Bab 26 | Aksa Tahu Kalau Arza Kuat

4.3K 363 13
                                    

•••

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

•••

Eccedentesiast

Bab 26 | Aksa Tahu Kalau Arza Kuat

•••

Insiden pagi tadi mampu membuat hari tenang ini berakhir berantakan. Aksa dan ayah yang mendengar suara ribut-ribut dari lantai atas langsung bergegas menuju sana. Saat dilihat, bunda berada di sisi Arza yang tergeletak di lantai. Darah tampak berceceran di dekatnya. Segera, bunda meneriaki ayah untuk menelepon ambulans.

Untungnya, Arza dapat penanganan dengan cepat. Meski pada akhirnya Arza belum sadarkan diri, tapi baik Aksa, bunda, maupun ayah, belum bisa menghela napas lega. Selama laki-laki itu belum membuka mata, ketegangan itu tidak akan surut.

Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Arza mengalami epidural hematoma, suatu kondisi di mana terdapat penumpukan darah di antara dura dan tabula interna. Hal tersebut dikarenakan benturan keras di kepala Arza. Ditambah lagi, Arza adalah seorang penderita hemofilia. Mudah baginya untuk mengalami perdarahan, terutama di bagian dalam tubuh.

Untung saja, Arza cepat ditangani. Prognosisnya kemungkinan akan baik. Meski kemungkinan akan terjadi kerusakan otak, kecacatan, atau bahkan kematian, namun semua itu dapat dibatasi.

Yah, setidaknya, harapan Aksa, bunda, dan ayah seperti itu.

Aksa menghela napas panjang. Tubuhnya bersandar pada sandaran kursi, menatap langit-langit rumah sakit yang dicat putih. Tubuh Aksa bergetar, napasnya tersengal. Rasa takut mampu membuat Aksa tidak berkutik sama sekali.

Melihat kondisi Arza ternyata mampu membekukan Aksa. Kedua kelopak matanya melebar saat menyadari bahwa ada darah dan cairan serebrospinal yang mengalir dari liang pendengaran Arza. Semua seolah bergerak cepat di hadapan Aksa, sementara dirinya tidak bereaksi sama sekali.

Hingga kini, Aksa berada di ruang tunggu IGD. Bunda berada di dalam, menunggui Arza, sementara ayah duduk di sebelahnya. Ia tidak bersuara sedikit pun. Manik cokelat Aksa menatap hiruk-pikuk di sekitarnya. Sesekali, ia menangkap suara sirine ambulans.

"Dek, makan, yuk," ajak ayah. Ia merangkul pundak Aksa, lalu mengusap lengannya perlahan. Ayah tahu bahwa Aksa benar-benar terpukul atas kondisi Arza. "Setelah ini, Kak Arza bakal dioperasi. Kamu nggak perlu takut, Kak Arza pasti bakal baik-baik aja. Selain itu, Dek, kamu juga harus mikirin kondisi kamu sendiri. Ayah nggak mau sampai kamu tumbang lagi."

Aksa menunduk. Tangannya meraih tangan ayah, lalu digenggamnya dengan erat. "Aksa nggak mau kehilangan Kak Arza, Yah." Aksa menggigit bibir bawahnya sejenak. "Aksa tahu Kak Arza kuat, tapi Aksa tetap takut. Kalau Kak Arza lebih milih buat menyerah gimana?"

"Kamu harus percaya kalau Kak Arza bakal bisa ngelewatin semua ini, Dek," ujar ayah menenangkan, "Ayo, Dek. Kakak nggak akan senang kalau ngeliat Adek begini. Kita makan, ya?"

Aksa pada akhirnya bangkit. Ia bertumpu pada sandaran kursi, sebelum akhirnya mengangguk. "Iya, Yah."

•••Eccedentesiast•••

Bunda masih setia berada di sisi Arza. Tidak sekalipun ia meninggalkan laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai putra sendiri itu. Bunda meraih tangan kanan Arza, lalu menggenggamnya erat. Ingin bunda mengelus lembut surai Arza, namun rasa takut menyakiti menguasai.

"Kakak ...." Bunda berujar lirih. Tangan bunda kemudian mengusap pipi Arza yang dingin. "Kakak kuat ...."

Tidak ada jawaban. Bunda melirik bed side monitor yang ada di sebelah ranjang Arza. Tanda-tanda vitalnya stabil, meski ada di ambang batas normal. Air mata bunda lantas mengalir. Ia tidak pernah membayangkan harus melihat Arza terbaring lemah seperti ini.

"Kakak jangan begini lagi. Bunda nggak suka," gumam bunda. Ia memejamkan matanya sejenak. Terbayang saat pertama kali bunda merengkuh tubuh mungil Arza. Tangisnya kala itu menjadi pengisi kebahagiaan di tengah ayah dan bunda yang telah kehilangan calon buah hati mereka selama tiga tahun berturut-turut.

Bunda meringis pelan. Dilihat ke belakang, selama beberapa minggu ini, bunda tidak terlalu memperhatikan Arza. Meski bunda tahu sesekali laki-laki itu pulang hampir tengah malam karena urusan organisasi, tapi fokus bunda hanya pada Aksa. Ketika ditanya pun, Arza tidak pernah mau bercerita. Putranya itu hanya tersenyum, lalu berkata bahwa dirinya baik-baik saja.

"Maaf, ya, Kak. Bunda jarang merhatiin kamu lagi." Bunda mengusap lengan Arza. Kemudian, perlahan bunda bangkit. Ia mengecup pipi Arza lembut agak lama. "Maaf, ya, Sayang."

•••Eccedentesiast•••

Salah satu hobi Aksa ketika di rumah sakit adalah memperhatikan hiruk pikuk pengunjung. Apalagi di jam jenguk seperti ini. Ada banyak orang yang mengantre di depan lift, menunggu giliran untuk masuk ke dalam. Hal itu kadang berubah menjadi keributan kecil, efek ada banyak yang ingin segera menjenguk sanak saudaranya.

Biasanya pula, Aksa memperhatikan kerumunan itu dari lantai dua, bersama Arza. Menertawakan tingkah pada manusia berusia dewasa menengah yang kadang bersikap kekanakan. Sayang, kini dirinya hanya sendiri, karena setelah makan di kantin barusan, ayah pamit menghampiri bunda.

Aksa lantas menghela napas panjang. Ia tidak suka ketika ketakutan merundung dirinya. Meski Aksa sudah berusaha menghibur diri, tapi gagal.

Perlahan, Aksa mengambil ponsel yang ada di dalam saku jaketnya. Setelahnya, ia memfoto kerumunan di bawah sana.

Aksa terkekeh pelan, namun hanya sesaat

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Aksa terkekeh pelan, namun hanya sesaat. Karena setelahnya, helaan napas lesunya itu kembali. Dadanya sesak. Bukan karena penyakitnya, tapi karena memikirkan kondisi sang kakak.

Yah, akhirnya sekarang Aksa paham bagaimana perasaan Arza ketika melihat dirinya terbaring di atas ranjang rumah sakit.

Dan ternyata, menyakitkan.

Aksa tersenyum tipis. Pantas saja Arza suka ngomel sendiri kalau melihat kondisi Aksa kembali menurun. Begini, toh, rasanya.

•••Eccedentesiast•••

Bunda 🌻

Dek, operasi Kakak lancar, tapi sekarang Kakak di ICU. Tolong, Dek. Bantu doa, ya.

•To be continued•

A/n

Icha lagi sibuk dan gue rada bego wkwk. Untung manusia satu itu mau membagikan tugas tentang EDH-nya dan juga Doenges. Jadi, kalau rada aneh, maaf

EccedentesiastTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon