Bab 20 | Melepas Rindu

3.7K 411 64
                                    

"Kak, Kakak kangen nggak sama Aksa?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kak, Kakak kangen nggak sama Aksa?"

"Kangen, dong. Kakak sendiri terus di rumah, kesepian banget rasanya."

"Kalau suatu hari nanti Aksa nggak ada ... gimana?"

-Arza left the chat-

•••

Eccedentesiast

Bab 20 | Melepas Rindu

•••

"Oke, infusnya udah dilepas, ya. Setelah nanti berkas selesai dan obat pulang udah dikasihin, Aksa bisa pulang ke rumah." Perawat Rani menekan-nekan alcohol swab untuk menutupi bekas tusukan infus di punggung tangan Aksa. Setelahnya, ia mengambil Hypafix yang sudah diguntingnya. Direkatkan benda itu pada bekas infus yang sudah ditutupi alcohol swab. Perlahan, Perawat Rani menepuknya.

Aksa yang sedari tadi sudah siap dengan senyum cerahnya, mengangguk cepat. Setelah berhari-hari dirawat karena kondisinya kembali memburuk, akhirnya Aksa diperbolehkan merasakan nyamannya kasur di kamar kembali. Ditambah lagi, pada akhirnya Aksa bisa melepas rindu pada ikan-ikan kesayangannya di kolam belakang.

Ah, Aksa juga tidak bisa mungkir kalau ia merindukan Arza, sang kakak. Beberapa hari ini, Arza tidak datang menjenguk. Kalau kata ayah, laki-laki itu sedang sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya yang mampu membuat kepala meledak.

Aksa lantas mengulum senyum tipis. Ia tidak sabar untuk kembali ke rumah, kembali mengganggu sang kakak, atau kembali memberi makan ikan-ikannya. Aksa ingin membayar waktu-waktunya selama di rumah sakit dengan bersenang-senang di rumah nanti.

"Kalau udah pulang, jangan balik ke sini lagi, ya," canda Perawat Rani. Ia berdiri di hadapan Aksa, memperhatikan laki-laki yang usianya sama dengan putranya itu. Tanpa sadar, dirinya menarik sudut bibir, miris. Membayangkan kalau Aksa adalah putranya, mampu membuat dadanya merasa sesak. Mungkin, perasaan ini yang selama ini bunda Aksa rasakan.

"Suster bercanda aja, nih." Aksa nyengir lebar. "Rumah sakit 'kan rumah kedua aku. Bakal ada waktu-waktu di mana aku harus singgah di sini. Masa, aku nggak boleh balik ke rumah sendiri?"

"Bukan begitu maksudnya, Aksa," elak Perawat Rani. Ia mengacak rambut Aksa perlahan. "Seenggaknya, jangan sering-sering ke sini. Kecuali, kalau kamu kangen sama saya, boleh main. Bawa oleh-oleh jangan lupa. Buat perawat yang lain juga. Udah lama kita saling kenal, loh."

Aksa tersenyum tipis. Saking seringnya dirawat di rumah sakit ini, Aksa jadi kenal dengan hampir seluruh tenaga medis dan kesehatan di sini. Beberapanya memang bertugas untuk menangani Aksa, beberapanya lagi tidak sengaja kenal karena sifat Aksa yang supel.

"Kalau aku ulang tahun, Suster jangan lupa kasih kado, ya."

"Oh, berarti, kamu janji buat terus hidup sampai saat itu? Kamu mau apa, saya pasti kasihin. Asal, janji kalau kamu akan terus bertahan." Perawat Rani mengacungkan jari kelingkingnya, yang langsung dibalas oleh Aksa, disertai dengan kekehan manisnya.

Namun, di balik itu, Aksa sedikit menundukkan kepalanya. Kedua maniknya untuk sesaat tampak kosong.

Maaf, Sus. Potong aja kelingking aku sekarang.

•••Eccedentesiast•••

Ketika mendengar suara mobil memasuki pelataran rumah, Arza langsung bangkit dari kasurnya. Ia berjalan dengan cepat menuruni tangga, dan langsung dengan sigap membuka pintu utama rumah. Kedua netranya menangkan Aksa yang baru turun dari mobil, disertai dengan senyum sehangat sinar mataharinya di siang yang mendung ini.

Arza berdeham pelan, menahan kedutan di sudut bibir yang memaksanya untuk tersenyum. Tak lama, tubuh Arza terhuyung ke belakang, seiring dengan pelukan dari Aksa yang mampu membuat tungkai Arza hampir tidak kuat menahan bobot tubuhnya sendiri.

"Kakak! Kangen banget!" seru Aksa. Ia menggoyangkan tubuh Arza ke kanan dan ke kiri, persis anak kecil yang baru bertemu dengan temannya. "Kenapa lo nggak pernah jenguk gue, Kak? Nggak tahu, ya, kalau gue kangen setengah mampus sama lo?"

Arza menautkan alisnya. "Masa?" Ia berusaha melepaskan pelukan Aksa, tapi tubuhnya terlalu lemah. Efek dirinya yang tadi pagi tidak sengaja menggores jari sendiri dengan pisau saat akan memasakkan makanan untuk Aksa. Darahnya mengalir cukup lama, membuat Arza harus meninggikan posisi jarinya dan terus menekannya agar darah tidak terus keluar. Meski dalam hati, Arza berpikir bahwa mati karena tergores pisau---walau tepatnya adalah karena kehabisan darah---tidaklah etis.

Aksa melepaskan pelukannya. "Serius! Gue kesepian banget tahu di rumah sakit," ucapnya. Diraihnya tangan Arza, lalu digenggamnya erat, yang langsung saja membuat Arza meringis.

"Gara-gara lo nggak pernah datang. Jahat! Lo ke mana---" Aksa mengerjap sesaat saat menyadari plester yang melingkari jemari Arza. "Ini kenapa?!"

Arza menghela napas panjang. Suara Aksa yang mendadak naik dua oktaf membuatnya makin meringis. "Nggak sengaja kegores pisau," jawabnya santai.

"Bundaaa!" Aksa menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, mencari keberadaan bunda. Seingatnya, bunda turun dari mobil setelah dirinya, namun ia tidak melihat bunda di mana pun. "Bundaaa, tangan Kak Arza kegores pisau!"

Bunda yang tanpa Aksa ketahui sudah terlebih dahulu masuk ke rumah, muncul dari balik dinding ruang keluarga. Wajahnya tampak heran karena mendengar teriakan putra bungsunya itu.

"Ada apa, Dek? Ngapain teriak-teriak?" tanya bunda.

"Ini, Bun. Tangan Kak Arza kegores pisau!" Aksa menarik tangan Arza, menunjukkan jemarinya yang terluka. "Kalau Kak Arza mati kehabisan darah gimana?"

Mendengar ucapan Aksa membuat bunda langsung berderap mendekat. Ia meraih tangan Arza, memperhatikannya dengan saksama. Lalu, senyumnya terbit.

"Adek nggak usah takut begitu. Kakak udah paham 'kan?" Bunda mengusap puncak kepala Arza perlahan. "Kakak itu pintar. Pasti bisa nanganin masalah kecil kayak gini. Sekarang, Kakak nggak apa-apa 'kan?"

"Nggak apa-apa, dong. Adek aja yang berlebihan," balas Arza. Senyumnya mengembang lebar saat menyadari bahwa bunda masih mau memperhatikannya.

Yah, setidaknya untuk saat ini, Arza tidak perlu takut dirinya akan dibuang ke jalanan.

•To be continued•

A/n

Aku mati bosan di sini!

Aku mati bosan di sini!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Btw, mau nanya, dong. Kamu nemu cerita ini di mana? Dan kenapa masih mau baca sampai saat ini? Hehe. Hehehehe

Hehe.

Jawab, ya. Aku maksa!

EccedentesiastWhere stories live. Discover now