XIV

14K 1.8K 275
                                    

Hangat. Chanmin merasa hangat dalam pelukan siapapun yang tengah memeluknya saat ini. Ada rasa hangat dan nyaman yang menyelimuti hatinya. Ia menghirup dalam-dalam aroma orang yang tengah memeluknya. Aroma familiar yang begitu ia rindukan. Aroma dari orang yang dulu pernah menjadi nomor satu dalam hidupnya.

"Jagoan ayah kenapa menangis?" Pria dengan pipi tirus itu menghampiri bocah kecil yang tengah menangis. Wajahnya tampak khawatir dengan yang tengah terjadi dengan anaknya itu. Baru saja ia masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil sebotol minuman segar yang dibuatkan oleh sang istri. Dan anaknya sudah menangis saat ia kembali. 

"Tati chamin catiit, ayaah." 

Mata Mark melebar begitu melihat luka yang ada di tempurung lutut sang putra. Ia menggendong anaknya dan membawanya untuk duduk di teras. Mengambil peralatan P3K untuk membersihkan luka pada kaki putranya itu. 

"catiit, ayaah." Bocah kecil itu terisak saat merasakan perih yang menjalar karena lukanya. Ia mengalungkan tangannya erat pada leher sang ayah sembari membenamkan wajahnya. Tidak berani melihat proses bagaimana ayahnya akan membersihkan lukanya itu. 

Mark terkekeh kecil mendengar isak tangis putranya yang menahan perih. Kepalanya berpikir, kenapa putranya menjadi semakin menggemaskan seperti ini? Sebelah tangannya segera membelai pelan surai hitam sang putra begitu selesai mengobati luka di kaki Chanmin. Meredakan isak tangis Chanmin karena perih yang ia rasakan. "Cobaa kakak Chanmin cerita sama ayah. Kenapa kakinya bisa luka, hm?" 

Bocah kecil itu mencoba untuk mengehentikan isak tangisnya. Jemari kecil itu mengusap air mata pada sudut matanya. ia memajukan bibirnya takut. "Tapi, ayah janjii. janan ilan-ilan bundaa." lirihnya pelan. 

"Janji?"  Bocah kecil itu mengangkat jari kelingking kecilnya di hadapan sang ayah. Mark terkekeh pelan sembari mengelus rambut hitam putranya yang diwariskan langsung darinya itu. Sebelah tangannya yang lain menyambut jari kelingking sang putra dan mengaitkannya. Pinky swear! 

"Ayah janjii." bisiknya. "Sekarang, coba kakak Chanmin cerita sama ayah."

Mata kecil itu mengedar kesana kemari. Wajahnya perlahan ia dekatkan pada telinga sang ayah. Begitu berharti-hati untuk menceritakan apa yang tengah terjadi. Ia tidak mau bundanya tiba-tiba datang dan mencuri dengar pembicaraannya dengan sang ayah. Oleh sebab itu, Chanmin kecil memilih untuk berbisik pada ayahnya. 

"Ayah, janji yaa, janan ilan bundaa." Bocah kecil itu berkata lirih setelah selesai bercerita. Kepalanya tertunduk dalam karena takut. Bundanya pasti akan marah dan cerewet padanya jika tahu kakinya terluka.

"Hmm, bagaimana ya?" Mark mengetuk-ngetukkan jemarinya pada pipi tirusnya dengan wajah tidak yakin. Matanya melirik jenaka pada sang putra yang sudah mempoutkan bibirnya lucu. 

CUP! Chanmin segera mencium pipi ayahnya. Satu-satunya cara, biasanya ayahnya akan langsung luluh padanya jika bocah kecil itu sudah mencium pipinya. "ayah udah janji."

"Baiklah-baiklah, sayang." Mark tergelak sembari merangkul pundak anaknya. Sudah tidak tahan dengan serangan wajah lucu yang ada di wajah anaknya. "Tapi cium pipi ayah lagi dong, yang disini belum." lanjutnya sembari mengetuk-ngetuk sebelah pipinya yang belum tersentuh belah bibir putranya itu. Secepat kilat Chanmin segera mengecup pipi sang ayah, kemudian tersenyum lebar menampilkan dua giginya yang ompong. 

Mark menciumi puncak kepala sang anak. Menghadiahi Chanminnya dengan jutaan kasih sayang yang ia limpahkan berupa kecupan diseluruh wajah. Yang direspon dengan kikikan geli dari putra sulungnya itu. "Jagoan kesayangan ayah." 

"Ayah" sebuah kata meluncur dari bibir bocah kecil yang sedang terlelap dalam pelukan ayahnya itu. 

'Kakak rindu'

AyahWhere stories live. Discover now