part 3

2.8K 101 0
                                    

Azan dhuhur tengah berkumandang dari menara masjid sekolah, suaranya bersahutan silih berganti dengan panggilan sholat di masjid disekitar sekolah. Di bawah gema azan ini, kupanjatkan syukur atas segala nikmat yang telah Allah limpahkan padaku. Suara angin terdengar lembut, gesekan dedaunan menambah kesejukan tempat ini begitu nyata. Aku, Anti, yuanita, Juli, Lesti, dan lala tengah berada di taman sekolah mengisi sela-sela jam istirahat pelajaran. Kami bercerita sesekali tertawa bersamaan.

Dari sisi tempat dudukku dapat terlihat jelas pintu masuk ruang kelas kami. Kulihat Tara diikuti Adi munyusuri koridor sekolah berjalan kearah taman. Pikirku mereka akan menghampiriku, tapi harapanku hilang saat aku teringat bahwa disebelah taman ini ada masjid, pastilah mereka kesana.

"Ayo sholat dulu, jangan ngegosip  mulu ibuk-ibuk" ajak adi tanpa menghentikan langkahnya.
"Duluan saja pak ustad" sahut juli diikuti tawa yang lain.
"Mi, sudah masuk waktu sholat ntar keburu bel  masuk" tambah Tara berdiri di belakangku ditinggal adi jauh.

MIA POV
Tara ngajakin aku sholat,ditungguin pula. Tanpa pikir panjang aku mengekor Tara. Ambil wudhu lalu sholat dhuhur berjamaah.
"Sholat diawal waktu itu selalu tepat waktu, tapi tepat waktu belum tentu diawal waktu. Dan sebaik-baiknya sholat adalah yang dikerjakan diawal waktu. Kamu faham Mi" tutur Tara sekembalinya kami dari masjid.
Laki-laki disampingku ini banyak sekali mengalami perubahan. Berguru dimana dia? Jantungku semakin tak karuan berdekatan dengannya.

"Balik juga kamu Mia, ditungguin dari tadi. Gak bosen apa pacaran mulu. Aku nyontek pr kimia punya kamu yang no 4. Kamu selesai semua kan? " ucap lesti, tangannya sibuk menyalin tugas, matanya memperhatikan rumus kimia dengan seksama.
"Tar,jangan ajakin Mia yang aneh-aneh. Jangan pengaruhi dia juga. Ok ?!"
Tangan yuanita merangkul bahuku disertai tatapan tajam kearah Tara. Sementara yang diajak bicara tidak menyanggah apapun.

               ----------
Di bawah langit senja yang indah tiada tara. Ditempat aku berdiri disini, tempat pertama kami memulai menuliskan lembaran demi lembaran kisah ini. Disini, saksi bisu yang mendengarkan setiap jeritan hati. Pertama kali hati ini mekar, pertama pula hati ini  layu dan terjatuh. Musim  berganti, angka-angka kalender beranjak pergi  tapi alur cerita dan pemerannya masih belum berganti.

Menikmati sore ditemani secangkir kopi hitam dengan sedikit gula ditambah pula dengan camilan piscok. Wuh.. lezat. Cocok. Kuteguk kopinya sambil menghirup aromanya yang menggoda. Sampai aku tidak menyadari ada tamu mampir ke rumah.

"Tamunya dianggurin aja, tuan rumah durhaka ini namanya. Tawarin duduk, minum, makan juga kalo ada. Gak nolak aku"
Kusemprotkan kopi yang ada dimulutku mendengar suara itu.

"Tara!! Ngapain kesini?!" Tanyaku basa-basi. Tanpa bertanya aku sudah tahu, tangan kanan Tara membawa buku catatan punyaku. Ada saja alasan Tara untuk selalu datang kerumah. Jarak rumah kami memang tak jauh, hanya beberapa meter saja.
Selalu diapelin sama Tara. Tak hanya teman -teman yang berfikir demikian, tetangga juga memiliki pendapat yang sama.

Pertemuanku dengan Tara kali ini ada maksud khusus. Tara mengajakku bergabung dalam organisasi remaja masjid. Sama seperti sebelumnya aku tak bisa menolak.
"Dijalani saja dulu. Ntar juga ada manfaatnya" mencoba berdamai dengan hati.

           ---------
Aku tergabung dalam komunitas remaja masjid. Selang beberapa waktu aku terlibat kerja kelompok dengan Tara lagi. Dunia seperti daun kemangi saja. Sempit. Tidak di sekolah, dirumah sekarang di komunitas saja masih partner dengan Tara. Jodoh kale yaw...
Dibelahan bumi manapun kalo Allah sudah takdirkan bertemu ya pasti bertemu.

Perlahan hatiku mulai tergugah kearah positif. Bergaul dengan remaja masjid tentu berdampak besar dalam keseharianku. Dari segi berpakaian, pola pikir dan tentunya tentang perilaku juga. Lebih sering berhijab walaupun masih pasang lepas. Maklum saja karna baru belajar.

Hampir ikut andil hampir disemua kegiatan remaja. Pada salah satu kegiatan amal yang diselenggarakan, aku turut terjun ke lapangan. Merasakan yang namanya perjuangan. Berada ditengah masyarakat yang mengabaikan keberadaan kita. Tidak semua orang menerima komunitas kami. Disini kami dilatih arti kesabaran, keikhlasan, ketulusan saling berbagi. Kami bersaudara meski bukan sedarah. Kami adalah satu keluarga, dari berbagai kalangan berbeda. Itulah image yang aku tangkap dari komunitas ini.

Ajak Aku Ke Surga BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang