki."

"Ayah udah cerita soal itu, Bang."

"Dengerin gue dulu." Lantas, Reza yang diperintah seperti itu langsung mengunci rapat mulutnya. Mulai memasang baik-baik telinga untuk mendengar penjelasan dari... Rian.

Rian merapat. Menyandarkan bahunya ke pinggir tempat tidur Reza pelan. Duduk menatap hamparan langit senja yang sebentar lagi akan segera hilang.

"Ini salah gue. Harusnya pada saat itu gue nggak buat Kiki masuk ke panti asuhan dan tinggal di sana. Harusnya gue nggak bikin Kiki kecil menderita karena kekurangan kasih sayang dari Ayah dan Mama. Gue hanya iri, Za. Gue marah sama Ayah dan Mama karena mereka lebih menyayangi Kiki ketimbang gue," jelas Rian dengan dada yang terasa semakin sesak saja.

Sementara Reza di sampingnya semakin terdiam. Semakin tenggelam dalam luka yang Rian buka sekarang.

"Gue merasa sedikit bisa bahagia karena membuat Kiki tinggal di sana lama. Gue bisa kembali merasakan kasih sayang Ayah dan Mama. Walau jarak umur gue dan Kiki nggak beda jauh, tapi sampai detik ini gue nggak ngerti kenapa mereka lebih menyayangi Kiki daripada gue. Itu yang buat gue sakit hati bahkan sampai sekarang, Za."

"Kenapa Abang tega?"

"Gue jahat, ya?" balas Rian menoleh lagi. Memandangi sosok Reza yang di sana mengangguk membenarkan.

"Gue emang jahat, sih, Za."

"Tapi, ini bukan salah Abang kalau Kiki jadi seperti sekarang," balas Reza mencoba menenangkan. Meski berikutnya, jawaban yang ia dengar justru semakin membuat hatinya hancur berantakan.

152 Hari MELUPAKANMU ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt