I

48.1K 5.3K 2.5K
                                    

Aku tidak tahu, kemana perginya Mark lee yang kukenal. Rumah yang seharusnya penuh kehangatan bagi orang yang menempati, entah kapan mulai menguarkan aura dingin. Tidak ada lagi kecupan selamat pagi, Membacakan cerita pada Chanmin sebelum tidur, atau waktu untuk keluarga yang biasanya pria itu sisihkan. Tidak ada dia yang biasanya mengisi sisi ranjang disebelahku.

Tidak. Tidak ada Mark Lee disisiku lagi. Semenjak wanita itu merebut segalanya.

Aku paham, mungkin Mark memang tengah dalam fase 'bosan'. Itu adalah suatu hal yang wajar dalam sebuah hubungan. Tapi, itu bukan menjadi alasan baginya untuk mengalihkan hatinya dari keluarga kecil kami. Mengucurkan segala cinta yang ia beri untuk wanita itu.

Wanita yang kukenal baik sebagai sekretarisnya.

Wanita yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri.

Tidak cukupkah ia mencuri Mark, sampai harus menghadirkan satu sosok lain yang bersarang dalam rahimnya?

Bolehkah aku bertanya? Kenapa Mark begitu tega padaku? Apa dosaku di masa lalu hingga pantas mengalami hal ini? Suamiku berselingkuh dengan seseorang yang kuanggap sebagai kakakku, dan kini tengah mengandung anak suamiku.

Wanita itu berada dihadapanku. Memaksaku untuk mundur. Memaksaku untuk pergi dan menceraikan Mark. Memaksaku untuk pergi beserta kedua anakku dan Mark dari kehidupannya. Demi bayinya, katanya.

"Kau kan sudah pernah menikah, Donghyuck-ssi. Tidak bisakah kau mengalah? Izinkan aku bersama dengan Mark. Lupakan dia. Lepaskan dia." kata wanita itu saat menemuiku.
Tidak ada raut penyesalan disana. Dengan wajah dinginnya ia berkata seperti itu. 

"Setidaknya ini untuk bayi Mark yang tengah kukandung." lanjutnya. Astaga! Apa dia tidak memikirkan juga perasaan Chanmin dan bayi yang tengah kukandung?

Bahkan orang tua Mark sendiri. Aku tidak pernah menyangka jika kedua mertuaku akan menunjukkan sikap seperti ini. Dengan wajah dingin mereka yang menatap penuh kepastian itu , menyetujui kalimat wanita tadi.

Duniaku ingin runtuh!

Aku memilih untuk egois. Meskipun berulang kali Mark menorehkan luka untukku. Dengan sengaja mengirimkan pesan-pesan bejatnya bersama wanita itu kepadaku. Dengan sengaja mengabaikan rengekan Chanmin yang merindukannya pada suatu hari.

"Ayaah, hari ini Chanmin menggambar mobil. Kata bu guru, karya Chanmin yang paling bagus."

"Ayaah, Chanmin dapat juara satu tadi saat menyanyi di depan kelas. Kata Kimssaem, suara Chanmin bagus seperti bunda."

"Ayaaah, lihat Chanmin gambar kita. Ini ayah, ini bunda, ada Chanmin disebelah ayah, terus ini dede bayii."

"Chanmin!" Mark yang entah saat itu tengah kalap meninggikan suaranya. Membentak putra sulung kami yang dulu menjadi kebanggaannya. "Sudah berapa kali kukatakan untuk tidak menggangguku, bocah sialan?!"

"Mark!" aku sudah tidak tahan lagi. Chanmin yang mengerang sakit sakit karena cengkeraman erat pada bahunya kutarik paksa. Mark sudah keterlaluan.

"Kau! Ajarkan bocah sialan ini dengan benar! Dia terus saja mengoceh tidak penting! Dasar mengganggu."katanya. Salah satu jarinya mengacung tepat di depan wajahku dengan wajah berangnya. Membuatku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Dimana Mark Lee yang kukenal?

Rahangku jatuh begitu saja saat mendengar kalimat yang Mark ucapkan. Apa-apaan pria ini? Aku lebih terkejut lagi, saat melihat wajah pucat putraku setelah di bentak sedemikian rupa oleh ayahnya. Kurengkuh pelan pundak kecil yang mulai bergetar itu dan mengusapnya perlahan. Berusaha melindunginya sebelum keberingasan Mark mulai nampak kepermukaan.

"Ada apa denganmu, Mark? Tidak bisakah kau berkata dengan lebih lembut? Demi tuhan, Mark! Chanmin itu putramu!" Teriakku frustasi. Mark berdecih pelan sebelum melangkahkan kakinya kearahku. Mengusap perlahan perutku, kemudian menyentak Chanmin keras yang berada dibelakang tubuhku. 

Diraihnya dagu Chanmin. Menatap lekat mata itu sebelum berkata 

"Chanmin dan bayimu itu, bukan anakku. Kau bisa mendengarnya?"

Hatiku lebih remuk dari pada saat mendengar kabar perselingkuhannya dengan wanita itu. Sekuat mungkin aku menahan air mata yang hendak turun dengan meremat kuat ujung pakaian yang kupakai. Kutarik Chanmin dalam sebuah pelukan, saat kurasakan bahu putraku itu bergetar hebat. 

Tidak ada gunanya lagi. Aku mungkin masih bisa menerima untuk menghadapi perilaku Mark dan segala penolakannya. Tapi tidak jika kedua anakku yang ia sakiti disini. 

Aku tau apa yang harus kulakukan sekarang.





TBC...

**

Bersediakah meninggalkan jejak? :')

Kuingin saran dan kritik dari kalian ya :)

Kalau ada yang mau nyumbangin ide cerita buat work ini, boleh banget, bisa langsung DM ke aku ya^^

AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang