Hujan dengan kejujurannya

3 1 0
                                    

"Sa, makan dulu yah." Ucap Galen. Sebenarnya dia sudah makan tapi untuk tetap bersama dengan Luisa adalah prioritasnya.

"langsung pulang ajah, Luisa harus siap-siap buat besok Camping." Galen yang mendengarnyapun hanya bisa mengangguk dan tidak menjawab lagi.

Maaf, Isa sebenarnya lapar tapi Isa gak mau lama-lama sama Kak Galen. Luisa gak mau membuat benteng itu semakin tinggi karena Luna terus menghindari Isa karena Kak Galen. Batinnya.

Angin malampun menusuk sampai ketulang, Luisa yang memakai jaketpun merasa kedinginan apalagi Kak Galen. Galen daritadi menggoyangkan badannya karena kedinginan. Luisa menyadari hal itu, Luisa sudah menawarkan untuk memakai jaketnya kembali tapi Galen menolaknya. Rasa bersalah menyelimutinya, Luisa dirundung rasa bersalah. Maaf Rashi, maaf Kak Luna. Isa terpaksa. Gumamnya dalam hati.

Luisa memejamkan matanya dan menatap punggung Galen yang sedikit menggoyangkan badannya, tiba-tiba Luisa memberanikan dirinya. Tanganya memeluk tubuh yang dari tadi sudah kedinginan, buktinya badannya terasa dingin. "Maaf, Luisa meluk. Gak ada maksud lain." Ucapnya

Galen tersenyum, tangannya satu lagi kini memegang tangan Luisa yang memeluknya. Galen mengusap lembut tangannya dan mempererat tangan Luisa untuk memeluknya.

Luisa terhanyut dengan suasana malam ini, begitu juga Galen. Tidak ada penolakan sama sekali dari Luisa.

15 menit kemudian, tetesan demi tetesan air hujan turun dan makin sini hujanpun turun dengan deras. Galen memberhentikan motornya disebuah toko yang sudah tutup dan berteduh disana, jalan ini sangat sepi karena tadi Galen memilih motong jalan karena ingin cepat sampai kerumah Luisa, sejujurnya niat tadi ingin berlama-lama tapi kini tubuhnya kurang bersahabat tapi dia menahannya.

Galen mengusap tububnya yang kedinginan, menggesakan tangannya. Luisa yang melihatpun hanya merasa bersalah dan menunduk. Alih-alih ingin membuka jaketnya.

Galen malah terduduk begitu saja, dikursi depan toko yang gelap karena mati lampu sesaat setalah suara petir yang sangat keras terdengar. Suara petir, hujan yang deras, angin yang sangat dingin dan juga mati lampu. Jalanan lebih gelap karena jarang sekali kendaraan lewat.

Badannya menjadi lebih dingin, keringat dinginnya keluar dan sedikit pusing. Galen memijit kepalanya. Dia kelelahan setelah kegiatan dikampusnya yang padat sekali karena dia mendapat undangan untuk ikut Camping sebagai perwakilan alumni dari Angkasa, yang berimbas kepada waktunya yang tersita banyak dan kurang menjaga kesehatannya.

Luisa menatap ke depan, melihat hujan yang semakin deras dan pasti hujan akan lama redanya. Luisa mengusap wajahnya kasar dan seketika melihat Galen. Galen yang sedang menggigil dan mengusap tubuhnya sendiri dengan tangannya dan kini menundukan kepalanya.

Luisa panik. "Kak Galen, kenapa?" Luisa langsung menyentuh keningnya dan salah satu tangannya menyentuh keningnya juga. Luisa membulatkan matanya dan langsung menatap Galen.

"Kak Galen dingin sekali badannya. Bagaimana ini." Paniknya. Galen hanya menunduk, badannya sangat kurang sehat akhir-akhir ini.

Luisa mencari ponsel milik Kak Galen didalam tasnya. Ponsel itu sudah dipegang Luisa, Saat dia ingin membuka layar kuncinya, dia menanyakannya sandinya.

"Tanggal lahir kamu." ucap Kak Galen pelan. Luisa terkejut, maksudnya. Dan dia memasukan sandi itu 2406. Ponsel itu langsung memperlihatkan walpaper.

Photo Luisa, satu hal yang membuat Luisa semakin terkejut dan ingin menanyakannya langsung tapi ia urungkan. Ada apa ini sebenarnya. Pikirnya.

Kini cuman Galen yang memenuhi pikirannya, karena kekhawatirannya. Sial, saat Luisa sedang mencari kontak Rashi. Ponsel itu mati, habis batre. Luisa sungguh panik. Dan merutuki dirinya sendiri yang lupa membawa power bank.

"Kak Galen, maaf yah." Ucap Luisa dan kini yang bisa dia lakukan hanya menghangatkan badannya dengan cara memeluknya.

Galen terdiam, dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Luisa. Memeluk tubuh Luisa yang sudah daritadi memeluknya duluan.

Hangat, yang dirasakan dua orang ini. Hujan yang deras, angin yang menusuk sampai ke tulang kini berganti menjadi kehangatan yang disalurkan dari badan Luisa.

Luisa benar-benar hanyut dan terbawa suasana, dia kini mempererat pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Galen. Jujur perasaannya sedikit menghangat, jantungnya berdetak kencang, satu hal yang dia tidak pernah dapat dari seorang Rashi. Kehangatan yang membuatnya nyaman dan bisa melupakan masalahnya.

Entah berapa lama mereka dalam posisi seperti ini, hujan belum berhenti. Dalam pelukannya. Galen membisikan sesuatu ditelinga Luisa. "Gue, sayang banget sama lo, Sa." Ucapnya pelan. Luisa mendengarnya, ingin melepaskan pelukannya tapi Galen mempererat pelukannya. "Biaran gini ajah, sebentar. Gue mau jujur sama lo, Sa. Dengerin ajah, gak usah dijawab." Ucapnya. Kini Luisa benar-benar diam dan tetap pada posisi sebelumnya, tidak ada perubahan posisi yang mereka lakukan.

"Dari dulu, semenjak pertama bertemu. Gue bohongin dia dan nendang bolanya sampai keluar dari kawasan itu, karena lo. Gue berlari ke Villa bermaksud membawa sepedah dan bertujuan untuk kenal sama lo. Tapi apa yang gue dapet lo gak ada dan Rashipun juga gak ada. Dari semenjak itu, semenjak lo dan Rashi tersesat. Gue cuman bisa ngalah sama dia. Gue tau, masih belum cukup umur untuk suka sama seorang perempuan tapi sama lo itu berbeda." Dia diam.

"Sampai sekarang, perasaan gue selalu sama. Dan perasaan itu makin sini semakin besar. Gue minta maaf, karena disini awalnya dengan macarin Luna. Gue cuman pengen deket sama lo, Sa. Saat, Rashi dengan senangnya dan meluk gue karena Lo nerima dia. Gue ngalah, gue berusaha melupakan lo, dengan menerima Luna kembali dan yang hasilnya hati gue nolak. Tapi perasaan itu malah semakin besar. Semakin Gue berusaha melupakan, semakin besar juga perasaan ingin memiliki. Maaf. Maaf karena perasaan terlarang ini. Gue gak bisa ngendaliin perasaan ini." Ucapnya. Dan kini apa reaksi Luisa. Luisa diam, hatinya terasa sakit, badannya melemah, wajahnya memerah, mata sudah berkaca-kaca. Kini Luisa menangis, menangis karena kejujuran seorang Galen.

Galen merasakannya, kini dia mengusap kepala Luisa pelan. Maaf, maaf karena kejujuran ini. Ucapnya pelan. Dan Galen mencium puncak kepala Luisa sekilas. Luisa hanya diam tidak ada gerakan dari tubuhnya, hanya menangis yang bisa ia lakukan. Galenpun meneteskan air matanya, tanpa Luisa tau. "Sampai kapanpun, perasaan ini akan tetap sama. Melihat lo, bahagia tanpa memiliki itu sudah cukup buat gue." Ucapnya.

Ucapannya membuat Luisa semakin terisak dan benar-benar hancur karena kejujuran yang diutarakan Galen.

Disebrang jalan sana, di dalam mobil. Seorang perempuan sedang memperhatikannya. Dia berniat ingin turun, tapi setelah dia melihat Luisa memeluknya dia mengurungkan niatnya. Melihat mereka di dalam mobil, menajamkan matanya, dan melihat kearah mereka yang seperti sedang menyalurkan rasa cinta. Dia menangis sejadi-jadinya, didalam mobil itu. Memukul kepalanya, berteriak dan menangis histeris.

Tapi dibalik pohon besar, ada seseorang yang menutupi dirinya dengan payung hitam. Memotret kejadian yang dia lihat hari ini. Memotret Galen dan Luisa yang sedang saling berpelukan, memotret dan merekam perempuan di dalam mobil itu.

Dia tersenyum, dan tertawa puas. Bisa menghancurkan mereka. Kini orang itu pergi. Dia hari ini sangat puas, sangat sangat puas. Rasa sakitnya ia bisa balas dengan cara yang lebih indah menurutnya.

Lusa (Luna & Luisa) TAHAP REVISIUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum