The Other Side

2.8K 160 20
                                    

Kamu adalah doa yang selalu aku semogakan. Kamu adalah harapan yang terus-terusan aku anggap sebagai kenyataan. Kamu adalah lautan yang luas di samudera, yang membawaku berkelana mengelilingi banyak cerita menyakitkan yang sebenarnya aku sendiri yang menciptakan.

🌫🌫🌫

Dahulu, ia selalu berpikir bahwa keputusan yang ia ambil adalah sesuatu yang benar. Jalan yang ia pilih adalah sesuatu yang memang harus terjadi. Hari terus berganti. Ia merasa sendiri saat sosoknya sudah tak lagi menuangkan warna ke lembar ceritanya. Semakin hari, yang ia rasakan hanya sebuah kesia-siaan. Yang ia jalani hanyalah sebuah kepura-puraan. Ia menoleh ke jendela, bertopang dagu dengan tangan kiri memegang sebuah buku. Andai saja dahulu ia tidak egois, mungkin sekarang Kiki masih terus berada di sisinya. Andai dahulu ia bersikap lebih biasa saja, mungkin Kiki akan mencoba untuk mengerti.

Tarikan napas panjang sudah Nayla lakukan sedari tadi, sembari memandangi jalanan depan rumahnya yang basah karena rintikan hujan. Ia menghela napas.

"Gue jadi bingung," katanya kemudian menyeka cairan bening yang tiba-tiba jatuh. Membentuk aliran panjang di pipi cewek itu.

Langkahnya terdengar gusar menuju ke kasur. Ia langsung menghambur ke sana. Menenggelamkan wajahnya ke lipatan bantal dengan kaki bergerak-gerak kesal. Hatinya tiba-tiba kembali sakit setelah pertemuan terakhirnya dengan Kiki tadi. Rasanya, ada sebuah penjelasan yang harus ia katakan, tapi lebih dulu ditahan oleh kenyataan bahwa mereka memang sudah tidak ada hubungan pertemanan.

"Kenapa? Lo benci? Gue nggak tahu, Ki? Sini, coba cerita. Gue bingung gue ngapain. Ayo, sini gue capek begini. Mama..." pekiknya begitu saja meski suaranya lantas teredam oleh derasnya hujan. Ya, tetap saja ia merasa kesal lantaran ia tak mengerti tentang perasaan apa yang kini sedang ia alami.

Sampai akhirnya cewek itu memutuskan berhenti, mencoba melupakan kenangan bersama Kiki yang sebenarnya hanya ilusi yang selalu menghantui.

Ia coba mengubur kenangan itu dalam-dalam sampai tak ada lagi yang bisa menggalinya, tapi sayang, ia lebih dulu menyerah saat keadaan memaksanya kembali mengingat kenangan itu. Kenangan yang cukup beresan di diri mereka. Yang tidak akan terlupakan meski mereka sudah berdamai dengan keadaan.

🌫🌫🌫


"Butuh sesuatu?" tanya cewek rambut sepunggung itu sambil berpindah tempat ke sisi cewek yang lain. Ia menatap khawatir sosok Hanin yang tiba-tiba menelpon dirinya pagi-pagi, kemudian mengatakan bahwa ia sedang sakit dan butuh bantuan. Tanpa berpikir panjang jelas saja Nayla langsung datang. Hanin adalah sahabatnya, ia tidak punya alasan untuk tidak mendengar perkataannya. Hanin adalah salah satu orang yang selalu mendengar keluh kesahnya tentang sosok Kiki. Hanin sudah Nayla anggap sebagai sahabat, bahkan keluarga. Jadi, ya, Nayla akan menyayangi Hanin, bahkan selamanya.

Bibir pucat kering cewek itu tak banyak bergerak. Ia hanya melambaikan tangan lemah, memberi koneksi pada Nayla untuk segera datang.

"Haus," lirih Hanin segera dikabulkan oleh Nayla.

Mata bulat Nayla terlihat khawatir. Suhu tubuh Hanin  tidak naik, tapi keadaan cewek itu benar-benar mengkhawatirkan, tapi Hanin juga tidak mau sekedar berangkat ke rumah sakit untuk mendapat perawatan lebih. Ia hanya terus mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Namun, Nayla sama sekali tidak terpengaruh. Ya, Nayla jelas tidak bodoh. Hanin tinggal di apartemen sendiri. Melakukan segalanya sendiri. Nayla bahkan tidak pernah tega meninggalkan Hanin di sini. Terlalu berat untuk ukuran gadis SMA seperti mereka melakukan semua ini tanpa ada orang tua yang mengiringi. Beruntung Nayla masih memiliki keluarga lengkap yang selalu mendukung keputusannya. Meski Hanin juga memiliki keluarga yang utuh, tapi di sini anak itu sendiri. Orang tuanya jauh dan sangat tidak mungkin tiba-tiba meninggalkan pekerjaan mereka demi mengunjungi Hanin.

152 Hari MELUPAKANMU ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora