🦄11

8.5K 284 1
                                    

*Louis's POV
Saat ini kami sangat cemas. Bagaimana tidak, Aura koma! Aku sangat khawatir dengan Aura.

Kami sedang menunggu di luar. Tak lama seorang dokter keluar. Sontak kami langsung berdiri dan menghampiri dokter itu.

Dokter itu tersenyum kecil.
"Maaf, keadaan Aura bisa dikatakan buruk."

Damm!!!
Aku terkejut dengan pernyataan yang dokter itu katakan.

Aku membuang nafasku dengan berat.
"Jadi bagaimana dok?" tanya dad.
"Kanker yang menerpanya, sangat kuat. Kankernya mudah sekali tersebar. Sekarang sudah menyebar keseluruh tubuh Aura." jelas dokter itu.

Shitt!!

Separah itukah penyakit Aura?

Tuhan, tolong sembuhkan Aura!?

Kami memjamkan mata kami sebentar, lalu membukanya lagi.
"Sekarang Aura koma, kami tidak ada prediksi kapan dia akan sadar."
"Baiklah dokter, terimakasih." ucap dad.

Lalu dokter itu pergi berlalu, dan kami masuk ke dalam ruangan Aura. Di dalam, banyak sekali alat alat medis yang di pasang di tubuh Aura.

Aku tidak tega dengannya. Aku tidak tega melihatnya. Akhirnya aku keluar dari ruangan Aura, karena tidak tahan dengan semuanya.

Mungkin boys menyadari aku keluar, alhasil mereka mengikutiku. Aku memilih untuk ke taman yang terdapat di belakang rumah sakit ini. Aku ingin menenangkan pikiranku.

Aku duduk di bangku yang terdapat di taman ini. Tiba tiba boys juga duduk di sebelahku.

Aku menghembuskan nafasku berat. Entah, sudah berapa kali aku membuang nafasku.
"Stay strong, Lou." ucap Niall sambil mengelus punggungku.
"Aku tidak tega melihat Aura dalam keadaan seperti ini." ucapku.
"Bukan hanya kau, Lou, tapi aku, Leeyum, Zaynnie dan Hazza." ucap Niall.

Aku memejamkan mataku sebentar, lalu membukanya lagi.
"Yaa, memang kita merasakan semuanya, tapi ini berat untukku, Nialler." balasku lagi.
"C'mon boe bear, jangan putus asa, kita sama sama menjaga dan mondoakan Aura, supaya ia kembali sehat." ajak Harry. Aku mengangguk.

Kami pun berpelukan bersama, sebagai tanda persaudaraan yang kuat
"Brother hug!!" ucap Zayn.

Setelah itu, kami kembali ke ruangan Aura.
"Mom dan dad, mau kemana?" tanyaku.
"Dad mau ngomong, mom dan dad harus ke New York sekarang." ucap dad. Sontak kami langsung kaget.
"Ta..pi, kenapa?" tanyaku.
"Kantor dad, bermasalah, jadi kalian jaga Aura dan terus kasih kabar tentang Aura." ucap mom.
"Baiklah, hati hati." ucap kami.

Dad dan mom langsung pergi ke New York dengan kondisi Aura yang seperti ini. Tapi tak masalah, masih ada kami yang menjaga Aura.

Kami memutuskan untuk beristirahat, karena ini sudah larut.

***
Sudah dua minggu Aura koma, dan belum kunjung bangun, padahal kami sangat merindukannya. Merindukan senyumnya, tawanya, matanya yang selalu menatap kami lembut, sentuhannya, dan lain lain dari Aura.

Kondisi Aura tidak kunjung membaik, tapi malah menurun. Sungguh, kami tidak tega dengan keadaan adik kami.

*Harry's POV
Sudah dua minggu Aura dalam masa komanya, dan tak kunjung sadar. Aku sangat kasihan dengannya. Setiap hari kami menjaganya dengan setulus hati. Kami juga sering membawakan bunga untuk Aura.

Soal mom dan dad. Mereka masih sangat sibuk di New York. Tapi kami sering memberikan kabar soal perkembangan Aura.

Kondisi Aura bukan berkembang membaik, tapi berkembang menurun. Tiap hari kondisinya semakin menurun.

Tiap kali Aura di kemoterapi, tetap saja, kondisinya tidak berubah. Aku dan boys yang lain sempat frustasi dengan keadaan Aura.

Tapi kami sadar. Bahwa kami tidak boleh putus asa. Aura saja tidak putus asa untuk melawan penyakitnya. Akhirnya kami kembali bangkit untuk kesembuhan Aura.

Soal karir kami. Kami sudah berbicara dengan uncle Simon, dan dia bisa mengerti akan hal ini. Jadi sementara ini kami libur dulu tentang One Direction. Kami harus fokus untuk kesehatan Aura.

Walaupun banyak directioners yang mencari kami. Tapi kami berusaha untuk menjelaskan ini semua. Syukurlah directioners mau mengerti.

Hari demi hari kami lewati. Kami berharap saja Aura cepat sadar. Kami tau Aura kuat untuk melawan penyakitnya.

*Niall's POV
Disinilah kami. Di rumah sakit, setia menunggu Aura sampai sadar. Sudah dua minggu dia tak kunjung sadar. Masa komanya pun belum ada perubahan.

Walaupun Aura dalam kondisi seperti ini, dia tetap saja cantik. Memang adikku cantik kan.

Sebenarnya aku tidak tega dengan Aura. Andai saja penyakitnya bisa ditukarkan denganku. Aku rela saja, asalkan tidak adikku yang terkena.

Percuma saja aku ber-andai. Kata 'andai' tidak bisa merubah apapun. Kami cuma bisa menjaga dan mendoakan Aura saja, supaya ia bisa melewati masa komanya.

*Zayn's POV
Kami masih setia menunggu Aura. Yaa, memang Aura sudah dua minggu belum kunjung sadar. Tapi kami tidak menyerah untuk menjaganya.

Memang kami sempat frustasi dan putus asa saat itu, karena Aura tidak kunjung membaik. Tapi Aura bisa melewatinya, kenapa kami tidak?

Akhirnya pada saat itu, kami kembali berdiri untuk kesembuhan Aura. Adik kami.

-----
Kami baru saja menyelesaikan sarapan kami. Kami langsung kembali lagi ke ruang Aura. Tadi kami sarapan di kantin rumah sakit yang ada di sini.

Tinggal beberapa langkah lagi kami sampai di kamar Aura. Tapi kami melihat suster keluar masuk ruang Aura.

Kami langsung panik. Lalu ada suster yang lewat di samping kami.
"Maaf, ada apa dengan Aura?" tanya Liam.
"Pasien kejang kejang." balas suster itu.
Kami langsung terkejut. Kejang kejang? Kenapa bisa?
"Kenapa bisa sampai seperti itu?" tanya Louis panik.
"Kami tidak tahu, saat kami ingin memberi suntikan kepada pasien, terlebih dahulu pasien kejang kejang." balas suster.
"Dan sekarang detak jantungnya melemah." ucap suster itu lagi.

Kami langsung melebarkan mata kami.
"Beri yang terbaik untuk Aura, kami mohon." ucapku.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin, permisi." ucal suster itu.

Kami hanya bisa menunggu di kursi tunggu yang ada di luar. Harry langsung memebritahukan kondisi Aura saat ini kepada mom dan dad.

Tak lama dokter pun keluar dari ruangan Aura. Kami langsung mendekati dokter itu.
"Bagaiman Aura?" ucapku.
"Syukurlan, Aura sudah tidak kejang kejang lagi." ucap dokter itu.

Kami pun menutup mata kami sebentar, lalu membukanya lagi.
"Satu lagi, ada kabar gembira dari kondisi Aura." ucap dokter itu.
"Apa dok?" ucap kami kaget.
"Aura sudah melalui masa komanya."

Desahan lega keluar dari mulut kami.
"Terimakasih dok." balas Louis.
"Tapi kami belum bisa memprediksi, kapan Aura akan sadar."
"Baiklah, terimakasih dokter."

Terimakasih tuhan, kau telah mendengarkan doa kami, sehingga Aura bisa melewati masa komanya.

Kami langsung masuk ke dalam. Di dalam kembali tenang, hanya terdengar mesing EKG berbunyi.

Kami mendekat ke arah Aura. Tidak ada yang berbeda darinya, hanya saja badannya lebih kurus.

Aku mengelus rambutnya, sesekali mencium puncak kepalanya.
"Kami senang mendengar kau sudah melewati masa koma." ucapku.
"Kau sangat kuat babe, kami bangga padamu." lanjut Liam.

Setelah itu, kami kembali duduk di sofa tunggu, sambil memainkan ponsel kami masing masing. Lou juga sudah mengasih kabar ke mom dan dad.

~~~~
Hello...
Gimana ceritanya?
Selanjutnya, apakah yg akan terjadi? :))
Jangan lupa vote dan komen.
Thank youu❤

POSSESSIVE FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang