Bab 36 | Tidak Bisa Percaya

2.9K 314 12
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Eccedentesiast

Bab 36 | Tidak Bisa Percaya

•••

Arza tidak mengerti kenapa Lina langsung pamit begitu jarum pendek menunjuk angka delapan. Wajah wanita itu terlihat takut. Ditambah dengan gelagatnya yang mendadak aneh, membuat Arza makin berpikir keras.

"Bunda pulang dulu, ya," pamit Lina. Ia bangkit, meski tangan Arza menahan pergerakannya. "Besok ke sini lagi."

"Kenapa Bunda nggak nemenin aku dulu?" Pandangan Arza berembun. Lina di hadapannya tidak mampu dilihatnya dengan jelas. Perlahan, diusapnya indra yang mulai mengeluarkan setetes cairan itu. "Bunda di sini aja, ya. Plis?"

Arza mengerjap beberapa kali. Maniknya tampak lebih bulat, diikuti oleh cengiran penuh harap yang terbit di bibirnya. Tangannya yang bergerak lemah perlahan meraih jemari Lina, lalu diselipkan pada setiap ruasnya.

Meski sudah berusaha membujuknya, Lina tetap menggeleng cepat. Ia tidak mungkin berada di sana. Dengan satu sentakan, genggaman Arza terlepas begitu saja, membuat senyuman laki-laki itu menghilang, berganti dengan ekspresi penuh rasa sakit di wajahnya. Lina tidak tega, namun ia tidak bisa tinggal.

"Plis?"

"Nggak bisa, Sayang." Lina tetap kekeh. Ia mengusap surai yang menutupi kening Arza, lalu mengecupnya lembut. "Nanti, ya. Bunda janji, setelah ini Bunda nggak akan ninggalin Kakak. Setelah ini, kita akan hidup bareng-bareng. Gimana?"

"Yaudah, deh," ucap Arza pada akhirnya. Tangannya tidak lagi berusaha meraih jemari Lina. Ia memilih untuk membalik tubuhnya, memunggungi wanita itu.

"Hei, jangan ngambek, dong."

"Enggak, kok. Aku nggak ngambek."

Untuk terakhir kalinya, Lina mengusap lengan Arza. Lalu membalik tubuhnya dan berjalan ke luar kamar. Meski dengan berat hati lagi-lagi ia harus meninggalkan putranya itu sendirian.

Sabar, ya, Sayang. Sebentar lagi, kita akan jadi keluarga yang utuh. Nggak lama lagi, kamu akan jadi putra Bunda---

Tubuh Lina terhuyung begitu ia menabrak laki-laki yang berjalan berlawanan arah dengannya. Hampir saja ia terjatuh, seandainya tangannya tidak dapat meraih handrail yang ada di sepanjang lorong. Sontak, setelahnya ia mengangkat wajah, menatap laki-laki yang juga hampir terjatuh itu.

Tetapi, begitu menyadari siapa yang ditabraknya barusan, kelopak matanya melebar sempurna. Lup-dup yang dihasilkan jantungnya mendadak cepat, sampai-sampai ia dapat mendengar detakannya sendiri. Lina mundur selangkah, berusaha menjauh meski ia belum berdiri sempurna.

"Tante, maaf---"

Tanpa memedulikan apapun lagi, Lina langsung menegakkan tubuhnya dan berjalan menjauh. Sial, sial, sial. Kenapa ia harus bertemu dengannya di sini?

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang