Bab 42 | Segalanya Kembali Seperti Awal

2.9K 323 5
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Eccedentesiast

Bab 42 | Segalanya Kembali Seperti Awal

•••

"Hari ini hari Senin. Nggak kayak biasanya, lo nganterin gue ke sekolah. Padahal, gue tahu lo itu sibuk. Bahkan, lebih sibuk daripada Ayah. Ada apa ini?"

"Berisik."

"Harus nggak hari ini gue catat sebagai tanggal bersejarah?"

"Bisa diam nggak?"

"Lo masih nggak suka dengar ocehan gue. Kenapa?"

Arza menghela napas panjang. Sedari tadi, ia fokus menyetir. Bukannya tidak mau mendengarkan omongan sang adik, tapi kadang Aksa tidak bisa mengerem omongannya. Ditambah lagi, ucapan Aksa melantur ke mana-mana.

Yah, seharusnya, hari ini Arza tidak usah mengantar Aksa ke sekolahnya. Jalanan macet, suara klakson sedari tadi bersahutan, cukup membuat Arza mengerang pelan. Jalanan di Jakarta setiap pagi selalu mampu membuatnya stres berat.

"Gue agak pusing, Dek. Jangan banyak omong dulu," ucap Arza.

Aksa pada akhirnya bungkam. Ia bersandar pada sandaran kursi. Kedua kakinya dinaikkan ke atas dashboard. Perlahan, Aksa menaikkan kemiringan sandaran kursinya, hingga hampir 180 derajat.

"Kenapa lo ngantar gue kalau lo pusing? Gue kira, lo masih harus istirahat di rumah," gumam Aksa. Sekali-kali, ia melirik Arza. Kakaknya itu tampak fokus. Keningnya berkerut. Kedua maniknya terus menatap ke depan. Ekspresinya tampak seperti seseorang yang baru bisa mengendarai mobil, padahal, sejak tadi mulus-mulus saja.

"Gue kelamaan ada di kamar. Bosan. Pengin jalan-jalan. Tapi malah bikin stres begini," keluh Arza.

Aksa lantas terkekeh geli. Kakaknya itu sejak dulu memang tidak suka dengan kepadatan yang merayap di jalan utama menuju sekolah Aksa. Tapi, hari ini, entah Arza melupakan ketidaksukaannya itu atau apa, ia malah mengantar Aksa.

"Yaudah, makasih," celetuk Aksa.

Arza menaikkan sebelah alisnya. "Buat apa? Karena gue udah nganterin lo? Ya, udah seharusnya lo berterima kasih. Kalau perlu, beliin gue bubur ayam pakai sate usus dua."

Aksa mengulum bibir. "Boleh, tuh."

Bagi Aksa kini, segalanya sudah kembali seperti semula. Kakaknya itu tidak lagi tampak muram seperti sebelum-sebelumnya. Bahkan, Arza sudah bisa kembali mengekspresikan perasaannya. Tidak ada lagi yang perlu Aksa khawatirkan. Segalanya kembali berjalan dengan mulus, seperti sebelumnya.

EccedentesiastWhere stories live. Discover now