Kakak Sahabat Bos♡

680 38 0
                                    

Kak Satya : " mbak Mia, tolong bawain obat luka, plaster luka sama perbannya. Bawa ke peternakan:"

Pesan singkat kak Satya seketika membuatku khawatir. Takut terjadi hal buruk padanya.

Aku :" iya kak. Kak Satya kenapa?"

Kak Satya :" kegigit ular. Oya lebih cepat yaw mbak... dan jangan kasi tau mami. Kesininya diam-diam saja".

Aku :" iya kak. Bentar yaw..".

Kubalas setenang mungkin walaupun keadaan sebenarnya sangat bertolak belakang. Aku semakin khawatir begitu kak Satya memberitahu dia tergigit ular. Yang terlintas dikepalaku bagaimana jika lukanya parah?? Kalo bisa ularnya menyebar gimana?? Pokoknya aku sangat takut berada pada situasi ini sekarang.

Dengan perasaan yang sudah kacau, tak tenang kusiapkan obat-obat yang diminta kak Satya. Seperti yang kak Satya inginkan, aku tidak memberitahu mami. Kakiku gemetar lemas, tanganku juga gemetar dan terasa dingin karna efek panik yang kurasakan. Hatiku rasanya menciut. Nada suaraku juga mulai gemetar. Perlahan mataku mulai berkaca-kaca. Air mataku ingin terjatuh. Tapi tidak !!! Aku tidak boleh menagis, aku tidak boleh membuat yang lain panik.

Setelah semua yang dibutuhkan lengkap, dengan mengendap-endap aku meninggalkan mini market. Berlari dengan terburu-buru menghampiri kak Satya.

Di peternakan. Aku melihat tangan kak Satya berlumuran darah. Aku ingin membantu mengobati lukanya tapi aku takut juga. Ntar bukannya bantuin malah merepotkan kak Satya. Pasalnya aku phobia darah.

Kak Satya memintaku kembali agar tidak ada yang mencurigai.

Tangan yang berlumuran darah terekam sempurna diingatanku. Aku masih belum tenang. Aku masih sangat mengkhawatirkannya.

Sekalipun aku tidak menyimpan perasaan khusus untuknya, tapi aku masih orang yang sama. Yang masih sangat peduli dengan keadaannya. Aku juga pernah berjanji pada diriku sendiri kalo aku akan selalu berusaha ada untuknya. Bagaimanapun juga kak Satya adalah orang yang pernah berarti untukku. Melihatnya terluka seperti ini rasanya aku tak sanggup.

"Rasanya lebih baik melihatmu menggandeng wanita lain daripada melihatmu terluka".

Hatiku pernah hancur melihat kak Satya bersama kekasihnya. Tapi hati ini lebih terasa hancur melihat kak Satya terluka. Cukup aku yang terluka kala itu. Saat ini. Sekarang aku hanya ingin kak Satya baik-baik saja. Cukup itu bagiku. Aku ingin dia bahagia dengan pilihan yang membahagiakannya. Sekalipun bukan aku yang membuatnya bahagia aku tetap ingin dia bahagia.

"Ya Allah.. semoga kak Satya baik-baik saja. Aku sudah kehilangan Joy dan aku gak mau kehilangan dia juga. Jaga kak Satya, ya Allah. Semoga kak Satya gak papa. Aamiin".

Kurapalkan do'a berulang-ulang bak mengucap mantra. Komat-kamit tanpa suara. Dengan kedua telapak tangan merapat didepan bibir. Kututup mata dengan terus berucap.

Sudah hampir setengah jam berlalu. Kak Satya tidak memberiku kabar. Kuputuskan untuk mengiriminya pesan lebih dulu.

Aku : "kak, kak Satya baik-baik saja?".

Masih dalam menit yang sama pesanku dibalas.

Kak Satya :" iya mbak, aku gak apa-apa. Gak perlu khawatir."

Entah kenapa kalimatnya tidak membuatku tenang. Aku belum akan tenang sebelum melihatnya langsung.

Mungkin karena kontak batin kita kuat atau apa, kak Satya tiba-tiba aja sudah muncul di mini market. Kurasa kak Satya mengetahui isi hatiku yang begitu nencemaskannya.

Aku bisa bernafas lega. Kak Satya baik-baik saja. Hanya tangannya sedikit bengkak. Kurasa tak akan membutuhkan waktu lama untuk sembuh.

Alhamdulillah. Aku sangat bersyukur, kekhawatiranku tak terjadi. Tak kuasa aku menahan air mata yang sudah siap meluncur sedari tadi. Aku berjalan dengan langkah setengah berlari menuju teras masjid. Duduk sendiri disana dengan dua pipiku yang sudah basah. Beberapa kali air bening itu kuusap dengan telapak tanganku.

"Kenapa nangis?", pertanyaan kak Satya menghentikan suara tangisku tapi tidak menghentikan sesenggukannya.

"Siapa juga yang nangis...". Aku memalingkan wajahku darinya. Aku tak ingin kak Satya melihatku seperti ini.

"Masih mau bohong!! Itu masih ada air mata di wajahmu yang belum kering".

"Ini cuman kena debu aja. Jadi perih trus keluar air mata. Gak nangis kok".

Kak Satya lalu mengambil posisi duduk disebelahku. Dia memendang lurus kedepan. Entah apa yang dilihatnya. Aku juga mengikuti arah pandangnya.

"Thanks ya...", kata Kak Satya beberapa saat kemudian.

"Untuk apa?".

"Untuk semua kekhawatiranmu padaku. Untuk semua yang kamu lakukan untukku".

Perasaanku gak enak mendengar setiap penuturannya. Sesengggukanku belum hilang. Air mataku belum sepenuhnya berhenti. Hanya tertahan sesaat. Sejak kekhawatiranku mencuat hatiku jadi sangat melow. Butuh waktu untuk mengembalikan suasana hatiku.

"Gak perlu cemasin aku. Lihat !!! Aku baik-baik saja. Ini hanya luka kecil ".

"Gak apa-apa gimana??!! Tadi tangan kamu berdarah... sekarang bengkak". Aku sedikit terpancing tak bisa menguasai emosiku.

"Kan udah diobatin. Jadi gak apa-apa".

"Hey... dengerin aku !!! Aku gak apa-apa. Jangan cemas lagi yaw...aku akan baik-baik saja".

Tanpa minta izin terlebih dulu, tangisku pecah. Aku kembali menangis meluapkan segalanya dihadapan kak Satya.

"Lho kok malah nangis? Kenapa lagi? Gak seneng kalo aku baik-baik saja???!!! Atau kamu berharapnya aku masuk sakit trus koma gitu, biar kamu bisa jagain aku gitu...".

"Gak lucu ah bercandanya".

"Emang gak ngelawak... makanya jangan nangis !! Hapus tu ingusnya... ntar mami tau aku yang kena marah lagi!!", kak Satya terkekeh.

"Ih....".

"Kenapa nangis se...". Tanya kak Satya begitu aku terlihat lebih tenang.

"Aku takut banget kak Satya kenapa-kenapa. Aku terlalu cengeng yaw...maaf.... aku terlalu lemah".

"Gak!!!. Gak papa. Itu karena kamu sangat mencemaskanku. Thanks... sudah sangat peduli denganku. Kamu memang sahabat saudara teman sejati".

"Dan kak Satya adalah kakak sahabat bos. Kalo gitu kita teman".

"Kita teman".

Selain sahabat, teman kak Satya juga kuanggap sebagai seorang kakak bagiku. Aku menyayanginya sama seperti rasa sayangku terhadap kak Joe dan kak Angga.

Dua raga yang saling menjaga dan saling mengasihi. Melengkapi dan saling mengisi terbungkus rapi dalam ikatan persahabatan yang dilandasi kepedulian. Karna sahabat sejati tidak pernah mengenal istilah perbedaan derajat atau pangkat. Semoga kami bisa menjaga ketulusan ini sampai dihari tua nanti.

Dan saat ini menjadi sahabat kak Satya terasa lebih indah daripada memiliki perasaan lebih padanya. Bersamanya juga memiliki cerita. Ada tawa ada juga air mata.

Bersamanya, kami satu keluarga walau tak ada dalam satu KK (Kartu Keluarga). Kami saudara meski tak terlahir dari rahim yang sama. Tapi kami tetap bersaudara. Karena kakek nenek kita adalah Adam dan Hawa.

Dan kita ada untuk selalu menjaga.

------

Ajak Aku Ke Surga BersamamuWhere stories live. Discover now