Modus Bukan Berarti Serius♡

677 43 0
                                    

"Mbak Mia, tolong ini dirapiin". Perintah kak Satya saat berada di mini market.

Kak Satya duduk disamping tempatku berdiri. Aku heran dengannya. Tidak biasanya dia berada di tempat ini. Sudah lama sekali dia tak ikut andil mengurusi mini market. Tumben. Ada apa gerangan??

"Iya kak". Aku selalu patuh dengan segala perintahnya. Tak peduli apapun alasannya menyuruhku. Memang seperti itulah caraku bersikap padanya.

"Kenapa kak Satya kemari?".
Kuberanikan bertanya padanya.

Tak ada jawaban. Mungkinkah pertanyaanku salah?? Ini kan mini market milik keluarganya lalu apa hak ku bertanya seperti itu??. Mungkin benar kata pepetah lebih baik diam daripada banyak bertanya.

"Kak Joe lagi ada urusan dan dia memintaku buat ngawasi mini market. Memangnya kenapa? Aku gak boleh kemari?", kedua matanya langsung menatap kesudut mataku.

Tatapan yang tajam membuatku takut. Hanya sebuah gelengan yang ku jadikan jawaban untuknya.

Jam istirahat telah berdering. Waktunya untuk sholat dhuhur dan makan siang bagi yang menjalankannya.

Hari ini adalah hari Kami aku sedang berpuasa. Sudah beberapa bulan belakangan aku rutin melakukan puasa Senin Kamis. Sebagai bagian dari perbaikan diri.

Setelah sholat aku duduk diteras musholla. Mencari angin segar sejenak melepas lelah. Aku tertidur dengan bersandar di salah satu tiang musholla.

Dari yang pernah aku baca tidur sejenak saat puasa dapat mengembalikan kekuatan dan konsentransi. Asal tidurnya tidak lebih dari tiga puluh menit. Kalo tidurnya lebih yang ada tubuh malah lemas tak bertenaga.

Aku terbangun saat sebuah tangan menyentuh bahuku. Aku juga samar-samar mendengar ada yang memanggilku.

"Mia, bangun!!! Dicariin kak Satya" , kata Vanesa begitu kesadaranku terkumpul sepenuhnya.

Aku mengangguk pelan. Rasanya masih malas untuk berbicara. Lalu aku berdiri. Berjalan menuju tempat wudhu. Kubasuh muka tanpa mengelapnya untuk menghilangkan kantuk. Segera bergegas menemui kak Satya di halaman belakang mini market.

"Kak Satya mencariku?".

"Duduklah!".

"Ada yang bisa kubantu, kak?". Kataku lebih formal.

"Makanlah!! Tadi aku tak melihatmu makan disana". Memberiku kotak makan yang sama seperti yang dia makan.

Aku tersenyum kecil, "tidak kak, terima kasih".

"Kenapa?? Makananya bersih gak ada racunnya. Aman. Aku beli pakai uangku sendiri. Ni aku juga makan kalo gak percaya".

Aku semakin tersenyum dengan tingkahnya. Tanpa dia bilangpun aku juga sudah tahu kalo makanan itu tak beracun. Aku kan sedaritadi lihat kak Satya memakannya dengan lahap dari bok yang sama yang diberikan padaku. Sepertinya dia yang kelaparan.

"Aku puasa. Kak Satya aja yang habisin. Sepertinya lebih membutuhkan dari aku".

"Puasa apa? Ini bukan Ramadhan kenapa harus puasa?". Kak Satya terus mengunyah makannya.

"Puasa Senin Kamis, kak. Hukumnya sunah bukan wajib. Yang wajib itu hanya puasa Ramadhan".

"Ya yaya ok.ok. gak usah dijelasin lagi. Aku makan, kamu tetap temenin aku disini dulu. Aku ada perlu sama kamu".

"Iya".

"Tadi Angga kemari gak?",ucapnya tak jelas lantaran mulutnya penuh makanan.

"Ditelan dulu baru ngomong. Gak boleh makan sambil bicara. Nanti bisa tersedak".

Uhuk uhuk. Baru juga selesai ngomong. Tersedak beneran. Ku ambilkan satu botol air mineral untuknya sebelum menjawab pertanyaanya.

"Minum dulu. Makannya jangan banyak bicara saat makan. Kak Angga gak kemari. Bukannya kak Angga nemenin kak Joe?? Klo sekilas aku denger perbincangan mereka kemarin".

Kak Satya hendak menjawab. Tapi aku lebih dulu menyuruhnya untuk diam.

Setelah menunggu kak Satya selesai makan.

"Jadi ada perlu apa sama aku?".

"Gak ada".

"Trus?".

"Trus kenapa?".

"Daritadi aku buang-buang waktu dong.. nemenin kak Satya makan doang".

"Gak boleh?".

"Ya bukannya gitu.. kerjaanku kan banyak di dalam, kak".

"Ngambek ni critanya?".

"Iya".

"Aku laporin kak Joe aja kalo kamu hari ini kerjanya gak bener. Main-main aja. Malah gangguin aku kerja".

"Lho kok gitu si.. kan kak Satya yang main -main".

"Makanya jangan ngambek. Nemenin aku disini kan juga dah kerja. Aku kan disini juga bos. Jadi kamu harus patuh sama aku".

"Kak Satya bukan bos!!".

"Trus apa?".

"Depabo".

"Apaan tu?".

"Adeknya pak bos. Hahahha".

"Nah ketawa gitu. Biar mataharinya sembunyi".

Aku menengok ke langit. Melihat matahari yang sedikit tersembunyi di balik awan.

"Apa hubungnnya?"

"Karna kalo kamu tersenyum seperti itu matahari gak pede buat bersinar. Karna sinarnya kalah sama senyummu. Eaeeaa."

"Ishh".

Modus nya kak Satya sudah bukan hal baru lagi bagiku. Sudah jadi santapan harian. Entah belajar dari mana dia gombalan-gombalan itu.

Masih suka baper diperlakukan seperti itu sama kak Satya? Terkadang masih. Apalagi kalo modusnya kelewat akut.

Aku tahu, selama ini modus kak Satya tak serius. Hanya untuk menunjukkan kedekatan kita saja pada khalayak. Aku juga yakin kalo kak Satya hanya berani modus kalo cuma sama aku. Ya karna dia sudah menganggapku bagian dari hidupnya juga. Seperti keluarga.

Selalu ada kebahagiaan tersendiri saat bersamanya. Aku tak tahu alasanku dulu mencintainya. Tapi aku selalu ingin bersamanya. Bahagia bersamanya dan tak ingin dia terluka. Meski sekarang hatiku hanya memiliki rasa persaudaraan untukknya. Tapi harapanku untuknya akan selalu sama.

Biarlah dia dengan jalan hidupnya dan aku dengan jalan hidupku sendiri. Dia dengan kekasihnya dan aku dengan komitmenku.

Sekedar sahabat dan saudara. Itulah arti kita. Arti kedekatanku dengan kak Satya.

Daripada mempermasalahkan takdir lebih baik bersyukur dengan apapun yang terjadi. Bersyukur adalah cara paling bijak untuk menentramkan hati disegala kondisi.

----------

Ajak Aku Ke Surga BersamamuDär berättelser lever. Upptäck nu