Rooftop

5 1 0
                                    

"Sa... Sayang,  ke kantin yu. Laper nih." Ucap Cakra sambil mengusap perutnya.

Luisa tidak menjawab dan lebih memilih untuk diam saja. Cakra menggoyangkan badannya pelan, dan sedikit mengintip untuk melihat ke arah wajahnya.

"Sa, kamu ada masalah?" Cakra kini mulai merasa diabaikan.

"Sa, kamu sakit ?" Luisa hanya diam.

"Sa, kamu kenapa sih?" Luisa tetap diam.

"Sa, jawab dong. Masa Cakra dianggurin gini. Cakra ada salah?" Luisa tidak bergerak dan hanya menatap jendela.

"Sa, kamu kenapa sih ? Atau jangan-jangan kamu marah aku tadi pagi bareng ke sekolah sama Kirana. Aku minta maaf, tadi abisnya Luna yang minta." Ucapnya sambil memegang tangan Luisa. Luisa yang mulai jengah langsung menepisnya dan melipatkan tangannya di dada. Melihat aktingnya ini, membuat Luisa semakin jijik sama cowok. Batinnya.

"Sa, kamu kenapa sih ? Aku cuman pegang tangan kamu kok, kamu gak mau." rengeknya dan menatap Luisa. Luisa jelas sekali membelakanginya.

"Jangan kaya anak kecil dong, aku anggap diam kamu ini. Kamu marah. Aku minta maaf, dan aku janji gak bakal deket sama cewek lagi." Ucapnya sambil kini dia ingin memegang kembali tangan Luisa. Tapi sebelum itu, Luisa langsung berdiri, berdecak dan menepis tangannya.

Luisa pergi meninggalkannya, tapi Cakra langsung berlari mengejarnya.

"Sa, kamu kenapa sih. Aneh banget. Apa yang salah sama aku?" Ucapnya sambil menahan tangan Luisa.

Luisa memejamkan matanya, menarik nafas dan membuangnya kasar.

Plaaak, satu tamparan yang sangat keras. Untung dikelas Luisa sepi hanya ada mereka berdua.

Cakra memegang pipinya, dan kini menatap wajahnya.

"Maksud kamu apa?" Tanyanya.

"JANGAN PERNAH NAMPAKIN DIRI LO LAGI DEPAN GUE. DAN JANGAN PERNAH LO NYENTUH GUE LAGI." ucapnya sambil berteriak.

"Kamu kenapa sih? Aku gak ngerti." Cakra mulai Mencari-cari kesalahannya sendiri. Meskipun dia tau dia berbuat salah besar dengan menjadikannya bahan taruhan tapi kan yang tau masalah ini cuman dia, Agam dan Feli.

Plaakkkk, tamparan kedua dari Luisa.

"KITA PUTUS." Ucap Luisa lalu pergi berlari ke arah rooftop. Sementara Cakra hanya diam mematung dan langsung pergi berlari mencari Zea. Karena hanya Zea harapannya saat ini.

Luisa sudah tidak tahan sedari tadi menahan air matanya, saat pintu rooftop terbuka dia berlari ke arah pojok dan badannya jatuh begitu saja. Luisa menangis sejadi-jadinya, entah kenapa langit saat ini sangat cerah. Tapi Luisa tidak merasa keberatan sama sekali, karena dia tidak takut untuk kulitnya menjadi hitam.

"Kenapa semua ini terjadi sama Isa. Kenapa?" Teriaknya sambil menangis. Luisa teriak terus menerus tanpa jelas. Hingga seseorang merasa terganggu akan tidur nyenyaknya.

"Udah nangisnya, nanti cantiknya hilang." Ucapnya. Dan sontak Luisa membalikan badannya dan melihat ke arah cowok yang masih terbaring diatas kursi itu.

"Rashi, ngapain disini?" Ucapnya, dan kini Rashi bangun dan berjalan ke arahnya. Rashi berdiri dihadapan Luisa, melindunginya dari terik matahari.

Rashi menyodorkan tangannya, "Bangun." dan Luisa langsung menggenggam tangan Rashi dan bangun. Kemudian dia berjalan dengan Rashi dan duduk dikursi yang dijadikan tempat tidur untuk Rashi.

"Kenapa?" Tanya Rashi. Luisa hanya menatap ke arah depan dan terdiam.

"Luisa udah mutusin dia, Ra." balasnya pelan. Rashi terdiam dan menatap ke arah Luisa.

"Maaf, aku gak ada maksud buat ngehancurin hubungan kamu. Aku gak mau kamu ngerasain hal yang membuat kamu sakit hati lagi. Maaf." Kini Rashi menunduk dan terdiam. Luisa tidak menjawab dan hanya diam.

Lima belas menit dia terdiam, lalu Rashi membuka percakapannya lagi.

"Isa, kasih aku kesempatan lagi untuk yang terakhir kalinya. Aku bakal buktiin sama kamu." Luisa tidak menjawab dan hanya terdiam, kini Rashi membalikan tubuh Luisa dan berhadapan dengannya. Lalu menggenggam tangannya.

"Aku tau, ini bukan waktu yang tepat. Tapi aku mau selalu ada disaat kamu lagi butuh sandaran seperti ini. Aku mohon, kasih aku kesempatan lagi."

Luisa terdiam, tatapannya kosong. Lalu Luisa melihat sorot matanya Rashi, mencari kebohongan tapi dia tidak menemukannya. Luisa kini terdiam dan menatap Rashi. 

"Kasih aku waktu." Ucapnya lalu Luisa melepaskan genggamannya dan pergi meninggalkan Rashi.

Maafin aku, Sa. Aku hanya ingin berada didekatmu. Menjadi orang yang terpenting dihidup kamu kembali.

Lusa (Luna & Luisa) TAHAP REVISIWhere stories live. Discover now