Surat dariku, untukmu

9.6K 1.1K 200
                                    

Jika aku boleh mengulang waktu, bolehkah aku kembali di masa itu? Aku merindukannya, sungguh! Merindukan masa dimana hanya ada kau dan aku saat itu.

Ingat tidak? Hari itu aku berdiri disana. Dibawah kucuran hujan deras yang perlahan membasahi tubuhku. Aku tidak peduli, bahkan jika butir itu menimpaku dengan ganas hingga membunuhku. Sayangku, aku tidak peduli. Di otakku saat itu hanyalah dirimu.

Aku ingin berteriak! Dunia! Dengarkan satu sajak ku hari ini. Aku mencintainya, sungguh!

Aku masih ingat bagaimana rona malumu setelah itu. Hari dimana kau dan aku mengikrarkan sebuah janji. Aku tidak tau, mengapa lembut bibirmu hari itu benar-benar mengalihkan diriku. Bukankah hari itu kau tersenyum malu-malu saat menyesap bibirku?

Atau saat sebuah karunia hadir diantara kita? Rasanya aku tengah didaulat sebagai orang paling beruntung di dunia. Istriku yang manis serta putra yang tampan, apa lagi yang perlu kuharapkan? Sempurna!

Sayang, bukankah aku terlalu bodoh hingga mengingkari janji kita? Maafkan aku dan segala kebodohanku hari itu. Aku bahkan tidak menoleh sedikitpun saat kau terbujur lemah untuk,--entah-- kesekiankalinya. Terlalu sibuk dengan euforia lain yang hanyalah sebuah kesemuan yang memuakkan belaka.

Aku tau, tak pantas bagi seorang pendosa sepertiku mendapatkan seorang malaikat sepertimu. Tuhan mungkin telah menegurku saat itu.

Sayang! Aku mencarimu! Mencari pusat semestaku!

Aku terlalu hina, sayang. Bahkan untuk memeluk dua malaikat kecil yang dengan bodohnya kucampakkan dulu.

Aku malu. Maaf jika aku tak pernah berani mengatakan ini padamu secara langsung.

Tapi, mungkinkah seorang iblis sepertiku mendapat kesempatan keduanya?

**

Aku mengingatnya, saat hari itu kau katakan akan membahagiakanku selamanya. Tak tahukah bagaimana rasanya hatiku saat itu?

Sayang, aku juga ingin merengkuhmu malam itu. Berlari, menghampirimu. Tidak ingin terpaan hujan perlahan merobohkanmu. Biarkan aku menghangatkanmu. Jangan! Aku tidak mau perlahan hujan merenggutmu dari sisiku.

Sama kekahnya dengan diriku yang melawan. Mengabaikan tatapan meremehkan yang orang layangkan. Sungguh! Aku juga ingin berteriak hari itu. Meneriakkan namamu lewat seluruh relungku. Memberitahu dunia, aku juga mencintaimu!

Sayang, sungguh! Jika saat itu tuhan memang berniat untuk mencabut nyawaku, akupun rela. Tahukah dirimu bagaimana ronaku saat pertama kali bibir kita bertemu? Atau saat kau menatap dalam mataku, mengucapkan ikrar suci dihadapan tuhan. Bahkan semesta tau bagaimana melambung hatiku saat itu.

Andai aku punya mesin waktu, ingin kustop hari itu. Biar saja. Biar saja hanya ada aku, dirimu, dan satu malaikat kecil kita saat itu. Hari paling indah dalam sejarah hidupku.

Sayang, apa kau bosan padaku? Aku tidak tahu, bagaimana caranya menjelaskan perasaanku saat itu. Saat malaikat kecil kita, dan satu malaikat kecil lainnya meronta dalam perutku. Kau bercumbu dengannya! Entah apa yang ada dalam pikiranmu saat itu, tapi apakah kau lupa janji yang waktu itu kau ikrarkan?

Hari ini jagoan kita demam. Berulang kali menyebut namamu. "Ayah! Ayah! Ayah!" begitu katanya. Aku harus bagaimana? Menghubungimu? Kau bahkan memblokir nomor ponselku, bukan.

Malaikat cantikku bertanya, "bunda, ayah itu apa?" tahu tidak, sayang? Aku bahkan terlalu bingung untuk menjelaskannya pada kedua malaikat ini.

Aku ingin menceritakannya, sayang. Malaikat cantikku ini memiliki seorang ayah yang begitu hebat. Ayah yang selalu siap untuk memeluknya, berada disisinya, menyayanginya dengan sepenuh hati. Meskipun dalam hati aku selalu berdoa. Agar kau disana bisa bersatu lagi dengan kedua malaikatmu ini.

Tahu tidak, sayang? Malaikat cantik kita menangis lagi hari ini. "Merindukan ayah" begitu katanya.

Jagoan kecil kita merengut hari itu, berkata seolah ia membencimu. Tapi kau tahu? Bahkan saat itu, saat kau memeluk erat tubuhnya, aku dapat merasakan setitik rindu darinya. Jagoan kecilmu merindukanmu, ayah!

Sayang, saat kau datang lagi hari itu.... Ada secercah harapan disana. Salahkah jika aku berharap, suatu saat nanti bisa bersatu denganmu lagi? Atau mungkin, tidak? Semesta memberi tahuku. Tidak mengizinkan kita untuk kembali bersatu.

Maaf, bukan berarti aku tidak mau bertahan. Aku ingin, sungguh! Menua bersamamu adalah impian terbesarku. Tapi, bagaimana nasib seorang lainnya jika aku egois begini? Ada seseorang lain yang membutuhkanmu, membutuhkanku juga.

**

Ayah, aku rindu. Aku merindukan ayah yang selalu menemaniku bermain, seperti hari itu. Aku merindukan ayah di setiap malam yang selalu memelukku erat. Aku merindukan ayah yang menjagaku saat aku sakit.

Ayah, aku benci ayah! Ayah kenapa membuat bundaku menangis? Ayah kenapa menyeretku untuk pergi hari itu? Tak tahukah ayah, bagaimana bunda sedang sakit hari itu? Aku benci ayah! Aku benci ayah!

Ayah, aku merindukan pelukan hangatmu, sungguh! Kenapa ayah melepaskan pelukanmu? Apa ayah tidak merindukanku?

**

Ayaah, setiap hari teman-teman bercerita tentang ayah mereka. Aku iri, ayah! Aku juga ingin punya ayah seperti mereka.

Adikku bilang, ayahnya selalu menemaninya mewarnai. Aku juga ingin! Dibelikan eskrim, dibacakan dongen sebelum tidur, dipeluk hangat oleh ayah. Ayah. Aku ingin ayaah

**

Ayah kapan datang? Ayah dimana? Aku takut, ayah. Semuanya gelap disekelilingku.

**

Ayah, hari ini kami bermimpi lagi malam ini. Sebuah kisah indah, dimana ada ayah, bunda, aku, kakak, dan kakak perempuanku disana. Ayah tahu tidak apa yang tengah kuimpikan? Ayah tinggal bersama kami. Ayah akan membelikan kami eskrim diam-diam dibelakang bunda, kemudian sebuah dongeng sebelum kami tidur.

Kami tidak ingin bangun lagi, ayah. Ini terlalu indah.

Tapi ayah, kami tau, mungkin itu hanya impian kami belaka.

Ayah...

Kami juga ingin bahagia. Tertawa bersama layaknya seorang keluarga.


-surat dariku, untukmu-

The end










Huhuhu, mampir yuk :')

Yuk jejaknya duluuu :')

AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang