Bab 25 | Tanpa Judul

3.9K 384 31
                                    

•••

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

•••

Eccedentesiast

Bab 25 | Tanpa Judul

•••

"Dek, lo lagi ada masalah, ya? Kenapa lo?"

Aksa yang sedari tadi asyik bermain dengan Mystery lantas menoleh. Dengan kedua netra yang tampak bulat, Aksa menggeleng. "Enggak, tuh. Gue biasa aja," jawab Aksa. Ia kembali memperhatikan Mystery yang berguling, mengejar ranting yang terus digerakkan oleh Aksa, seolah sedang menggoda kucing berambut putih-kuning itu.

"Mau tidur nggak?"

Aksa lagi-lagi menggeleng. "Nggak mau," jawabnya singkat. Ia bangkit, membiarkan Mystery bermain sendiri, kemudian merentangkan tangannya, merasakan angin yang berembus. Percikan air hujan mengenai dirinya.

"Udah malam, Dek. Lo harus istirahat," ucap Arza. Ia ikut bangkit. Dipegangnya pundak Aksa yang terlihat rapuh. "Berantem lagi sama Bunda, ya? Gara-gara lo nggak dibolehin sekolah 'kan?"

Aksa terpekur. Ia tahu, tidak ada gunanya menutupi semua dari Arza. Laki-laki itu seperti cenayang, mampu mengetahui perasaan Aksa dengan sekali lihat.

Tapi sayang, kalau masalah percintaan, Arza nol besar.

Aksa tersenyum tipis. Ia menunduk. "Haha, ketebak, ya?"

Arza mengangkat sebelah bibirnya. "Bukannya seharusnya lo tahu kalau lo nggak bisa nutupin apapun dari gue?" Arza berujar. Ia merangkul Aksa, memberikannya percikan semangat. "Jangan gitu, oke? Kalau ada masalah, bilang ke gue. Gimana pun juga, gue kakak lo. Gue bisa bantu lo. Paling enggak, gue bisa jadi tempat lo buat cerita.

"Lo manusia, Dek. Makhluk sosial. Bohong kalau lo nggak perlu orang lain. Mau seanti sosial apapun seseorang, pasti ada satu waktu di mana dia perlu orang lain. Dan di sini ... ada gue, Dek. Lo bisa berbagi apapun ke gue. Mau berbagi kebahagiaan, kesedihan, atau masalah lo."

Aksa memeluk tubuh Arza. Cairan bening yang awalnya tertahan di pelupuk mata, sontak mengalir begitu saja. "Kakak ...." Aksa bergumam pelan. "Makasih, ya."

Arza mengusap punggung Aksa pelan. "Iya, Dek. Sama-sama."

Yah, meski kehidupannya menyedihkan, setidaknya Aksa tahu bahwa dirinya memiliki Arza.

•••Eccedentesiast•••

Semangat kembali membanjiri diri Aksa. Sehabis salat subuh tadi, ia langsung mandi, lalu berpakaian rapi. Bahkan, kali ini Aksa menyisir rambutnya. Padahal, biasanya ia membiarkan surai kecokelatannya itu berantakan.

Hari ini, Aksa tampak lebih bercahaya, lebih terang daripada mentari yang tertutupi awan hitam. Senyum terus terlukis di bibir indahnya. Dengan langkah cepat, ia menghampiri bunda yang berada di dapur.

"Bunda," panggil Aksa manja. Ia memeluk bunda dari belakang hingga wanita itu hampir terjengkang. "Lagi buat apa?"

Bunda terkejut, tapi dengan cepat ia menetralkan ekspresinya. Tangannya memegang lengan Aksa yang melingkari tubuhnya. "Adek, pagi-pagi ngapain, sih?"

Aksa terkekeh pelan. Ia melepaskan pelukannya saat menghirup aroma roti bakar yang selalu bunda buat setiap paginya. "Aksa yang banyak kejunya, ya," pinta Aksa. Ia berjalan menuju kulkas, lalu mengambil apel yang ada di dalam sana. Dengan santainya, ia memakan buah berkulit merah itu.

"Kalau makan, duduk, Dek. Jangan sambil berdiri. Nggak baik, Dek. Bisa-bisa, Adek ngalamin gangguan pencernaan, asam lambungnya bisa naik juga, mual, terus---"

"Iya, Bunda. Ini Aksa duduk," potong Aksa. Segera saja, ia duduk di kursi meja makan. Yah, agak menyebalkan ketika memiliki orang tua yang berlatar belakang kesehatan. Rasanya, hidup Aksa harus benar-benar sehat, meski dari awalnya ia sudah tidak sehat.

"Pagi, Dek," sapa ayah yang tiba-tiba muncul dari kamar. Wajahnya tampak kuyu. Mungkin, efek kelelahan karena seharian kemarin dapat jadwal jaga di IGD. Dan kalau dari ceritanya, pasien sedang membludak. "Bunda lagi bikin roti bakar, ya? Wanginya khas banget."

"Iya, itu lagi di dapur," balas Aksa. Ia menatap apel yang sudah digigitnya. "Apelnya manis banget. Aksa suka. Jadi, nggak ada yang boleh makan apel di kulkas."

"Mana muat kalau makan apel di kulkas, Dek." Ayah menyahuti. Wajahnya tampak datar.

"Maksud aku, makan apel yang ada di kulkas!" Rasa kesal Aksa seolah terpancing. Ia mendengkus kesal saat melihat wajah ayah yang tampak polos tanpa rasa bersalah. Yah, memang harus Aksa akui, ayah memang tidak salah sama sekali.

Ayah terkekeh geli ketika melihat Aksa mengembungkan pipinya. Ia menyeruput teh yang sedari tadi berada di atas meja. Perlahan, ayah menarik napas panjang. Pagi ini tentram, jadi ayah merasa tenang.

"Dek, Kakak mana?" tanya bunda. Di tangannya, sudah ada dua piring roti bakar. Satu untuk Aksa, satunya lagi untuk Arza. Tapi, salah satu putranya itu belum kelihatan.

Aksa menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. "Kayaknya, lagi siap-siap. Hari ini 'kan Kak Arza kuliah," jawab Aksa, "Tapi ... kok lama banget, ya? Biasanya Kak Arza lebih cepat siap-siapnya."

"Coba Bunda panggil dulu, deh." Bunda meletakkan kedua piring itu di atas meja. Dengan langkah agak cepat, ia naik ke lantai dua, menghampiri kamar Arza.

Pintu kayu dengan gantungan pintu yang bertuliskan nama Arza itu terlihat tertutup rapat. Segera saja, bunda membukanya, setelah mengetuk permukaannya. Pintu mengayun terbuka.

"Kak, sarapan, yuk." Bunda mengintip ke dalam. Tepat saat it pula, bunda menangkap sosok Arza sedang berdiri di tengah kamar. "Kakak, semuanya udah nunggu di bawah."

Arza membalik tubuhnya. Menampilkan wajahnya yang pucat pasi. Kedua tangan Arza menutupi hidungnya. Darah tampak merembes dari sela-sela jarinya.

"Bun-da," lirih Arza, "Hidung aku ...." Ia maju selangkah, namun tubuhnya limbung.

Pada akhirnya, Arza menyerah pada gravitasi bumi. Kepala Arza terkena pinggiran ranjang, sebelum akhirnya tubuhnya menghantam lantai begitu saja. Suara gedebuk yang menyakitkan terdengar, membuat bunda yang berada di hadapannya membulatkan mata terkejut.

Lalu, tubuh itu tidak bergerak sama sekali.

•To be continued•

A/n

Wait, apa ini?!

Selain ujian, besok aku juga bakal nyambut bule, terus ikut latihan tes CPNS (AKU GATAU KENAPA AKU IKUT LATIHAN TES CPNS ANJER). Jadi, aku akan menghilang. Babay

Bilang apa karena aku udah double update? WKWKWKWK

EccedentesiastTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon