VIII

24.6K 3.1K 637
                                    

Sepertinya ada yang salah denganku hari ini. Aku terbangun dengan rasa pening yang menyerang. Semua seolah berputar-putar dalam pandanganku, dan sebuah rasa sakit yang menusuk nusuk pada puncak kepala. Mungkin karena kemarin malam. Aku baru sadar jika aku sendiri bahkan belum berganti pakaian sejak kemarin.

Aku meraba kening gadis kecil itu. Suhu tubuhnya jauh lebih baik dari semalam. Dan keringat banyak mengucur dari tubuhnya. Syukurlah, kuharap kondisinya akan lebih baik lagi setelah ini. 

"Bunda" Suara Chanmin yang sudah terjaga dalam tidurnya mengalihkan atensiku dari wajah gadis itu. "Dia tidak apa-apa kan?" aku bisa menangkap nada cemas Chanmin saat menanyakan keadaan gadis kecil itu. Ia perlahan mendekat pada ranjang tempat gadis itu tidur dan duduk disebelahku. 

"Dia sudah baik-baik saja bunda rasa." Jawabku. Kupandangi raut khawatir yang terlukis dari wajah Chanmin. Aku bersyukur karena putraku ini memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Mengingat bagaimana hebohnya dia saat memintaku untuk membantu gadis kecil itu yang telah pingsan dan kehujanan di taman itu. "Kakak, bunda mau menyiapkan sarapan dan siap-siap dulu, ya.  Kakak bisa tolong bunda menjaga dia dulu?"

Chanmin menganggukkan kepalanya cepat. Langsung mengiyakan kalimatku secepatnya. Aku bersyukur jika hari ini adalah anak-anak sedang libur. Dan tubuhku juga memberi tanda yang tidak baik hari ini. Mungkin aku bisa meminta izin hari ini? Jadi aku bisa menjagai gadis itu hingga ia benar-benar pulih.

**

Mata cantik gadis itu perlahan mengerjap, memandangi sekelilingnya. Ruangan yang tengah ia tempati tampak asing. Dan seseorang yang tengah duduk disana memandanginya dengan raut cemas juga tak kalah asing dari ingatannya. 

Sekali lagi ia memandang kesekelilingnya, dan tidak mendapati sosok yang harapkan ada saat ia membuka mata. Mata gadis kecil itu bergetar. Hatinya sakit. Ia mungkin masih terlalu muda, namun ia bisa memahami apa yang tengah ia alami saat ini. 

'ayah, kenapa meninggalkan Minji?'

"Kau sudah sadar?" Suara orang yang berada disebelahnya mengalihkan atensi gadis kecil itu. Mata gadis itu bergetar saat mendapati sosok seorang anak laki-laki yang berusia sedikit lebih tua darinya. 

"Kau siapa?" tanya gadis itu pelan. Ia melirik dengan takut pada sosok bocah laki-laki dihadapannya itu. 

**

"Bundaaa! Bundaaaa! dia sudah sadar!" 

Aku bisa mendengar teriakan Chanmin dari dalam kamarku. Mengatakan dengan nada lega jika gadis tersebut telah siuman. Aku mematikan kompor sebelum tergopoh-gopoh menuju kamarku bersama Chanmi, yang kebetulan sedang minta dibuatkan susu. 

Gadis kecil itu menatapku takut. Pupil matanya bergetar, dan aku bisa melihat riak air mata yang sudah siap tumpah dari matanya. 

"Sayang, syukurlah kamu sudah sadar." Ucapku sembari mengelus pelan rambut panjang milik gadis ini, berusaha menenangkannya. 

"Bunda boleh tahu nama kamu siapa sayang?"

Gadis kecil itu mengangguk pelan. Masih dengan matanya menatap dengan takut itu, membisikkan sebuah kata yang aku yakini adalah namanya. "Lee Minji..." Gadis itu menatapku takut. Bingung memikirkan kalimat selanjutnya. Ah, sepertinya ia bingung harus memanggilku siapa. "Ayah, dimana?" gadis itu berbisik pelan. 

Aku menghela nafas pelan. Apakah gadis ini ditinggalkan dengan sengaja oleh ayahnya? Kuelus pelan rambutnya saat matanya mulai basah, kemudian kurengkuh saat gadis itu mulai menangis perlahan. 

"Ayaah" Gadis itu menangis pelan. "Ayah dimana? Kenapa Minji disini?" 

Tangisan gadis kecil itu menyayat perasaanku. Ku dekap erat tubuh bergetar yang tengah menangis itu. Bibir kecil gadis itu menyebutkan kata ayah dalam sela-sela tangisannya. Membalas pelukanku lebih erat sembari menidurkan kepalanya pada dadaku. 

AyahWhere stories live. Discover now