Sebenarnya

3 1 0
                                    

Nathan menunggu Luisa dan juga Zea diparkiran. Nathan beberapa kali untuk menyembunyikan kepada Luisa tapi sepertinya ini juga tidak akan bertahan lama. Nathan hanya tidak ingin ada percobaan bunuh diri kembali yang dilakukan Luisa dulu, ketika dia merasa diabaikan seorang diri.

Zea dan Luisa berjalan ke arah parkiran. Nathan menatap Zea yang daritadi hanya diam.

"Sa, udah siap ?" Ucap Nathan.

"Siap, dong. Eh, apa harus gituh bawain dia makanan atau apa gituh. Kan udah lama gak ketemu juga." Balas Luisa sambil naik ke dalam mobil dan duduk dikursi belakang. Sedangkan Zea duduk didepan.

Nathan menoleh sebentar kebelakang sambil tersenyum. "Beli bunga ajah. Pasti dia seneng banget." Ucapnya, Zea menatap Nathan.

Dijalan Luisa beberapa kali bertanya kepada Zea dan Nathan. Bunga juga sudah dibeli. Zea merasa tidak enak karena melihat Luisa yang dari tadi terus tersenyum sambil melihat bunga yang ia telah beli.

1 jam kemudian, Luisa tanpanya tertidur. Tidak ada percakapan sama sekali darinya. Yang terus bertanya-tanya keberdaan Galen. Masih jauh kah ? Rumahnya dimana?  Galen kenapa pindah ? Galen kenapa gak ikut sama orang tuanya?. Pertanyaan yang terus menerus di lontarkan.

"Nat, yakin mau bawa Luisa kesana?" Ucap Zea pelan.

Nathan mengangguk, "Yakin, kita gak bisa terus diam seperti ini. Mau sampai kapan?"

"Aku ngerasa belum waktunya ajah, aku baru kali ini, Nat. Liat dia senyum. Rasanya gak tega, jika tau yang sebenarnya."

"Kamu yakin ajah, Luisa bukan orang yang lemah." Tangan Nathan mengelus puncak kepala Zea.

Sampai juga ditempat Galen, Zea menatap Luisa yang masih tertidur. Dia tidak tega membangunkannya. Sementara Nathan sudah lebih dulu turun dari mobilnya.

"Sa, Sa bangun Sa. Udah sampai." Ucap Zea sambil menggoyangkan tubuh Luisa pelan. Luisa terbangun, mengucek matanya pelan dan menatap ke arah depan.

Dia kaget, ketika melihat kesekelilingnya. Kini pikirannya menjadi lebih kacau dari sebelumnya. Tatapannya seakan tidak percaya ketika Zea menuntunnya dan kini dia berdiri tepat disamping kuburan yang terpangpang jelas nama Galen S Abayomi.

Tubuhnya lemas, Bunga yang ia bawapun terjatuh dari tangannya dan seketika dia terperosot jatuh ketanah. Zea berusaha membantunya untuk berdiri tapi tubuh Luisa menolak. Dia menangis, menangis histeris seakan tidak percaya dengan akan hal ini dan dia meyakinkan dirinya sendiri jika ini semua hanya mimpi. Mimpi buruk.

"Sa, bangun Sa. Gue minta maaf sa." Ucap Zea. Nathan hanya diam berjongkok didepan Luisa, menatap dalam-dalam Luisa yang daritadi sibuk dengan tangisnya.

"Ini mimpi kan, Ze. Gue mimpikan? Galen, Galen masih hidup kan." Teriaknya, dan kini menggoyangkan tubuh Zea. Zea hanya diam tidak melawan.

Zea menatap Luisa. Memeluk Luisa. Zea menangis. "Ini Galen, Sa. Dia udah gak ada. Lo yang sabar, Sa."

"Kenapa, Ze. Kenapa lo gak ngasih tau gue masalah ini. Lo sengaja." Luisa meronta-ronta didalam pelukan Zea. Dia tidak habis pikir dengan kenyataan yang dia alami.

"Maafin, Gue Sa. Gue gak ada maksud buat gak ngomongin itu langsung tapi gue ngelakuin ini karena gue gak mau buat lo semakin terpuruk."

"Lo jahat, Ze. Jahat."

"Iyah, gue emang jahat, Sa. Jahat banget. Tapi gue ngelakuin ini karena gue sayang sama lo, Sa."

"Gue benci, benci dengan semua kenyataan ini. Semua salah gue, kenapa dulu bukannya gue yang meninggal dan bukannya Bunda yang hidup."

"berhenti, Sa. Berhenti buat selalu nyalahin diri sendiri. Gue mohon, Sa."

Zea memeluk terus Luisa. Luisa memeluk gundukan tanah didepannya ini. "Bangun, Kak. Kak Galen jangan bercanda. Aku mohon." Ucap Luisa yang menangis. Nathan tidak tahan lagi. Sudah setengah jam lamanya, Luisa terus menangis dan Zea, diapun sama menangis.

Nathan berdiri, "Sa, Ze. Ada yang harus gue omongin sama kalian. Terutama lo, Sa."

Zea menatap Nathan. Nathan menganggukkan kepala untuk segera pulang dari tempat ini.

"Sa, udah sa. Ayo pulang. Kalau lo terus nangisin dia, dia gak bakal tenang diatas sana."

"Kalau, lo mau pulang. Pulang ajah duluan. Gue masih tetap mau disini sama Galen."

"Sa, udah sore. Besok kita kesini lagi."

"Gue gak perduli, gue tetep mau disini." Ucapnya dengan lantang dan kembali memeluk gundukan tanah tersebut.

Zea menghela nafasnya berat melihat ke arah Nathan. Nathan mengusap wajahnya kasar, dia tau maksud dari tatapan Zea.

"Sa, ayo pulang." Ucap Nathan.

"gak mau." balasnya tanpa melihat ke arah Zea dan juga Nathan yang masih berdiri disana.

Nathan lelah, kemudian dia menggendong Luisa secara paksa. Luisa memberontak, tubuhnya menggelinjang tapi Nathan tetap menggendongnya dan berjalan ke arah mobil. Dengan Zea yang mengikutinya dari belakang.

"Udah sore, kita pulang." Ucap Nathan dengan tatapan tajamnya kearah Luisa.

Luisa tetap menolak tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika Nathan dengan secara paksa memasukan Luisa ke dalam mobil.

Diperjalananpun, Luisa hanya terdiam menangis. Zea yang disebelahnya hanya bisa mengelus lembut punggung Luisa.

Sampai dirumah Zea. Luisa dan Zea masuk ke dalam rumah dengan diikuti Nathan.

Lusa (Luna & Luisa) TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang