Rumit

3 1 0
                                    

Luisa sudah berjalan sangat lama, hingga ia tidak sadar jika dirinya entah berada dimana. Haripun sudah berganti menjadi gelap.

Pakaiannya masih memakai seragam sekolah dengan jaket merahnya yang membuatnya sedikit hangat. Dia menghentikan langkahnya ketika berada disebuah toko buku. Dia masuk kedalam, dan berjalan melalui deretan buku yang tertata rapih di dalam raknya. 

Dia mengambil salah satu buku tentang seseorang yang hidup sendiri. Dia sangat tertarik, dan membawanya ketempat kasir untuk melakukan pembayaran.

Setelah membayar dia kembali keluar dan berjalan, menyusuri jalanan malam. Saat ingin melangkah dia dikagetkan dengan seseorang yang sudah meneriaki namanya.

"Kay... Kayla" Ucap seseorang itu. Luisa menyepitkan matanya dan mencari arah suara itu. Dia tersenyum ketika, orang itu mendekatinya.

"Kak Jani. Lagi ngapain disini?" Balas Luisa dengan ekspresi mukanya yang dibuat-buat terlihat tersenyum terpaksa.

"Aku habis jalan-jalan malam sama Adriel. Kamu belum pulang Kay?"

"Kak Adrielnya kemana? Ko gak bareng? Ah, Isa abis beli buku." Ujarnya. Dan kini mobil yang sudah terparkir didepan mereka, membuka kacanya dan memperlihatkan Adriel. Jani membungkukan badannya sedikit.

"Kay, kamu mau pulang? Bareng yu." Ajaknya sambil membuka pintu mobilnya.

"Ah, Isa masih ada keperluan. Duluan aja, kalau gitu Isa pamit. Terimakasih sebelumnya." Ucapnya lalu pergi.

Jani menatap punggunya yang sudah tidak terlihat lagi di dalam mobil. Sedangkan Adriel memperhatikan Luisa daritadi, ia merasakan ada sesuatu dengan gadis itu.

Adriel melajukan mobilnya, berniat mengantar Jani dulu ke hotel. Sesudah itu, dia akan pergi kembali untuk menemui gadis tadi.

Setelah sampai dihotel, Jani turun dan Adriel langsung melajukan kembali mobilnya tanpa mengatakan apapun kepada Jani yang sudah mematung karena sikapnya yang tidak biasa itu.

Adriel mencarinya, menyusuri jalanan tadi. Setelah satu jam dia mencari, langkahnya terhenti ketika melihat gadis yang dicarinya duduk disebuah taman dibawah lampu yang meneranginya. Adriel mendekat dengan perlahan, tidak ingin dia mendengarnya.

Ketika beberapa langkah lagi, Adriel mendengar isakan kecil darinya. Adriel mendekat dan melihat apa yang telah dipegang gadis itu. Seketika dia perlahan sedikit mundur dan membulatkan matanya. Tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

Kemudian dia menggelengkan kepalanya, dan merogoh jaketnya mengambil sapu tangan berwana biru tua. Dia mendekat dan duduk disebelahnya.

"Nih, hapus air mata kamu." Ucapnya. Luisa yang baru tersadar langsung mengambilnya dan menghapus air matanya.

"terimakasih, tapi nanti ini aku kembalikan. Kalau begitu aku permisi." balas Luisa, ingin pergi tapi lengannya ditahan. Dia menoleh dan terkejut ketika orang itu menatapnya.

"Kak Adriel, ngapain disini?" Ucap Luisa.

"Duduk dulu, ini kan taman. Siapa aja bisa kesini." balasnya dan memandang kedepan. Luisa melihatnya sekilas setelah itu dia melihat kearah depan juga.

"Makasih, nanti Isa cuci dulu sapu tangannya."

"Gak usah, buat kamu ajah. Siapa tau kamu butuh."

"Makasih." Sambil tersenyum simpul. Dan Adriel menatapnya.

"Gak usah maksain senyum, kalau hati kamu ajah gak menginginkannya. Jika ingin tersenyum maka tersenyumlah tapi jika hati tak mampu tersenyum maka jangan tersenyum." Ucapnya santai. Luisa sedikit tersentuh tatapannya kini menjadi sendu.

"Maaf, Isa gak tau harus kaya gimana lagi."

"Apa yang telah terjadi itu jangan dijadikan beban, tapi jadikan sebuah pelajaran untuk lebih baik lagi kedepannya. Jangan terlalu berlalu larut dalam kesedihan, percaya ketika kesedihan itu datang maka tidak lama juga kebahagian itu akan datang." Ucapnya. Luisa menatap Adriel.

"Aku gak tau, apa yang kamu hadapi saat ini. Tapi percayalah, jangan membuatnya semakin rumit dengan sikapmu sendiri. Ceritakanlah kepada orang lain, bagi bebanmu sedikit kepada orang terdekatmu. Jangan terus memendamnya, jika kamu tidak ingin semakin terluka." tambahnya lagi. Luisa terdiam. Ia sudah tidak ingin membebankan masalahnya kali ini kepada Zea. Dia sudah banyak membantunya. Dia menghela nafasnya pelan.

"Semua ini terlalu rumit, Isa gak tau harus apa lagi. Isa hanya ingin menyusul Ayah dan Bunda saat ini." Ucapnya sambil meneteskan air matanya.

Adriel menatapnya, kini ia memberanikan diri melihat amplop itu dan membukanya. Dia melihat photo yang ada didalam itu, dan membaca semua surat itu. Dia menatap Luisa, tidak percaya sekaligus hatinya tersentil. Bisa merasakan perasaan Luisa saat ini.

Dia memasukannya kembali dan menyimpannya disampingnya.

"Ijinkan aku untuk menjaga kamu, Luisa." Ucapnya.

Luisa tidak menjawabnya dan ia hanya menangis terisak kecil, Adriel memeluknya. Menenangkan gadis ini, mengusap lembut kepalanya.

"Ikut aku, dan tinggalah bersamaku. Aku akan selalu menjagamu." Ucapnya lagi.

Katakanlah jika memang untuk beberapa terakhir, Luisa sangat sering menerima pelukan dari laki-laki yang mendekatinya. Luisa bukan perempuan murahan tapi saat ini dia juga tidak bisa menolak pelukan yang orang lain berikan.

Entah apa yang dirasakan hatinya saat ini, dia melupakan seseorang. Seseorang gadis yang sudah menjadi pacarnya sekarang. Dan ditempat lain, ada seseorang yang melihatnya itu.

Dia meneteskan air matanya dan melihat lelakinya itu memeluk gadis lain. Dia pergi begitu saja, dengan semua kekesalannya yang dia rasakan.

Pertemuan kita adalah sebuah kesalahan yang sangat besar. Aku mengagumimu tapi sekarang aku sangat membencimu. Akupun membutuhkannya, lebih membutuhkannya dari yang apa kamu butuhkan saat ini. Batinnya

Lusa (Luna & Luisa) TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang