Tersesat

7 1 0
                                    

Pagi hari ini, Luisa dan Luna sudah mandi dan sedang sarapan dengan kedua orang tuanya.

Setelah sarapan, Luisa meminta ijin untuk bermain sepedah ditaman dengan Luna, yang akan ditemani Bi Siti. Gerald memperbolehkannya, karena hari ini dia sangat lelah setelah kejadian semalam yang membuatnya tidur jam Empat pagi. Begitupun dengan Sita.

Luisa dan Lunapun mengikuti Bi Siti untuk bersepedah di taman. Sedangkan Gerald dan Sita kembali ke kamarnya dan berniat untuk meneruskan tidurnya.

"Bi Siti, Una pengen yang warna pink sepedahnya." Ucap Luna kepada Bi Siti. Dan Bi Siti langsung mengambilnya, sedangkan Luisa sudah duduk disepedahnya yang berwarna merah.

Mereka berdua bersepedah dengan sangat senang. saking senangnya, Luna tidak melihat Batu yang sedikit besar didepannya dan membuatnya jatuh dari sepedah. Luisa yang melihatnya pun langsung turun dari sepedahnya dan menghampiri Luna. Luna menangis dengan kaki yang sudah membiru dan mengeluarkan darah dari kakinya.

Bi Sitipun langsung menggendong Luna kembali ke Villa. Tapi Luisa masih tetap ingin bermain, dan berjanji tidak akan jauh-jauh dari Villanya itu.

Bi Sitipun akhirnya pergi, dengan Luna yang sedari tadi menangis.

Saat Luisa sedang bersepedah dia melihat dua anak laki-laki yang kemarin bermain dengan Ayahnya itu sedang bermain bola. Tiba-tiba anak laki-laki yang bertubuh tinggi itu menendang bola itu masuk kedalam pagar pembatas Villa yang sangat pendek dan masuk kedalam yang mungkin itu hutan. Lalu anak laki-laki bertubuh tinggi itu memegang perutnya dan berlari ke arah Villa dan menyuruh laki-laki yang bertubuh sedikit pendek darinya itu untuk mengambilnya.

Luisa yang penasaran dengan anak laki-laki itu menyimpan sepedahnya dan mengikuti langkah kaki anak itu keluar dari pintu belakang Villa, setelah itu dia melihat anak laki-laki itu menyusuri semak-semak dan melihat ke kiri dan kanan. Akupun memberanikan diri menyapanya, karena dia yang sudah tanpa kebingungan mencari bola itu.

"Hay, kamu sedang mencari apa?" Ucapku pelan dan dia langsung membalikan tubuhnya menatap tajam kearahku.

"Kamu siapa? Kamu kenapa bisa disini ?" Jawabnya dengan sedikit ketakutan karena kemunculanku secara tiba-tiba.

"Aku Luisa, panggil saja Isa. Aku adalah anak dari Orang yang waktu itu bermain bola bersama kamu. Aku tidak sengaja mengikutimu, dan berniat ingin membantumu." balasnya dengan mengarahkan tangannya kepada laki-laki itu.

"Oh, maaf aku kira kamu hantu. Aku Arashi, panggil saja Rashi. Terima kasih telah mau membantuku." dia membalas jabatan tanganku dan tersenyum.

Kami berdua menyusuri semak-semak itu dan hasilnya tidak ada. Hingga kami tersadar bahwa kami telah berjalan cukup jauh dan langitpun sudah berubah menjadi abu, menandakan akan datangnya hujan. Akupun semakin takut, karena aku takut dengan suara petir.

Kamipun memutar arah dan berniat kembali tapi sayangnya kami tersesat dan tidak menemukan jalan pulang. Aku melihat jamku dan sudah menunjukan jam 2 siang tapi langit sudah begitu gelap.

Hingga hujanpun turun dan membasahi kami berdua, Rashi memegang tanganku dan mengajakku untuk berlari mencari tempat berteduh, kamipun menemukan tempat berteduh dan duduk disebuah gubug yang sudah sangat tua. Luisa yang takutpun akhirnya duduk dan menangis dengan menenggelamkan kepalanya di kedua kakinya.

"Isa, kamu jangan nangis. Ada Rashi disini." Rashi mengusap lembut punggung Luisa.

Jika ditanya, Rashi ketakutan. Pasti sangat ketakutan. Dia berada ditengah hutan dalam keadaan hujan, dengan bersama Luisa dan juga diusianya yang masih sangat kecil. Tapi Rashi memang tidak pernah memperlihatkan rasa takut ataupun tangisnya kepada siapapun, semenjak Ibunya meninggal saat dia berumur lima tahun.

Luisa dari tadi tidak hentinya menangis, dan kini Rashi memegang tangan kecil Luisa yang sudah dingin. Rashi membuka jaketnya dan memberikannya kepada Luisa. Luisa tersenyum dan mempererat genggamannya.

Di Villa, Luna sudah ada dikamar dan tertidur dari semenjak Bi Siti mengobati lukanya. Setelah Bi Siti sudah mengobatinya, Bi Siti kembali lagi untuk menjemput Luisa yang masih ada di taman. Tapi saat kembali, Bi Siti hanya melihat sepedah Luisa dan Luna yang sudah tergeletak ditanah, lalu Bi Siti memanggil dan mendapati pintu belakang Villa terbuka.

Bi Siti langsung berlari ke arah Villa, dan membangunkan Gerald dan Sita. Tapi sepertinya mereka kelelahan, dan tidak merespon Bi Siti sama sekali, hingga akhirnya Bi Siti menyuruh Mang Ujang mencarinya kebelakang Villa.

Diperjalanan, Mang Ujang bertemu dengan orang tua Rashi yaitu Matteo yang keluar dengan membawa bola yang sering pergunakan anaknya main.

"Pa Matteo, darimana?" Ucap Mang Ujang.

"Saya lagi cari Rashi, mang. Daritadi belum pulang padahal sebentar lagi hujan turun." Balasnya.

"Pa Matteo, lebih baik kembali saja. Biarkan saya yang mencarinya dengan teman saya yang mengetahui setiap jalan dihutan ini."

Matteopun mengangguk, dan kembali dengan Mang Ujang.

Sesampainya di Villa. Mang Ujang dan Matteo masuk ke dalam Villa Gerald dan diikuti istri Matteo dan juga anaknya Galen.

Gerald sudah berjalan mondar mandir yang menunggu Mang Ujang untuk mencari anak perempuannya itu. Sitapun hanya bisa menangis, menunggu anaknya pulang. Bi Sitipun terus-terusan meminta maaf kepada kami. Dengan tidak ada jawaban dari aku maupun Gerald.

"Tuan." Ucap Mang Ujang dengan Tiga orang yang dibelakangnya.

"Bagaimana ? Apa Luisa sudah ditemukan." Ucap Gerald tanpa memperdulikan ke tiga orang tersebut.

"Belum, Tuan. Tapi saya akan mencari lagi dengan teman saya ke dalam hutan. Karena hanya dia yang tau setiap jalan hutan itu Tuan." Gerald mengacak-ngacak rambutnya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Kenapa aku bisa selengah ini. Ayah macam apa aku ini. Batinnya.

"Tuan, ini keluarga Pa.Matteo yang menyewa Villa Tuan disebelah. Beliau juga kehilangan anak laki-lakinya. Sepertinya non Isa dan den Rashi pergi kearah hutan." Ucapnya sambil menunduk

Gerald langsung mempersilakan, keluarga Matteo untuk duduk. Dan menyuruh Sita membawa Istri dan anaknya kedalam. Sita mengangguk dan pergi dengan mereka ke arah ruang keluarga yang berada diatas. Dan menyuruh Bi Siti untuk membawakan beberapa makanan dan juga teh hangat.

Dibawah, Mang Ujang, Gerald dan Matteo sedang menunggu teman Mang Ujang yang sedang dalam perjalanannya dan bisa diperkirakan akan sampai kesini sore hari.

Sudah beberapa jam mereka menunggu, hujan pun belum berhenti dengan kilatan petir yang tiada hentinya terdengar.

Rasa gelisah dan juga kekhawatiranpun silih berganti didalam benak Gerald. Gerald yang sudah tidak sabar dan melihat ke arah jam dindingpun sudah menunjukan jam setengah enam sorepun. Akhirnya berdiri.

"Tuan mau kemana?" Tanya Mang Ujang.

"Saya tidak bisa menunggunya lebih lama lagi. Luisa disana mungkin kedinginan dan menunggu saya menjemputnya." Suara Gerald dengan keras yang langsung terdengar sampai kelantai atas.

Mang Ujang dan Matteopun menahan Gerald dengan sekuat tenaga. Agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

"Kita tunggu sampai jam enam jika tidak datang, aku akan pergi bersamamu mencari anakku." Ucap Matteo.

Geraldpun duduk kembali, dengan matanya yang sudah memerah. Harusnya hari ini dia sedang berada dalam perjelanan pulang tapi keadaan membuatnya mengharuskannya tetap disini.

Dari atas, Galen sedang terduduk didalam pelukan Ibunya. Dan juga Luna, yang sedari tadi terus menangis menanyakan keberadaan adiknya itu.

Aku sudah membujuknya, dan juga Ita yang sama membujuk Luna untuk tidak menangis tapi Luna malah memperkeras tangisannya dan meminta untuk bertemu Luisa.

Galen yang terus menatap Luna akhirnya, mengajaknya duduk dan memandang ke luar jendela. Entah apa yang Galen ucapkan kepada Luna, Luna yang tadi menangis langsung terdiam dan menatap ke luar. Semenit kemudian senyumannya timbul yang membuat Sita dan Ita juga ikut tersenyum.

Lusa (Luna & Luisa) TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang