Sudah Melupakannya

3 1 0
                                    

"Zea, Isa. Cepet turun, nanti telat lagi pergi kesekolahnya." Ucap Kinan dari bawah.

Zea dan Luisa keluar dari kamar sambil berlari kecil menuruni tangga.

"Jangan lari-lari, nanti jatuh." Ucap Evan yang menatapnya dari meja makan.

"Selamat pagi, Ayah, Ibu." Ucap Zea.
"Selamat pagi, Om, tante." Ucap Luisa.

"Pagi juga, anak-anak Ayah sama Ibu. Sudah belajar buat UN terakhirnya?" Ucap Evan.

"Sudah dong, yah. Tenang ajah, kemarin aku udah belajar. Kan ada gurunya, disini." Balas Zea sambil melempar senyumnya ke arah Luisa.

"Untung ada, Isa. Jadi gak usah manggil guru Les lagi." Ucap Kinan yang diangguki oleh Evan.

"Hehe, buat apa guru les kalau punya sodara yang lebih pinter. Iya, gak Sa ?"

"Hmm," Balas Luisa singkat.

"Sa, kamu mau kuliah dimana ? Mau ikut Zea, apa gimana ?" Ucap Evan.

"Ikut aku ajah, ke kalimantan. Nathan juga kuliah disana." Zea menatap Luisa dengan tatapan memohon.

"Belum tau, Om. Isa belum kepikiran mau kemana." Ucapnya.

"Yaudah, nanti dipikirkan secepatnya. Kalau udah kasih tau, Om ataupun tante Kinan yah." balasnya lagi. 

"Iya, Om. Makasih sebelumnya."

"Yaudah, yu Sa. Kita berangkat. Dah Yah, Bu. Kita pergi dulu." Ucap Zea. Sambil pergi keluar dan sebelumnya pamitan lebih dulu.

Mereka sudah dijalan, Luisa menyetir mobil dan Zea duduk disebelahnya. Setelah kejadian kemarin yang mengetahui kebenarannya tentang semuanya, dia sekarang terlihat baik-baik saja. Dengan alasan, tidak ada yang boleh mengungkit masalah itu didepannya.

Mobil sudah terparkir diparkiran sekolah, mereka berjalan menuju ruangan Ujian. Disekolah hanya anak kelas XII saja.

Luisa masuk kedalam ruangan, saat ingin duduk dia melihat diatas mejanya sebuah amplop. Dia mengambilnya dan melihat kesekelilingnya. 

Dia duduk, melihat amplop itu tidak ada nama pengirimannya.  Hanya ada nama lengkapnya saja. Dia mengerutkan keningnya, dari siapa ini. Pikirnya.

Belpun berbunyi, ketika dia ingin membukanya. Dia menyimpannya kedalam tas.

Satu jam telah berlalu, akhirnya bel berbunyi tanda Ujian sudah selesai. Dan kini beberapa anak Osis masuk kedalam kelas, dan mengabarkan bahwa setelah ini akan ada beberapa perwakilan dari Universitas yang akan memperkenalkan kepada semua murid untuk memberikan kemudahan memilih Universitas yang bagus dan akan diadakan di Aula sekolah.

Zea berjalan dengan Nathan ke Aula bersama. Sementara Luisa berjalan mengekori mereka dan fokus melihat ponselnya sampai tidak memperhatikan jalannya.

"Awas, liat jalan jangan fokus terus liat ponselnya" Ucap seorang wanita cantik, memakai jas salah satu universitas. Sedikit lagi Luisa berjalan dia akan menabrak pintu aula.

"Eh, iya maaf Kak. Makasih, kalau gitu saya masuk duluan." Ucap Luisa sambil sedikit membungkuk melewatinya.

"Iyah, lain kali hati-hati." Ucapnya. Luisa berjalan dan menoleh kembali ketika dia melihat kewanita itu yang kini sedang tersenyum dengan seorang laki-laki tinggi  yang membelakanginya.

Luisa membalikan kembali tubuhnya dan mencari tempat duduk yang masih kosong, sedangkan Zea dan Nathan sudah duduk didepan. Dia duduk dibelakang, yang jelas banyak dihuni oleh beberapa perwakilan universitas dan juga anak osis sekolahnya.

Ponselnya berdiring. Dia melihat ponselnya dan ada pesan masuk, dia membukanya.

0867893xxx
Kamu udah liat amplopnya ? Setelah kamu melihatnya, aku harap kamu tidak mati mendadak dan menangisi kembali nasibmu yang terlalu indah.

Luisa
Kamu siapa? Apa maksud kamu?

0867893xxx
Gak perlu tau, siapa aku.
Yang jelas setelah liat itu semua, aku harap kamu bisa hidup dengan bahagia. Dan turuti perjanjian Gerald, Ayah yang kamu kenal sebagai Genji.

Luisa mengernyitkan keningnya, dia terus menatapnya, diam dan tatapannya yang berubah menjadi sedikit sendu. Jadi nama Ayah itu Gerald bukan Genji. Siapa kamu sebenarnya, apa tujuan kamu menggangguku. Batinnya. Sampai dia tidak sadar ada orang yang duduk disebelahnya.

"Kamu kenapa ? Apa kamu sakit?" Ucapnya, Luisa kaget dan menoleh kesampingnya. Wanita itu duduk disamping Luisa sambil tersenyum.

"Aa.. Aku, gapapa Kak. Maaf." balasnya, Luisa tersenyum tipis. Wanita itu menatapnya.

"Syukurlah, kalau kamu sakit mening pulang ajah soalnya kan ini pasti sangat lama."

"Gapapa, ko Kak. Aku baik-baik saja."

"Eh, iya kita belum kenalan. Nama aku Renjani. Panggil ajah Jani. Aku perwakilan dari universitas Yogyakarta." sambil tersenyum dan menjabat tanganku. Akupun membalasnya dan menjabat tangannya juga.

"Salam kenal Kak, kenalin aku Luisa Kayla Maharani. Panggil ajah Isa."

"oh, kamu yang namanya Luisa, anak IPS. eh, aku panggil kamu Kayla ajah yah." Ucapnya sambil menaikan satu alisnya.

"Iyah, ko Kak Jani tau ? Seenaknya Kakak ajah, mau manggil apa juga."

"Hmm, tau dong. Kamu kan yang yang tadi para guru omongin. Semoga ajah kamu milih kuliah di universitas yang sama kaya aku." Ucapnya dan Luisa mengangguk sambil tersenyum.

Acarapun dimulai, semua perwakilan universitas satu persatu memperkenalkan tempat kuliahnya masing-masing. Kak Janipun sudah naik keatas panggung dengan laki-laki tinggi itu yang bernama Adriel Wijaksana.

Percaya saja, bahwa sekarang 70 % dari wanita yang duduk diaula lebih menginginkan untuk masuk ke kampus yang Adriel perkenalkan sekarang karena pesonanya yang selain tinggi, tampan, tubuh atletisnya sangat menggoda, dan dia juga sangat ramah.

Merekapun sudah beres dan turun, semua perwakilan universitaspun sudah memperkenalkannya. Hingga penghujung acara yang ditutup oleh semua perwakilan dari semua universitas yang berdiri berjajar didepan semua siswa dan bernyanyi.

Setelah selesai, aku pamit duluan pulang kepada Zea. Aku berjalan melewati koridor sekolah dan menuju ke halaman belakang sekolah yang sering sepi dari anak-anak. 

Luisa membuka tasnya, dan mengeluarkan amplopnya itu. Setelah dia membukanya, mengeluarkan beberapa photo dan juga beberapa surat. Luisa melihat dan membacanya,  seketika photo dan surat itu jatuh berserakan dengan tubuhnya yang terjatuh.

Badannya bergetar, matanya memerah, dan kini air matanya jatuh kembali membasahi pipinya. Bagaimana semua ini terjadi kepadanya, baru saja dia berusaha melupakan kejadian yang menempinya beberapa bulan kebelakang kini dia dihantam kembali dengan semua kenyataan yang membuat dunianya hancur seketika.

Tidak ada orang ditempat ini, dia menangis dengan suaranya yang ditahan. Tidak ingin terlihat oleh siapapun, dia kembali memunguti semua photo dan juga surat itu. Dia memasukannya kembali ke amplop dan berdiri membersihkan bajunya, mengusap air matanya.

Dia berjalan pelan meninggalkan taman belakang, dengan semua pikirannya yang  kacau. Tidak tau apa yang ia harus lakukan, yang dia tau sekarang. Dia akan pergi kemanapun kakinya melangkah. Tapi sebelum itu, Luisa mengirimkan pesan kepada Zea.

Luisa
Ze, hari ini kayanya aku gak akan pulang.

Lalu Luisa kembali memasukan ponselnya dan menonaktifkan ponselnya.

Disaat aku sudah mulai melupakannya semua, dan belajar untuk ikhlas. Kenapa semua ini datang lagi.

Lusa (Luna & Luisa) TAHAP REVISIWhere stories live. Discover now