Hadiah Berlanjut♡

637 46 1
                                    

Ngabuburit menunggu adzan magrib dikumandangkan. Aku menyiapkan makan dan minum sederhana untuk berbuka. Karena kebetulan seharian ini aku berpuasa sunah. Sejak bulan ramadhan tahun kemarin aku rutin melakukan puasa Daud. Puasa selang seling.

Aku melirik jarum jam yang dengan teratur berputar. Kurang tiga menit lagi.

Makanan sudah tersaji dihadapan mata. Sepiring menu buka sederhana. Karena itu adalah salah satu tujuan puasa melatih kesederhanaan.

Beberapa centong nasi dengan sayur buncis dan dua iris tempe goreng yang masih hangat. Satu gelas teh panas sedikit kental dengan sedikit gula. Tak lupa pula ditemani sambal cabai pedas kesukaanku. Menurutku makanan apapun tanpa sambal rasanya tak nendang. Tapi kalo sudah ada sambalnya.... ehmmtt... semua terasa masyaAllah...

Dug dug dug dug....

"Alhamdulillah".

Suara bedug terdengar lantang sebagai pertandai masuk waktu untuk melaksanakan sholat magrib. Setelah alunan bedug dilanjutkan suara adzan.

Kubaca do'a sebelum menyantap makanan. Semoga berkah.

"Alhamdulillah. Thanks Ya Allah sudah memberiku makanan berbuka yang senikmat ini".

Aku berbuka sementara orang rumah sudah mengikuti sholat magrib berjamaah di masjid. Tak lama kemudian aku juga sholat magrib. Tapi hanya sendirian di rumah. Ada yang kurang.

"Ya Allah, kirimkan seorang imam untukku... agar aku sholat gak sendiri lagi... agar ada yang imamin aku... agar ada yang nemenin hafalin qur'an... ada yang nyimak murojaahku... agar tahajjud ada yang bangunin... Ya Allah ....kabulkan Ya Allah... aamiin"

Sehabis sholat dan mengaji beberapa lembar al qur'an rasanya aku ingin sekali keluar dari kamar pribadiku. Tak seperti biasanya... biasanya aku betah banget di dalam kamar.

Aku keluar kamar membawa satu toples keripik menuju ruang makan. Duduk diam. Tanpa suara. Hanya suara gigitan keripik yang terdengar renyah.

Ayah datang. Duduk di kursi yang menghadap ke arahku langsung. Aku masih dengan santainya ngemil. Tapi ayah memperhatikanku serius. Ada sedikit senyum kecil disudut bibirnya.

"Kenapa ayah melihatku seperti itu.... ada yang salah denganku? Atau ada sisa makanan dimukutku?".

"Lucu aja lihat anak ayah sudah besar sekarang... tapi ayah selalu memperlakukanmu seoertu anak kecilnya ayah".

Aku mencium hawa-hawa berbeda dari kalimat ayah.

"Ayah mau ngomong sesuatu sama Mia?". Tanyaku to the point sama ayah.

"Kamu memang gak bisa basa-basi yaw... langsung tancap aja".

"Mia kan anaknya ayah...".

"Baiklah!!! Karna kamu gak suka basi-basi... ayah langsung saja. Dua hari yang lalu ada seseorang yang datang ingin melamarmu".

Ayah berhenti memberi jeda pada kalimatnya. Aku langsung menundukkan kepala. Lemas rasanya. Jujur, aku masih belum siap dengan pertanyaan ini lagi... rasanya aku tak sanggup memberikan jawaban lagi.

"Kamu mengenalnya".

Mendengar ayah bilang kalo aku mengenal laki-laki yang ingin melamarku, aku mulai mendongak. Mulai sedikit antusias.

"Tetangga sini juga. Gak jauh".

Aku semakin antusias. Bersemangat mendengarkan penjelasan ayah lebih details.

"Siapa yah?", aku mulai membuka suara. Ayah emang jago membuatku penasaran.

"Namanya Rama".

Aku diam. Berfikir. Mengingat-ingat orang sekitar rumah yang namanya ayah sebutkan.

"Seingatku orang sini gak ada yang namanya Rama, yah...", masih mencoba mengingat-ingat.

"Ada... itu lho yang rumahnya pojokan kampung... yang bercat hijau...kamu pasti tau".

Deg. Jangan-jangan!!!! Jangan ngarep dulu ah!!! Ntar kalo ketinggian jatuhnya sakit lagi.

"Rama....Anaknya almarhum pak Agung. Ibu Siti. Ibu Siti. Iya nama ibunya bu Siti".

"Oh.... Tara...."

"Bukan Tara..namanya Rama".

"Sama aja, yah".

"Sama gimana??! Namanya aja beda gitu".

"Yah, ibu Siti itu hanya punya dua anak. Anak pertama laki-laki. Yang kedua perempuan, namanya Della. Dan yang laki-laki namanya Muhammad Tara Ramadhan. Dia temenku sejak masih duduk di madrasah dulu, yah".

"Trus Rama itu siapanya bu Siti? Dia ngakunya anaknya bu Siti gitu..".

"Ya anaknya bu Siti. Rama atau Tara itu satu orang yang sama. Hanya panggilannya saja yang beda".

"Lalu?".

"Lalu apa?".

"Tanggapan kamu gimana?".

"Kasi aku waktu berfikir dulu, yah. Aku akan melaksanakan sholat istikharah dulu".

"Ayah tunggu jawabanmu. Segera!!!".

Aku mengangguk. Bersikap biasa. Tapi aku masih punya beragam pertanyaan yang ingin kudapat jawabannya dari ayah.

"Eh... yah, Tara... maksudku Rama... apa dia menemui ayah sendiri?".

"Gak.. pamannya yang datang menemui ayah".

Aku kembali menggangguk-anggukan kepala.

Sekitar lima menit kemudian aku pamit ke kamar. Berjalan terburu-buru sampai menabrak ujung meja.

Aku hanya nyengir saat ayah melihat kelakuanku yang ceroboh.

Setelah masuk kamar. Pintu tertutup dan terkunci rapat. Aku kegirangan. Lompat-lompat bahagia. Dan lagi... kali ini tubuhku menabrak almari hingga menimbulkan suara gaduh dari kamarku.

Suaraku mengaduhku mungkin terdengar dari luar sampai ayah menyanyakan keadaanku dengan teriak. Pasti ayah khawatir.

"Astaghfirullah... harusnya aku tak bersikap berlebihan seperti ini. Astaghfirullahhal'adzim. Astaghfirullahhal'adzim. Astaghfirullahhal'adzim".

Aku duduk di ujung ranjang. Mengatur nafas. Mengendalikan hatiku. Tak aku pungkuri senyumku selalu mengembang setiap mengingat ayah menyebutkan nama Tara, laki-laki yang mengajukan khitbah padaku.

"Alhamdulillah. Thanks ya Allah... Engkau Maha Baik. Jika ini adalah takdirku maka yakinkan hati,Ya Allah. Berikanlah kelancaran kami untuk menjalankan sunah rosul ini. Aamiin".

Puji syukur atas rahmat yang Allah berikan untukku. Janji Allah adalah pasti. Allah memberiku hadiah terindah hari ini. Hadiah yang sangat luar biasa aku tunggu selama ini. Allah jadikan dia sebagai jawaban atas do'aku. Thanks Ya Allah.

"Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?".

Saat bersama ayah tadi aku bersikap datar. Padahal dalam hati, aku sudah pengen langsung bilang iya sama ayah. Kutahan sedari tadi sampai aku ada di kamar ini. Meluapkan apa yang semestinya aku tumpahkan.

Saking bahagianya. Air mataku menetes begitu saja. Tangis haru. Bahagia. Aku sangat bersyukur. Alhamdulillah...

------

Ajak Aku Ke Surga BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang