Chapter 14

175K 4.8K 48
                                    

Vano berjalan keluar dari kamar bersama seorang dokter yang memeriksa kondisi Vani.

"Gimana dok?" tanya Vano.

"Kakak kamu baik-baik aja Van, dia cuma kecapekan dan butuh istirahat, tadi Om udah kasih obat penurun panas, nanti diminum ya!" jawab pak dokter yang merupakan teman dari papa Sean.

Vano menarik nafas lega mendengar itu, ia pikir kembarannya terluka parah atau demam yang serius.
"Makasih dok,"

Om adi tersenyum, Vano tidak berubah. Vano tidak mau memanggilnya dengan sebutan Om, tidak tau apa alasan nya.

"Om pulang dulu, titip salam buat Papa Mama kalian." pamit Om Adi seraya membuka pintu mobil.

"Iya dok," balas Vano tersenyum canggung.

Mobil itu melaju meninggalkan pekarangan mansion mewah milik keluarga Jackson.
Vano kembali masuk dan berjalan kearah dapur.

"Bi, siapin bubur ya buat Vani?"

"Iya den tunggu sebentar ya," kata bi Ijah. "Si aden gak mau makan dulu? soup nya udah mateng loh!" imbuh bi Ijah.

"Oh iya makan, hampir lupa Vano bi," ucap Vano terkekeh pelan.

Bi ijah geleng-geleng kepala melihat tingkah tuan mudanya, Vano duduk melihat hidangan dimeja makan dengan senyum sumringah. Rasa laparnya timbul setelah tadi ia lupakan. Vano mengambil nasi beserta lauk pauk yang ada lalu makan dengan lahap.


Kenzie merasa resah, karena seorang gadis yang sangat mengganggu fikirannya. gadis yang begitu menggoda baginya. Sebenarnya bisa saja Ken datang menemui Vani, akan tetapi ada hal yang tidak bisa ia tinggalkan. Pekerjaan yang membuatnya harus menahan diri untuk tidak bertemu dengan Vani saat ini juga.

"Tolong kamu Awasi terus gadis itu, dan segera lapor ke saya!" ucap ken menelpon orang suruhannya untuk mengawasi Vani.

Rasa lega sedikit bersarang dihatinya setelah ia memerintah orangnya untuk mengawasi gerak-gerik Vani, sesegera mungkin Ken harus menyelesaikan pekerjaannya agar ia bebas menemui Vani kapan saja.

¤♥¤

Vano baru saja selesai makan masakan bi Ijah yang merupakan makanan favoritnya.
"Bi, Bubur nya udah mateng belom?" tanya Vano.

"Udah den," jawab bibi.

"Yaudah Vano aja yang bawa ke kamar kakak!" ucap Vano mengambil alih nampan makanan dari bi Ijah lalu berjalan ke lantai atas.

Vano membuka pintu kamar dengan perlahan, agar kembarannya tidak terbangun.
"Gue kenapa Van?" tanya Vani menoleh membuat Vano terlonjak kaget.

"Ya ampun kaget gue, udah bangun lo?"

Vani diam tak menjawab, ia memperhatikan Vano yang menaruh nampan di nakas sebelah tempat tidurnya.

"Lo tadi demam, sekarang udah mendingan. panas nya udah turun." papar Vano menempelkan punggung tangannya didahi Vani.

"Lo kenapa sih kak bisa demam?" tanya Vano menatap mata Vani.

"Gue gak apa-apa kok, cuman demam doang." Vani memalingkan wajahnya, menghindari tatapan mata Vano.

"Bener? gak ada masalah yang lain," selidik Vano.

"Iya, gak ada."

"Ya udah, sekarang makan dulu nih, bibi udah masakin bubur terenak,"  Vano menunjukkan semangkuk bubur sembari terkekeh.

Sudut bibir vani terangkat melihat Vano yang begitu perhatian padanya. Walaupun Mama Papanya tidak berada disampingnya, tapi keberadaan Vano mampu membuat harinya terasa lebih baik.

"Makan sendiri ya?"

"Suapin!" kata vani manja.

"Dasar lo, badan segede badak aja masih minta disuapin," dengus Vano.

"Ih kan gue lagi sakit," kata Vani cemberut.

Vano menghela nafas, "Baik paduka ratu," Vano membungkuk selayaknya pelayan dikerajaan.

Vani terkekeh, begitu beruntung orang yang menjadi pendamping Vano kelak, sudah tampan, baik hati dan begitu penyayang pula.

Setelah selesai makan bubur buatan bi ijah Vani diharuskan minum obat, walaupun sebenarnya Vani enggan meminumumnya. Menghabiskan bubur saja rasanya ia tidak selera.

"Ayo dong kak, minum ginian doang."

"Males gue minum obat," sungut Vani.

"Dari pada gue laporin Mama, mau lo?" ancam Vano.

Nyali Vani menciut setelah mendengar ucapan Vano, "Ih jangann lah, iya iya gue minum obat, tapi jangan bilang apa-apa sama Mama, Awas lo sampe bilang!"

"lagi Demam aja masih galak lo sama adek sendiri," sengit Vano.

"Bodo, emang gue pikirin." sahut Vani tak kalah sengitnya.

Setelah menghabiskan bubur dan meminum obat , Vano meninggalkan Vani untuk beristirahat agar keadaannya cepat pulih.

¤♥¤

Ikatan batin antara ibu dan anak tidak bisa di sepelekan, hal itu juga yang dialami oleh mama levi. Perasaannya sedari tadi tidak enak, mungkin karena salah satu anaknya sedang sakit.

"Pah... " panggil Mama.

"Kenapa ma?" tanya papa menutup koran yang sedang ia baca.

Jadwal libur hanya mereka miliki satu hari dalam seminggu dan  bertepatan dengan hari ini, besok suami istri itu sudah kembali mengurus perusahaan.

"Perasaan mama gak enak deh, mama takut terjadi sesuatu sama anak kita," Kata mama.

"Mungkin perasaan mama aja, udah jangan terlalu dipikirin." Papa mengelus lengan istrinya.

"Apa mama telpon Vano aja kali pa?" kata Mama menatap papa.

"Ya udah, biar papa yang telpon tuh anak." Papa mengambil ponsel disaku, dan menghubungi Vano.

_____________________
Aduuhhh sampe segini duluuu yaaaa , maaf jarang up hehe penyakit males menyerangkuuu dan emang ahir ahir ini tugas kuliah menumpuk, UAS belom duhh pusing bangt kalo dipikirin

Mana do'i mulai nganu eh nganeh maksudnya haha

Hmmmm.. Butuh bangett support dari kalian neeh authorr lagi galau maunya gak dipikirin tapi gimana nih tibatiba kepikiran

Nanti dilanjut lagi kok 😌
Salam syg buat kalian semua

Dosen Is My Husband (TAMAT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon