Kenyataan Pahit

4 0 0
                                    

Gerald yang mendapatkan telepon dari Sita dan tidak ada jawaban dari Sitapun. Hanya ada percakapan Sita dan juga Bilapun membuat Gerald menjadi gelisah dan tidak karuan. Hujan pun sudah reda

Kini Gerald dan juga Ray, sedang dalam perjalan ke kediaman Sam. Ray yang sedang menyetir dan melihat gelagat sahabatnya ini hanya bisa menggelengkan kepala.

"Ger, gue tau lo khawatir. Tapi lo sabar ajah dulu jangan dulu ngambil keputusan secara sepihak. Setelah sampai dirumah Sam, lo tanya Sita baik... " belum selesai melanjutkan pembicaraannya. Ray mengerem mendadak dan melihat ke arah tiga orang yang saling memeluk itu dibawah lampu jalan.

"Ray, anjir lo mau bikin gue mati mendadak." Ucap Gerald mengusap wajahnya.

"Sorry, lo liat dulu. Itu bukannya Bila dan juga kedua anak lo Ger." Ray dan Gerald menajamkan matanya dan saat sudah yakin Gerald langsung keluar dari mobil dan berlari ke sebrang jalan itu. Sementara Ray memarkirkan mobilnya di bahu jalan.

"Bila, Bila. Luisa, Luna. Bangun sayang ini Ayah." Ucap Gerald sambil menepuk-nepuk pipi mereka.

"Ger, lebih baik sekarang kita balik lagi ke kota dan bawa mereka ke rumah sakit. " balas Ray dan langsung Gerald menggendong anaknya satu persatu ke mobil dan Ray menggendong Bila.

Mereka semua dalam perjalan, dan yang membuat Gerald masih bertanya-tanya dimana Sita. Kenapa anaknya bersama Bila.

Setelah sampai di rumah sakit, mereka semua dilarikan ke UGD. Ray dan juga Gerald menunggu diluar.

Lima belas menit kemudian, rumah sakit itupun langsung membawa kembali korban kecelakaan yang berada di tempat lokasi kejadian yang tidak jauh dari Bila dan juga kedua anaknya.

Merekapun memasukan satu persatu pasien kecelakaan itu masuk kedalam ruang UGD, dua orang laki-laki besar, dan dua anak perempuan, satu anak laki-laki.

Saat Ray menyadari, betapa terkejutnya. Orang itu adalah Omar dan juga Mulin. Sahabatnya sendiri.

"Omar, Mulin." Ray langsung terduduk lemas dan mengeluarkan ponselnya menhubungi Sam dengan cepat.

"Sabar, Ger. Jangan nangis. Sita pasti ditemukan." Kenyataan pahit, yang membuat seorang Gerald menangis histeris tanpa malu.

Setelah menghubungi Sam, dokter memberitahukan kejadian kecelakaan yang baru saja terjadi beberapa jam lalu. Dan seorang tim polisi yang membenarkannya dan memberikan informasi yang sedikit membuat Gerald lepas kendali.

Dokterpun keluar dengan menggiring tiga tempat tidur yang akan dipindahkan keruangan rawat inap.

Gerald meminta untuk anaknya dan juga Bila dimasukan kedalam satu kamar yang sama. Dan Dokter menyetujuinya, setelah itu Gerald mengikuti Dokter itu keruangannya.

Dokter menjelaskan, beruntung bahwa kedua putrinya selamat dan hanya mengalami luka kecil saja. Tapi Bila mengalami luka dibagian lutut kakinya yang terbentur secara keras dan harus mendapatkan operasi secepatnya. Geraldpun keluar dari ruangan dokter itu dan masuk ke dalam ruangan rawat inapnya.

Gerald menatap kedua anaknya, dan juga Bila yang mengorbankan nyawanya untuk menjaga kedua anaknya.

Hanya tangisan yang bisa ia lakukan saat ini. Sangat terpukul dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dengan kejadian yang kemarin begitu beruntun ini menghantam kehidupannya.

Geraldpun duduk disofa dan merebahkan badannya.

Keesokan harinya, Ray membangunkan Gerald yang tertidur dan melihat ke arah tempat tidur Bila yang sudah kosong. Tapi anaknya masih ada dan tertidur.

"Ger, tadi pagi Bila masuk ruang operasi karena tadi Bila sempat siuman dan langsung menangis histeris karena tidak bisa merasakan kakinya." Ucap Ray, yang sukses membuat Gerald langsung tersadar.

"Tapi gue gak denger apa-apa." balas Gerald dengan menaikan satu alisnya.

"Ger, lo itu tidur udah kaya orang mati ajah. Tadi gue semalam kesinipun. Lo gak bangun." Ucapnya sambil menyodorkan satu coklat panas untuk Gerald.

"Sorry, gue gak tau." Gerald langsung meminumnya.

"Ger, kemaren malem. Yang kecelakaan itu ada anak Sam dan juga Omar dan Mulin." Gerald langsung tersedak minumannya dan Ray langsung menepuk pundak Gerald.

"Mereka dimana sekarang?" Tanya Gerald dengan sorot matanya yang tajam

"Mereka udah ditangani dengan baik. Kemaren malam, begitu lo ke ruangan dokter. Sam dan juga Istrinya datang dan bertemu sama gue. Mereka juga saat malam begitu mendapatkan kabar dari dokter mereka langsung mengirim kedua anaknya dan juga Mulin, Omar. langsung ke Jepang untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik."

"Memang mereka kenapa? Ada sesuatu yang bahaya? Dan siapa Omar ?"

"Tragis sekali, padahal Istri dan anaknya Sam baru pertama kali kesini. Anak pertama Sam. Ema , mengalami patah tulang yang serius. Sedangkan anak keduanya, Aska mengalami kerusakan pada sistem otaknya dan bisa berakibat kehilangan ingatannya atau juga amnesia. Mulin sangat parah, karena dia hampir saja kehilangan matanya karena benturan yang sangat keras. Dan Omar, Omar orang yang sangat dipercayai Sam dia mengalami luka bakar ditubuhnya karena menyelamatkan salah satu anak perempuan yang ada di mobil yang menabrak mobil yang dikendarai Mulin."

"Mereka sekarang sudah di Jepang? Pertemuannya?"

"Sam menitipkan salamnya untukmu, dia mungkin untuk beberapa waktu ini tidak akan kembali dan perusahaan cabang yang ditugaskan untuk Mulin sementara akan dikelola olehku. Pertemuan itu, dia membatalkannya dan Sam akan mengirimkan email nanti untukmu."

Gerald tidak menjawabnya dan hanya melihat kedepan. Mengusap wajahnya secara kasar dan mengacak-ngacak rambutnya.

"Ger, lebih baik lo sekarang Bersihin badan lo. Dan ganti pakaian. Lo jangan sampai memperlihatkan sisi lemah lo depan dua anak lo nanti. Gue keluar dulu, mau liat dulu Bila."

Ray langsung pergi dari tempatnya. Dari situ Gerald mulai membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya. Lalu diam dan duduk disamping kedua anaknya.

Lusa (Luna & Luisa) TAHAP REVISIWhere stories live. Discover now