XIII

20.6K 2.4K 482
                                    

Pria manis itu menatap jam khawatir. Sudah lewat dari jam pulang sekolah Chanmi, dan putri kecilnya itu belum tiba di rumah. Haechan tidak bisa meninggalkan Chanmin yang masih terbaring lemah di ranjang. Menghubungi Chenle dan Jisung untuk dimintai tolong juga sepertinya tidak bisa. Kedua pasangan muda itu tengah mengurus surat-surat untuk Minji. Selain itu, mereka juga mungkin sedang berkonsultasi dengan psikiater anak untuk membantu Minji dalam dengan kondisi psikologisnya.

Hwang timjangnim! Nama itu sempat terlintas dalam otaknya. Namun, setelah mendapatkan pesan jika mantan suaminya itu menghadiahi timjangnimnya dengan setumpuk tugas yang begitu banyak, Haechan jadi merasa tidak enak untuk membebaninya. Mungkin setelah Chanmin selesai menyantap makan siangnya dan tidur, ia bisa ke sekolah Chanmi dan menjemput si bungsunya itu.

Mata Haechan sempurna membulat saat mendapati sosok mantan suaminya itu disana. Dan putri kecilnya yang berada dalam gendongan sang ayah, tengah menyenderkan kepalanya pada ceruk leher Mark. Gadis kecil itu tertidur.

"L--Lee daepyo.."

"Kukira seorang bayi besar yang tengah sakit hari ini." Ucap pria dengan alis camar itu dingin. Matanya melirik tajam pada sosok dengan kulit Tan dihadapannya dengan segurat ekspresi dinginnya. "Tapi sepertinya kau baik-baik saja."

Mark sebenarnya merasa sangat khawatir saat mendengar kabar Haechan yang izin karena sakit dari mulut Hyunjin. Namun, begitu melihat jika sosok pria manis berbalut kulit tan dihadapannya ini baik-baik saja, membuat hatinya sedikit lega. Meskipun agak kecewa. Karena entah siapapun yang tengah berbohong kali ini, ia menyembunyikan fakta jika anaknya lah yang tengah terbaring sakit kali ini.

Haechan meraih tubuh putrinya yang masih dalam gendongan Mark. Mengambilnya dengan hati-hati agar tidak membangunkannya. Menepuk pelan pundak Chanmi saat gadis itu perlahan merengek karena tidurnya terganggu. Tidak lagi dalam pelukan sang ayah yang ia rindukan.

"Sudahlah, biarkan aku yang menggendong dia." Mark kembali mengambil tubuh putrinya sebelum Chanmi benar-benar bangun dari tidurnya. Dia mengelus pelan punggung Chanmi sembari berbisik pelan pada telinga sang anak.

'sssstt... tidur lagi ya. Ada ayah disini.'

**

"Jadi, katakan! Kenapa kau izin lagi hari ini?" alis pria dengan alis camar itu menukik tajam saat mencecariku sebuah pertanyaan. Matanya menatap tajam, membuatku merasa merinding sendiri karena aura dominasinya.

"Chanmin sedang tidak enak badan, Lee daepyo." jawabku pelan. "Aku harus mengurusnya..."

"Kau kan bisa menitipkan dia pada tetanggamu, Haechan." laki-laki itu memotong ucapanku dengan nada dinginnya.

Hft, ini dia. Hal yang sangat tidak kusukai dari Mark. Selalu saja memotong ucapan orang lain. Orang tua mana yang menitipkan anaknya yang sedang sakit pada orang lain? Seorang orang tua pasti khawatir pada keadaan anaknya saat sakit begini.

Dan lagi, apa dia lupa bagaimana manjanya Chanmin saat sakit itu sama seperti dirinya? Kurasa, ada yang salah dengan jalan pikiran mantan suamiku ini.

"Apa kau lupa bagaimana manjanya dirimu saat sakit?" aku bertanya pada mantan suamiku ini. Berusaha untuk memahami jalan pikirannya itu. "Menurutmu, apa Chanmin bisa aku tinggalkan begitu saja jika ia sedang sakit?"

Mark hanya terdiam. Mulutnya tidak mengucapkan satu patah kalimatpun. Terlalu sibuk berdecak sebal saat merotasikan kedua matanya.

"Aku tidak menerima alasan apapun, Haechan. Apapun yang terjadi, kau harus tetap hadir untuk bekerja."

Baiklah, sepertinya Mark Lee benar-benar tidak memiliki hati nurani sebagai seorang ayah.

**

AyahWhere stories live. Discover now