XVII

11.1K 1.4K 279
                                    

Entah apa yang membuat mantan suamiku itu benar-benar murka saat ini. Auranya sejak pagi tadi sudah sangat gelap. Marah-marah pada banyak orang. Bahkan, saat seekor semut yang tanpa sengaja berjalan di meja kerjanya pun ikut menjadi sasaran luapan kekesalannya itu. Sebuah kabar buruk untukku yang mau tidak mau berbagi ruangan dengan pria Lee itu. Karena... yah, bagaimanapun, aku secara Live menonton 'adegan penyiksaan' orang-orang yang ditugaskan untuk bekerja sama dengan Lee Minhyung itu. 

Baiklah, aku bahkan termasuk dari salah satu yang paling banyak kena semburan murka darinya. Mulai dari hal sepele. Bukan tugasku bukan untuk membuatkannya kopi dipagi hari? Dan pria Lee itu malah mengomel-ngomel tidak jelas tentang betapa malasnya diriku, dan pentingnya untuk menyeduhkan kopi di pagi hari untuk suami.

Apa dia pikir dia (masih) suamiku?  Kan dia sendiri yang waktu itu menceraiku.

Sampai yang paling tidak masuk akal untukku, dia marah-marah hanya karena Hwang-timjangnim meminjam pulpenku. Mengomel heboh mengenai keprofessionalan, untuk tidak membawa perasaan saat bekerja. Memang apasih hubungannya? Itu bukan haknya untuk melarang Hyunjin timjangnim meminjam pulpen dariku, ya tuhaaan~

"Lee sawon" Aku langsung mengambil posisi tegak saat boss ku itu memanggilku. Entah apa lagi kalimat pedas yang akan meluncur dari bibir tipisnya itu. Wajahnya seperti biasa, tampak datar. Namun, tidak pada tatapan matanya yang begitu tajam. Seakan tengah mengintimidasiku. "Apa kau tidak menjemput Chanmi dan Chanmin?" 

Aku melirik jam pada layar ponselku. Ah, benar. Ini sudah waktunya Chanmi dan Chanmin pulang sekolah. "Hari ini Chanmi dan Chanmin akan dijemput oleh Hwang-tim. Kebetulan, beliau sedang......" 

"Kau mengizinkan si Hwang itu untuk menjemput anak-anak?" Potongnya langsung dengan nada tinggi. Mark merotasikan matanya tidak percaya sembari menatap mataku tajam dengan tatapan intimidasinya. "Kenapa tidak kau saja yang menjemput mereka?"

Aku mengerutkan kening tidak mengerti pada pria yang marah-marah dihadapanku ini. Entahlah, apa yang membuat pria ini emosi seperti ini.  Apa masalahnya jika Hwang-tim membantuku untuk menjemput Chanmi dan Chanmin? Kebetulan beliau sedang ada tugas disana, dan secara sukarela mau membantuku. Ditambah lagi, tugas yang Mark berikan hari ini gila-gilaan porsinya. Aku sampai harus melewatkan jam makan siangku agar tugas-tugas ini bisa selesai secepatnya. "Tapi anda sendiri yang mengatakan agar saya tidak beranjak sebelum tugas-tugas ini selesai." 

Pria itu merotasikan matanya kesal, menyambar jas nya, kemudian menarikku untuk ikut dengannya. "Aku tau kau juga belum makan siang. Ikut aku menjemput Chanmi dan Chanmin, setelah itu kita makan." ucapnya mutlak yang kurespon dengan sebuah pandangan tidak paham. 

'Aku juga belum makan siang agar bisa makan siang bersamamu.'

**

Aku tidak tahu, situasi macam apa yang tengah aku hadapi ini. Ada Mark, diriku sendiri, Hwang-tim dan kedua anakku. Jangan lupakan dua anak kecil yang sedari tadi memanggil-manggil Mark dengan sebutan paman, yang aku kenali sebagai anak dari pemilik Jung Corps. Jung David dan Jung Ella.

Aku bisa merasakan seolah ada petir yang menyambar-nyambar dari sepasang mata dua pria dewasa itu saat bertatapan. Entah apa masalahnya, intinya terasa begitu menyeramkan untukku.

"Ayah, bunda! Wuaah apa ayah dan bunda menjemput kakak dan Chanmi hari ini?" Chanmi kecilku berkata dengan antusias. Tangan kecilnya menjulur pada Mark, isyarat meminta untuk digendong. Mark segera menjulurkan tangannya, dan menggendong putri kecilku itu.

"Kakak! Ayo! Ayah dan bunda udah jemput!" si kecilku itu berujar dengan semangat. Bahkan dua Jung kecil yang berada disana menatap tidak percaya pada kalimat yang keluar dari bibir Chanmi. Menatap bergantian dengan tidak mengerti pada Mark dengan putriku dalam gendongannya.

AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang