Masih tetap sama

7 1 0
                                    

"Isa, Una. Ada Galen sama Cakra nih. Cepet turun." Teriak Ayahnya dari bawah

"Sa, cepet jangan lama." Ucap Luna sambil berlari kebawah.

"Duluan ajah, Kak." Luisa masih mencari ikat rambutnya yang jatuh.

"Aahhh, sial. Kenapa lupa coba nyimpen ikat rambut yang lain. Bodo deh ah, di gerai dulu ajah." Ucapnya sambil keluar dari kamar dan berlari kebawah.

Dibawah Luna dan Galen sudah berangkat terlebih dahulu, ada Ayah ajah dibawah sedang bersiap untuk pergi ke kantor.

"Tumben, rambutnya gak di iket." Ucap Ayahnya sambil tersenyum.

"Lupa nyimpen, emang Isa jelek yah kalau diginiin rambutnya? Ucap Luisa sambil megambil beberapa potong roti.

"Cantik ko, kamu lebih keliatan banget kaya Luna kalau rambutnya di gerai. Ayah aja susah bedainnya. Yaudah cepet Cakra nungguin diluar. Nanti Ayah pulangnya telat, soalnya mau ke butik dulu." Ucap Ayahnya sambil berjalan ke arah kamarnya. Dan Luisapun berlari keluar sebelum pamit kepada Ayahnya.

Diluar, Cakra udah didalam mobil dan mainin ponselnya. Akupun masuk ke dalam mobil dan.

"Ayo, Cak. Nanti telat." Ucap Luisa. Dan kini Cakra langsung melirik ke arah Luisa dan bengong. Cantik. Batinnya.

"Luna atau Luisa ?" tanyanya dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sumpah Luisa cantik banget rambutnya yang panjang di gerai.

"Yah, kali Luna pake baju SMA Pertiwi. Ayo jalan."

"Iyah, kamu cantik banget. Jangan bilang kamu begini buat aku." Tanyanya sambil menyetir dan sekarang tersenyum.

"Jangan GR, iket rambutnya ilang gak tau deh dimana lupa nyimpen. Dan sangat terpaksa deh begini." Jawabnya dengan melirik ke arah samping.

Sekarang mobil merekapun sudah terparkir dan Cakra terlebih dulu keluar, lalu diikuti Luisa.

Mereka berjalan berdampingan bersama melewati koridor sekolah, semua mata tertuju kemereka terutama Luisa.

"Demi apa, Luisa mirip banget sama kembarannya itu. Ah, kalau gini terus bahaya nih. Zeta bakal kalah saing nih. Gak boleh dibiarin." Ucap Niza dan langsung diangguki Suli.

"Cak, aku malu. Mereka liatinnya gituh banget." Luisa kini berjalan dibelakang Cakra dan berlindung di belakangnya.

"Santai ajah, mereka terpesona sama kecantikan kamu." Cakra langsung menarik Luisa dan menggenggam tangan Luisa erat.

Didepan kelas, sudah ada Zea dan Agam. Yang memang mereka itu selalu seperti itu tiap pagi.

"Ciee, udah resmi nih" Ucap Zea dan Agam yang tertawa.

"Gue, udah ganti status." Ucap Cakra dengan tersenyum kearah Zea dan Agam. Luisa masih bersembunyi dibelakangnya.

"Sa, lo mirip Luna banget kalau rambut loh di gerai. Bener-bener beda." Zea masih kagum dengan tampilan sahabatnya ini. Dan kini Luisa semakin dibuat malu, tentunya malah menjadi risih.

"Udah deh, gak usah kaya gituh. Ayo masuk. Dan lebih baik kalian balik kelas sana." Ucap Luisa dan kini menarik Zea ke kelas. Agam dan Cakrapun berjalan ke arah kelas mereka.

Setelah kejadian itu, dikelas dan dikantin pun mereka melihat Luisa dengan tatapan kagum dan ada juga yang malah membenci karena gosip Luisa dan Cakra kini menyebar kepenjuru sekolah.

Cakra dan Agam tidak pergi ke kantin karena ada latihan basket dadakan dari pelatihnya. Akupun melihat Clarinta yang ke kantin sendiri dan sekarang bergabung dengan Zeta plus para dayangnya.

Luisa dan Zea berjalan kearah kelas, karena pelajaran selanjutnya adalah pelajaran olahraga. Saat mereka sudah memakai baju olahraga. Luisa pergi ke koperasi sendiri berharap koperasi buka karena dari tiga hari kemarin tutup.

Dan kini keberuntungannya tidak memihak, koperasi tutup. Dia kembali berjalan ke arah lapangan. Tapi tiba-tiba ada yang menariknya masuk ke perpustakaan. Luisa kaget saat dia tau yang menariknya Rashi dengan memakai pakaian basketnya dan memegang sesuatu ditangannya.

"Isa, aku pengen ngomong sama kamu." Ucapnya sambil menatap Luisa.

"Mau ngomong apa lagi ? Isa harus ke lapangan, udah bel." balasnya sambil memalingkan mukanya kearah samping tidak mau ada kontak mata dengannya takut goyah lagi hatinya.

"Soal, kamu dan Cakra?"

"Kenapa? Ada yang salah." sambil mengangkat satu alisnya.

"Kamu benar-benar sudah melupakan aku ? Apa kamu menyukainya?" tanyanya. Sampai kapanpun, semuanya masih tetap sama. Gak ada yang berubah hanya aku ingin melepaskan bukan berarti melupakan. Batinnya sekilas melihat ke arah mata Rashi yang masih mengharap hal yang sama.

"Aku udah lupa. Iyah, sangat bahkan." jawabnya singkat tanpa melihat ke arah Rashi.

"Tatap aku dan katakan itu lagi. Biar aku tau kamu udah lupain aku." Tanyanya sambil memegang kedua tangan Luisa. Dan dengan cepat Luisa melepaskannya.

"Aku udah lupain kamu, semenjak Clarinta ada disamping kamu. Dan aku lebih ingin melupakan kamu ketika kamu ninggalin aku sendiri di Lab kemarin." Bentaknya dengan menatap ke arah Rashi, dan hanya emosinya kini yang memuncak.

"Kamu bohong, mata kamu gak bisa bohong, Sa. Dia berkata sebaliknya." Ucapnya dengan tatapan yang penuh penekanan untuk jujur kepada Luisa.

"Cukup, mulai sekarang jangan deketin lagi Isa dan jangan muncul lagi dihadapan Isa. Isa benci Rashi." Luisa lalu mendorong Rashi dan pergi dari perpustakaan dengan air matanya yang sudah membasahi pipinya.

Sebelum Isa pergi, Rashi berbicara. Jika kebahagian kamu adalah Cakra, maka aku menyerah tapi sebelum itu terjadi aku akan membuktikannya kalau aku masih benar-benar menunggu kamu,  Luisa. Sesuai dengan janji kita dulu. Ucapnya dan sukses membuat Luisa sedikit tersentil.

Dilapangan, Luisa tidak kembali. Zea melihat ke kiri dan ke kanan. Dia melihat Rashi dengan tatapan kosong. Zea merasa ada sesuatu dengan mereka berdua. Buktinya Luisa tidak kembali sampai pelajaran olahraga beres dan yang sangat terpaksa Zea meyakinkan gurunya bahwa sahabatnya itu sedang sakit dan berada di UKS.

Cakra dan Agam juga tidak ada. Karena mereka berdua pergi ke SMA Angkasa untuk menyerahkan formulir pendaftaran perlombaan yang akan diadakan di Pertiwi.

Sampai pulang sekolahpun, Luisa tidak kembali ke kelas dan tasnya masih ada dikelas. Kemana sih Luisa, gak biasanya dia kaya gini. Batinnya..

Bel berbunyi, dan semua orang pulang karena hari ini tidak ada kegiatan lain disekolah hanya ada beberapa anak yang masih lalu lalang.

Cakra pulang terlebih dulu karena orang tuanya menghubunginya untuk segera pulang dan menitipkan Luisa kepada Zea. Dan Zea sekarang bingung harus kemana, dia menghubungi ponselnya tapi ponsel itu ada di tasnya.

Sudah satu jam Zea mencari dan tidak ada juga. Sampai disekolah sudah sepi karena haripun mulai gelap meskipun masih siang dan tiba-tiba Zea melihat Rashi yang sedang berjalan menuruni tangga.

Lusa (Luna & Luisa) TAHAP REVISIWhere stories live. Discover now